Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada Minggu (29/10), bersumpah akan melawan “kekuatan imperialis.” Ia menyampaikan itu dalam perayaan 100 tahun Turki di tengah memanasnya perang antara Israel dengan militan Hamas di Gaza.
Erdogan tampil dalam berbagai acara. Ia menghormati pendiri republik yang sekuler dan menyoroti pencapaian partai berbasis Islam pimpinannya yang telah berkuasa sejak 2002.
“Negara kita berada di tangan yang aman, kalian bisa beristirahat dengan tenang,” kata Erdogan setelah meletakkan karangan bunga di mausoleum komandan militer dan negarawan Mustafa Kemal Ataturk.
“Kita akan sukses dan menang. Tak ada kekuatan imperialis yang bisa mencegah ini,” tambah Erdogan dalam pidato malamnya di Istanbul.
Rakyat Turki menganggap penting Ataturk karena ia mengusir pasukan penyerang dan membangun negara baru dari reruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah setelah Perang Dunia I. Ia membentuk Turki sebagai negara yang mengarah ke Barat dan menghapus agama dari institusi negara. Ia mencoba membentuk identitas baru yang modern dari berbagai kelompok etnis.
Turki akhirnya bangga menjadi anggota aliansi pertahanan NATO pimpinan Amerika Serikat. Negara itu menjadi mercusuar harapan demokrasi di Timur Tengah.
“Kami adalah putri Ataturk. Kami adalah anak-anak republik,” kata pensiunan Nerguzel Asik setelah menyaksikan parade militer di Istanbul.
Selin Gunes, seorang mahasiswa, juga sepakat akan hal tersebut. Ia berujar,“Kami merasakan 'ke-Turki-an' dalam segala hal.”
Erdogan menutup hari itu dengan mengawasi 100 kapal angkatan laut melewati Selat Bosphorus sementara jet-jet tempur tampak menunjukkan kemampuan aerobatik di udara.
“Turki adalah negara yang membantu mereka yang tidak mempunyai siapa pun, dari Balkan hingga Kaukasus, dari Palestina hingga siapa pun yang membutuhkan,” kata Erdogan kepada bangsanya. “Unjuk rasa Palestina (di Istanbul) adalah bagian dari ini.” [ka/lt]
Forum