Tautan-tautan Akses

Untuk Perluas Pengaruhnya, China Mungkin Isi Kekosongan yang Ditinggalkan USAID


Seorang perempuan Ethiopia berdiri di dekat tumpukan karung gandum dari bantuan USAID yang disalurkan di Kota Agula, di utara Ethiopia, pada 8 Mei 2021. (Foto: AP/Ben Curtis)
Seorang perempuan Ethiopia berdiri di dekat tumpukan karung gandum dari bantuan USAID yang disalurkan di Kota Agula, di utara Ethiopia, pada 8 Mei 2021. (Foto: AP/Ben Curtis)

Mereka yang mengecam pembekuan pendanaan dan penutupan USAID khawatir China akan melihat hal ini sebagai peluang dan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh AS.

China telah mengkritik keberadaan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), lembaga penyalur bantuan luar negeri AS yang secara luas ditutup oleh pemerintahan Presiden Trump. Namun seiring dengan berakhirnya proyek-proyek USAID, akankah China melangkah masuk untuk mencoba membangun pengaruhnya? Beberapa analis mengatakan meskipun China ingin mengisi kekosongan tersebut, masalah perekonomian yang dihadapi oleh negara itu dapat membatasi apa yang akan dilakukannya.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang kini menjabat sebagai penjabat direktur USAID, mengatakan ia akan mengarahkan kegiatan-kegiatan lembaga itu agar sejalan dengan agenda pemerintahan baru.

“Badan ini beroperasi dengan uang pembayar pajak, dan kami berhutang kepada rakyat Amerika untuk menjamin agar setiap dolar yang kita belanjakan di luar negeri digunakan untuk sesuatu yang memajukan kepentingan nasional kita,” katanya kepada para wartawan ketika ia mengunjungi El Salvador awal pekan ini.

USAID memiliki anggaran tahunan lebih dari US$40 miliar dan mengelola program-program bantuan di seluruh dunia, termasuk program yang berhubungan dengan China, yang telah menjadi sasaran kritik Gedung Putih.

Dalam lembar fakta “pemborosan dan penyalahgunaan” yang dirilis pada 3 Februari, Gedung Putih mengatakan USAID telah memberikan jutaan dolar kepada EcoHealth Alliance, sebuah organisasi AS yang mengupayakan perlindungan terhadap penyakit menular. Organisasi itu dituduh telah bekerja sama dengan Institut Virologi Wuhan dalam penelitian virus corona yang menyebabkan perebakan luas pandemi COVID-19. Baik EcoHealth Alliance dan pemerintah China telah menolak tuduhan tersebut.

Anggaran untuk meredam ekspansi China

Dalam beberapa tahun terakhir, USAID semakin menyusun pendanaannya untuk program-program terkait China sebagai strategi untuk mengekang ekspansi global China melalui bantuan dan investasi.

Halaman arsip situs web USAID yang sekarang ditutup menunjukkan bahwa badan tersebut memuji “Dana Melawan Pengaruh China” sebagai salah satu “pencapaian utama.” Dana itu “akan memajukan tujuan keamanan nasional” untuk “membangun mitra yang lebih tangguh yang mampu menahan tekanan dari Partai Komunis China dan aktor jahat lainnya.”

Pada tahun 2023 lalu, mantan asisten administrator USAID untuk Asia, Michael Schiffer, mengatakan kepada panel Kongres AS bahwa lembaga itu selama lebih dari satu dekade telah mendukung pengumpulan data mengenai investasi luar negeri China lewat AidData, sebuah kelompok penelitian di College of William and Mary yang berbasis di Virginia, AS.

Pembekuan pendanaan telah menyebabkan setidaknya satu proyek yang didanai USAID mengalami kesulitan keuangan. Brian Eyler, peneliti di Stimson Center di Washington, menulis dalam unggahan terbuka di Facebook bahwa proyeknya, “Mekong Dams Monitor,” mengalami kesulitan untuk melanjutkan operasinya karena pembekuan anggaran USAID.

Banyak LSM Indonesia Terdampak Pembekuan Bantuan Amerika Serikat
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:18 0:00

“Kami diperintahkan untuk menghentikan pengerjaan hibah itu selama 90 hari sambil menunggu peninjauan lebih lanjut. Dan itu berarti program kami di Asia Tenggara mungkin tidak dapat terus berjalan,” tulisnya.

Proyek Eyler diluncurkan oleh Departemen Luar Negeri AS pada masa pemerintahan Trump yang pertama untuk mempelajari bagaimana bendungan yang dibangun oleh China dan negara-negara lain di Sungai Mekong di Asia Tenggara berdampak negatif terhadap masyarakat di hilir. Menurut postingan Eyler, proyek itu mendapat pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan USAID.

Media pemerintah China telah menuduh proyek tersebut mencoreng nama baik China.

VOA Mandarin telah menghubungi Stimson Center untuk mendapatkan rincian lebih lanjut namun tidak menerima tanggapan.

Pada Rabu, Rubio mengatakan pemerintahan Trump sedang mengidentifikasi program mana yang akan dikecualikan dari pembekuan dana.

“Ini bukan soal menghentikan bantuan luar negeri. Ini tentang menata organisasi dengan cara yang memajukan kepentingan Amerika Serikat,” ujar Rubio.

China puji penutupan USAID

Penutupan USAID disambut dengan sorak-sorai dan perayaan di ranah internet TioChinangkok, yang berisi pesan-pesan anti-AS. Banyak pengguna memuji Elon Musk, miliarder yang kini menjadi kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE), karena menutup USAID.

Musk sebelumnya memposting di X menggambarkan USAID sebagai “organisasi kriminal” dan sudah waktunya “untuk mati.”

Mereka yang mengecam pembekuan pendanaan dan penutupan USAID khawatir China akan melihat hal ini sebagai peluang dan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh AS.

“China telah menghabiskan triliunan dolar di banyak negara karena mereka tertarik untuk menarik negara-negara tersebut ke dalam wilayah pengaruhnya,” tulis Senator Partai Demokrat AS Chris Coons di surat kabar The Washington Post.

Bisa namun tak mudah

Steven Balla, profesor ilmu politik dan hubungan internasional di George Washington University, mengatakan kepada VOA Mandarin bahwa dia setuju dengan penilaian tersebut. Namun menurutnya, rencana China untuk memperluas bantuan luar negeri kemungkinan akan terhambat oleh masalah dalam negerinya sendiri.

“Anda berpikir tentang pengangguran kaum muda; Anda berpikir tentang gelembung real estat dan sebagainya,” katanya. “Hal ini mungkin menyulitkan pemerintahan Xi untuk secara agresif melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah baru di dunia karena Amerika sedang mengalami kemunduran.”

Beberapa aktivis khawatir bahwa meskipun China mencoba mengisi kekosongan tersebut, daerah-daerah tertentu yang pernah menjadi tempat program bantuan AS tidak akan menerima dana yang sama, atau bahkan sama sekali tidak menerima dana.

Seorang mantan pengacara untuk isu-isu lingkungan hidup di China yang kini tinggal di AS mengatakan kepada VOA Mandarin bahwa, dibandingkan dengan program bantuan AS, bantuan China lebih bersifat transaksional dan mencari keuntungan finansial. Dia berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan dari Beijing.

Laporan tahun 2021 yang dirilis oleh China menunjukkan antara tahun 2013 dan 2018, China telah menghabiskan $376 miliar untuk bantuan luar negeri, 45% di antaranya disalurkan ke Afrika di berbagai bidang seperti pertanian, bantuan medis, pasokan makanan, pengendalian penyakit, dan perubahan iklim.

Mantan pengacara isu-isu lingkungan hidup itu mengatakan jika bantuan sepenuhnya diserahkan kepada China, bidang-bidang seperti hak-hak perempuan dan pengelolaan sumber daya alam akan kehilangan sebagian besar pendanaan, atau bahkan seluruhnya, karena China tidak tertarik untuk memperbaiki tata kelola di tingkat lokal.

“Pasti akan ada dampak yang sangat parah terhadap masyarakat Afrika,” katanya, “yang tidak dapat Anda lihat hanya dalam satu atau dua hari.” [em/ka]

Forum

XS
SM
MD
LG