Tautan-tautan Akses

Sidang Pemakzulan Wapres Filipina akan Dimulai pada Bulan Juni


Wakil Presiden Filipina Sara Duterte akan menghadapi sidang pemakzulan bulan Juni mendatang (foto: dok).
Wakil Presiden Filipina Sara Duterte akan menghadapi sidang pemakzulan bulan Juni mendatang (foto: dok).

Ketua Senat Filipina pada hari Kamis (6/2) mengatakan bahwa sidang pemakzulan Wakil Presiden Sara Duterte akan dimulai setelah Kongres dibuka kembali pada bulan Juni dan berjanji untuk menghindari terulangnya proses pemakzulan yang terhenti pada tahun 2001, yang memicu unjuk rasa besar-besaran dan memaksa presiden untuk mundur.

DPR Filipina memakzulkan Duterte, putri mantan Presiden Rodrigo Duterte, pada hari Rabu (5/2).

Ia menghadapi serangkaian tuduhan, termasuk merencanakan pembunuhan presiden, korupsi besar-besaran, dan tidak mengecam keras tindakan agresif China terhadap pasukan Filipina di Laut China Selatan yang disengketakan.

Sedikitnya 215 dari 300 lebih anggota DPR menandatangani petisi tersebut – jauh lebih besar dari jumlah minimal yang disyaratkan – sehingga memungkinkan petisi pemakzulan itu untuk langsung digulirkan ke Senat, yang akan bertindak sebagai pengadilan pemakzulan.

Pemakzulan itu dilakukan pada hari terakhir sesi Kongres, sebelum masa rehat selama empat bulan.

Ketua Senat Francis Escudero mengatakan, berdasarkan hukum, sidang pemakzulan hanya bisa digelar, dan para senator disumpah sebagai juri, ketika sesi Senat dibuka kembali pada 2 Juni mendatang.

Pemakzulan oleh para anggota DPR, yang banyak di antaranya merupakan sekutu Presiden Ferdinand Marcos, Jr., memperdalam keretakan politik di antara dua pemimpin tertinggi salah satu negara demokrasi paling gaduh di Asia tersebut.

Para penandatangan petisi pemakzulan itu di antaranya putra presiden, Sandro Marcos, dan Ketua DPR Martin Romualdez, yang merupakan ponakan presiden.

Petisi yang diajukan meminta Senat mencabut jabatan Duterte dan melarangnya memegang jabatan publik selamanya.

Di negara Asia Tenggara yang sejak lama dilanda perpecahan politik itu, sidang pemakzulan bisa menimbulkan ketidakstabilan politik.

Pada awal tahun 2001, sidang pemakzulan Presiden Joseph Estrada atas tuduhan penyuapan dan korupsi terhenti akibat pemungutan suara untuk membuka amplop berisi catatan rekening banknya yang dicurigai.

Unjuk rasa besar-besaran terjadi, dan pada akhirnya memaksa Estrada mengundurkan diri.

Saat ditanya bagaimana hal yang sama tidak terulang pada sidang pemakzulan Duterte, Escudero mengatakan sejumlah langkah sedang diambil untuk menjamin “kredibilitas dan ketidakberpihakan pengadilan pemakzulan.”

“Semua pihak harus diizinkan mengungkapkan sikap mereka,” tambahnya.

Petisi pemakzulan terhadap wakil presiden itu berfokus pada ancaman kematian yang ia buat kepada presiden, ibu negara dan ketua DPR tahun lalu, penyimpangan penggunaan dana intelijen kantornya, serta kealpaannya dalam menentang agresi China di Laut China Selatan yang disengketakan, menurut para pendukung petisi tersebut.

Dalam konferensi pers daring pada 23 November lalu, ia mengatakan bahwa ia telah menyewa seorang pembunuh untuk menghabisi Marcos, istrinya dan Romualdez, seandainya ia dibunuh. Ia mengatakan, pernyataan itu bukan sebuah lelucon.

Ia kemudian mengatakan bahwa itu bukan sebuah ancaman, melainkan sebuah ungkapan keprihatinan atas keselamatannya sendiri.

Tuduhan gratifikasi dan korupsi terhadapnya juga muncul dari penyelidikan yang dilakukan DPR selama berbulan-bulan dan ditayangkan televisi tahun lalu terkait dugaan penyalahgunaan dana rahasia dan intelijen senilai 612,5 juta peso (sekitar Rp172,3 miliar) yang diterima kantor Duterte sebagai wakil presiden dan menteri pendidikan.

Ia kemudian meninggalkan jabatannya sebagai menteri pendidikan di tengah melebarnya pertikaian politik dengan Marcos.

Ia mengaku tidak bersalah, akan tetapi menolak menjawab secara rinci pertanyaan yang diajukan saat mengikuti sidang dengar pendapat yang panas, yang ditayangkan di televisi.

Petisi pemakzulan itu juga menuduh Duterte melemahkan kebijakan pemerintahan Marcos, termasuk pernyataannya yang menggambarkan penanganan masalah sengketa wilayah di Laut China Selatan dengan Beijing yang dilakukan oleh pemerintah Filipina sebagai sebuah “kekacauan.”

Petisi itu juga menyebut kebungkamannya terkait tindakan China yang semakin agresif di perairan yang disengketakan itu. [rd/ab]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG