Kemeterian Pertanian mengarahkan seluruh kegiatan dan program untuk mencapai swasembada pangan di akhir 2025 untuk memitigasi risiko kebijakan pemerintah Indonesia untuk tidak mengimpor beras dan jagung.
Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Pengawasan Sertifikasi Benih Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Happy Suryati mengatakan upaya mitigasi itu diantaranya dilakukan dengan mengejar target penanaman LTT padi sebesar 1,5 juta hingga 2 juta hektare per bulan hingga April 2025.
“Kami setiap malam di Direktor Jenderal Tanaman Pangan itu melakukan zoom meeting ke semua daerah untuk memastikan capaian luas tambah tanam kami itu sesuai dengan target yang dipasang oleh bapak Menteri Pertanian untuk mencapai swasembada pangan ini,” kata Happy dalam Seminar Nasional bertema Transformasi Sistem Pangan dan Pertanian, Senin (3/2).
LTT adalah salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mempercepat LTT padi di antaranya adalah membuka lahan sawah baru di daerah yang memiliki potensi lahan, dan mengoptimalkan cuaca yang mendukung, seperti hujan normal dan ketersediaan air serta penyediaan benih padi yang mencukupi. berat upaya ini. masyarakat petani yang bisa menanam padi dua kali dalam satu tahun bisa menjadi tiga kali dalam satu tahun.
Happy menerangkan program prioritas Kementerian Pertanian untuk meraih swasembada pangan 2025 dilakukan melalui optimasi lahan termasuk lahan rawa seluas 360 ribu hektare, dan cetak sawah seluas 750 ribu hektare di 12 provinsi di antaranya Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Selain itu, Kementerian itu juga menyediakan alat mesin pertanian (alsintan), pupuk bersubsidi dan benih unggul sebanyak 150 ribu ton.
“Alsintan prapanen yang disediakan adalah sebanyak 1,14 juta unit, kemudian pupuk bersubsidi adalah sebesar 9,03 juta ton,” jelas Happy.
Menurut Happy target produksi beras pada 2025 sebanyak 32,83 juta ton, sedangkan target produksi jagung sebesar 16,68 juta ton dengan kadar air 14 persen.
Stok Akhir Beras 2025 diperkirakan 10 Juta Ton
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), I Gusti Ketut Astawa mengungkapkan berdasarkan proyeksi neraca pangan, terdapat stok awal beras sebesar 8,1 juta ton, maka dengan perkiraan produksi beras tahun 2025 mencapai 32 juta ton, dikurangi kebutuhan sekitar hampir 31 juta ton, maka pada akhir tahun 2025 akan tersedia stok hampir 10 juta ton sehingga tidak diperlukan impor beras.
“Ini sangat besar, artinya kita jangan ragu-ragu kita sudah berani menyatakan untuk 2025, satu pasti tidak ada impor, yang kedua pasti kita menjamin kita sudah melebihi hampir tiga bulan produksi, tiga bulan konsumsi,” jelas Astawa.
Ia juga mengatakan, penetapan harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram ditingkat petani dan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras di gudang Bulog sebesar Rp 12.000 per kilogram akan memotivasi petani untuk lebih giat menanam padi.
“Ini akan sangat menguntungkan petani, kalau harganya sudah baik, tidak usah lagi kita sibuk-sibuk mendorong petani produksi, pasti mereka produksi,” katanya.
Produktivitas Beras Melandai Sejak Era Reformasi
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bustanul Arifin mengungkapkan upaya mencapai kemandirian pangan di Indonesia -- terutama beras -- dihadapkan pada situasi produktivitas yang melandai sejak era reformasi.
Meskipun di kebun penelitian produktivitas beras bisa mencapai 10 ton hingga 11 ton per hektar tetapi fakata di lapangan hanya sekitar 5,28 ton per hektare. Ia menduga keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi lahan pertanian yang “sakit’ karena kebanyakan penggunaan pupuk kimia.
“Jangan-jangan tanahnya yang sakit itu benar, jadi tanah di Indonesia itu sakit, mengapa sakit tanahnya? Kebanyakan pupuk kimia. Mengapa kebanyakan pupuk kimia? Karena subsidi pupuknya terlalu murah,” kata Bustanul.
Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas beras di Indonesia adalah kurangnya pendampingan terhadap petani terkait penggunaan benih unggul. Hingga 2023, sebetulnya sudah ada 530 varietas unggul baru (VUB) padi, namun hanya 155 di antaranya yang ditanam petani. Tiga yang paling banyak ditanaman adalah Inpari 32 HDB, Ciherang, dan Mekongga. Bustanul menilai, para penyuluh pertanian tidak bekerja maksimal dalam mendampingi petani di lapangan.
“Mengapa tidak ditanam? Penyuluhnya bermasalah. Kenapa Penyuluhnya bermasalah? Karena gajinya sedikit, tidak dihargai sebagai profesi, nempel di dinas. Nempel di dinas pekerjaanya bukan mendidik tapi bikin laporan, menjadi administrator,” ungkap Bustanul.
Menurut Happy, Indonesia masih kekurangan banyak penyuluh. Dari 83.525 orang yang dibutuhkan, hingga saat ini hanya tersedia 38.831. [yl/ab]
Forum