Tautan-tautan Akses

Taliban Peringatkan Amerika soal Ancaman Hadiah terkait Tuduhan Adanya Sandera AS


Suhail Shaheen, Duta Besar Taliban untuk Qatar
Suhail Shaheen, Duta Besar Taliban untuk Qatar

Seorang diplomat Taliban, kelompok yang berkuasa di Afghanistan, pada hari Senin (27/1) memperingatkan Amerika Serikat agar tidak mengancam melakukan pembalasan sebagai tanggapan atas penahanan warga negara AS di negara tersebut.

“Kebijakan kami adalah mencari solusi secara damai,” kata Suhail Shaheen, duta besar Taliban untuk Qatar, dalam pernyataan tertulis kepada VOA.

Pernyataan itu disampaikan dua hari setelah menteri luar negeri AS yang baru, Marco Rubio, melontarkan ancaman bahwa Washington mungkin akan menawarkan “hadiah yang sangat besar” bagi mereka yang bisa membantu menangkap para pemimpin Taliban, dengan tuduhan bahwa kelompok itu mungkin menahan lebih banyak sandera berkewarganegaraan AS di Afghanistan dari yang diketahui sebelumnya.

Taliban Kembali Bebaskan Dua Warga Negara AS

Pekan lalu, pihak berwenang de facto Afghanistan itu membebaskan dua warga negara AS, Ryan Corbett dan William McKenty, dalam pertukaran tahanan dengan seorang anggota Taliban yang menjalani hukuman penjara seumur hidup di penjara federal AS atas tuduhan penyalahgunaan narkoba dan terorisme. Pertukaran tahanan itu dinegosiasikan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.

“Saat menghadapi tekanan dan agresi, jihad negara Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir merupakan sebuah pelajaran yang harus dipetik semua orang,” ungkap Shaheen.

Taliban belum mengungkap berapa banyak warga negara asing yang masih mereka tahan di Afghanistan. Akan tetapi, kerabat dan pejabat AS melaporkan sedikitnya dua warga negara Amerika lain yang masih ditahan, yaitu George Glezmann, mantan mekanik pesawat, dan Mahmood Habibi, warga negara Amerika naturalisasi.

“Baru mendengar kabar bahwa Taliban menahan lebih banyak sandera Amerika dari yang dilaporkan sebelumnya,” tulis Rubio di platform X pada Sabtu (25/1). “Jika ini benar, kita harus segera menawarkan hadiah yang SANGAT BESAR untuk para pemimpin tertinggi mereka, mungkin bahkan lebih besar dari yang kita tawarkan untuk bin Laden,” unggahnya.

Rubio tidak menjelaskan atau merinci jumlah warga negara Amerika yang masih ditahan di Afghanistan.

Hadiah bagi Informasi Penangkapan Osama bin Laden

Washington pernah menawarkan hadiah sebesar $25 juta (sekitar Rp404 miliar dalam kurs sekarang) kepada mereka yang bisa memberikan informasi yang dapat membantu penangkapan atau pembunuhan Osama bin Laden karena mendalangi serangan teroris 11 September 2001 ke Amerika Serikat. Kongres kemudian mengizinkan menteri luar negeri untuk menambah jumlah hadiah yang ditawarkan menjadi maksimum $50 juga (sekitar Rp809 miliar dalam kurs sekarang).

Pasukan AS mencari bin Laden di Afghanistan selama bertahun-tahun sebelum akhirnya menemukan tempat persembunyiannya dan membunuhnya di Pakistan, negara tetangga Afghanistan, pada tahun 2011.

Sementara itu, seorang mantan prajurit Kanada yang ditahan oleh Taliban dibebaskan pada hari Minggu (26/1) setelah dipenjara selama lebih dari dua bulan, melalui sebuah perjanjian yang dimediasi Qatar.

“Saya baru saja berbicara dengan David Lavery usai tiba dengan selamat di Qatar dari Afghanistan. Ia dalam kondisi baik,” ungkap Menteri Luar Negeri Kanada, Melanie Joly, di X. Joly memuji perdana menteri sekaligus menteri luar negeri negara Teluk kecil itu, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, atas bantuannya untuk membebaskan Lavery.

“Terima kasih kepada mitra saya di Qatar, @MBA_AlThani_, karena membantu memfasilitasi pembebasan warga negara Kanada kami,” tulisnya.

Interpretasi Hukum Islam Garis Keras

Taliban melancarkan pemberontakan yang banyak menelan korban jiwa di Afghanistan yang berlangsung selama hampir dua dekade, dan akhirnya merebut kembali kekuasaan negara itu pada tahun 2021. Perebutan kekuasaan itu terjadi hanya beberapa hari sebelum penarikan seluruh pasukan Barat pimpinan AS, yang dilakukan secara tergesa-gesa dan kacau, bersama ribuan warga Afghanistan yang menjadi sekutu mereka dari negara itu.

Sejak saat itu, para pemimpin Taliban menerapkan interpretasi ketat hukum Syariah, melarang anak-anak perempuan melanjutkan pendidikan lebih tinggi dari kelas enam SD, melarang kebanyakan perempuan bekerja, dan menghalangi akses mereka ke sebagian besar tempat umum.

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menggolongkan pelarangan-pelarangan tersebut sebagai bentuk “apartheid gender.” Komunitas internasional pun menolak memenuhi permohonan Taliban untuk mengakui keabsahan pemerintahan mereka di Afghanistan karena perlakuan buruk mereka terhadap perempuan Afghanistan.

Larangan-larangan tersebut berasal dari dekrit yang diterbitkan oleh pemimpin tertinggi Taliban yang tertutup, Hibatullah Akhundzada, dari markasnya di Kandahar, di sisi selatan Afghanistan, di mana para pembantunya membela diri dengan menyebut kebijakan pemerintah telah sesuai dengan hukum Islam.

Pekan lalu, jaksa utama Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag mengumumkan telah mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Akhundzada dan Hakim Agung Afghanistan, Abdul Hakim Haqqani, dengan tuduhan mempersekusi perempuan dan anak-anak perempuan.

Taliban menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya tak berdasar, serta mengutuk surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin mereka dengan menyebutnya “tidak memiliki dasar hukum, bermuka dua dan bermotif politik.” [rd/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG