Para peneliti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kamis (28/1) keluar dari karantina dua pekan di Wuhan, China, untuk memulai tugas mereka menyelidiki asal usul pandemi COVID-19.
Tim internasional itu menaiki sebuah bus setelah keluar dari hotel mereka pada sore hari.
China, yang selama berbulan-bulan menolak seruan bagi penyelidikan internasional, telah menjanjikan akses yang memadai bagi para peneliti. Tim ini diperkirakan akan menghabiskan waktu beberapa pekan untuk mewawancarai orang-orang dari berbagai lembaga riset, rumah sakit dan pasar yang dikaitkan dengan banyak di antara kasus-kasus awal.
WHO menyatakan tujuan misi itu bukanlah untuk menentukan siapa yang bersalah atas pandemi itu, tetapi untuk mengetahui bagaimana pandemi bermula agar dapat lebih baik lagi dalam mencegah dan mengatasi perebakan wabah penyakit ini pada masa mendatang.
“Kami mencari jawaban di sini yang mungkin menyelamatkan kita pada masa depan, bukan pelaku dan bukan orang yang akan disalahkan,” kata Mike Ryan, pejabat tertinggi program darurat kesehatan WHO, sebelumnya bulan ini.
Virus corona muncul di Wuhan pada akhir 2019 dan sejak itu menyebar ke seluruh dunia, menjangkiti lebih dari 100 juta orang dan menewaskan sekitar 2,1 juta lainnya.
Lebih dari 120 negara telah menyerukan penyelidikan independen mengenai asal usul virus. Banyak negara menuduh China tidak cukup banyak bertindak untuk menanggulangi penyebarannya.
“Penting sekali bagi kita untuk mendapat penjelasan mengenai hari-hari awal pandemi di China, dan kami mendukung investigasi internasional yang kami rasa harus kuat dan jelas,” kata Juru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki, Rabu (27/1).
Kekhawatiran masih terus ada di banyak negara mengenai pasokan dan akses ke vaksin yang telah dikembangkan untuk melindungi masyarakat dari COVID-19.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato, Kamis (28/1) mengatakan bahwa AstraZeneca akan membuat lebih dari 90 juta dosis vaksinnya di Jepang. “Kami percaya penting sekali untuk dapat memproduksi vaksin di dalam negeri,” kata Kato kepada wartawan.
Seperti banyak negara yang telah mulai melakukan program vaksinasi, Jepang berencana memprioritaskan petugas kesehatan garis depan sewaktu memulai program vaksinasinya pada akhir Februari.
Jepang telah membuat kesepakatan untuk membeli 120 juta dosis vaksin yang dikembangkan AstraZeneca dan Oxford University. Vaksin ini memerlukan dua suntikan untuk masing-masing orang.
Uni Eropa dan AstraZeneca berselisih pekan ini setelah perusahaan itu menyatakan akan mengurangi pengiriman vaksin yang direncanakannya ke Uni Eropa karena keterlambatan produksi.
Para pejabat Uni Eropa meminta dosis vaksin itu dikirim tepat waktu dan telah mengancam akan memberlakukan kontrol ekspor terhadap vaksin yang dibuat di wilayah Uni Eropa.
PM Kanada Justin Trudeau, Rabu (27/1) mengatakan bahwa Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen meyakinkannya bahwa setiap tindakan Uni Eropa tidak akan mempengaruhi pengiriman ke Kanada.
Sumber keprihatinan luas lainnya adalah sejumlah varian virus yang telah ditemukan.
Kolombia menyatakan akan melarang penerbangan dari Brazil mulai Jumat karena varian virus corona yang menyebar di sana. Presiden Kolombia Ivan Duque mengatakan langkah tersebut akan diberlakukan selama 30 hari. Siapapun yang baru tiba di Kolombia dari Brazil juga diwajibkan untuk dikarantina selama dua pekan. [uh/ab]