Tidak ada rotan, akar pun jadi. Pepatah itu mungkin tepat untuk menggambarkan upaya Harjono, petani padi di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah dalam mensiasati kelangkaan pupuk.
“Jatahnya bukan kurang, memang dikurangi. Bukan kurang, dikurangi sama pemerintah. Ya cari alternatif lain kita, pakai pupuk lain. Beli yang nonsubsidi, mahal gak papa. Petani itu bagaimanapun kan tetap susah,” ujarnya kepada VOA.
Begitu pupuk kimia langka di pasaran, Harjono banting setir ke jenis pupuk lain. Untuk setiap satu hektare lahan dia hanya menerima jatah lima puluh kilogram pupuk subsidi. Karena itu, kekurangannya dia tambah dengan pupuk organik.
“Pakai pupuk cair, pupuk padat dan sebagainya,” paparnya.
Padahal, dia meyakini jika aplikasinya tepat, mengganti pupuk kimia tidak mengurangi produksi. Dia membuktikan sendiri dengan membuat percobaan budidaya padi atau ngubin dalam istilah lokal, dalam luasan 2,5 meter kali 2,5 meter. Hasilnya, panen padi 4,15 kilogram atau jika dirata-rata dalam satu hektare bisa mencapai 7-7,5 ton.
Perhatian Khusus Presiden
Presiden Joko Widodo pada Rabu (15/3) secara khusus menggelar rapat dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Badan Pangan Nasional, BUMN sektor pupuk dan sejumlah kementerian/lembaga terkait pangan. Pupuk menjadi bahasan utama karena Jokowi meyakini ini adalah kunci menjaga ketahanan pangan dan menjamin produktivitas.
Yasin Limpo mengatakan Presiden bahkan menanyai satu per satu bawahannya terkait apa yang akan dilakukan soal pupuk.
“Karena setiap Bapak Presiden turun (ke lapangan) selalu pertanyaannya tentang pupuk,” ujarnya.
Pupuk di Indonesia terbagi dua, yaitu pupuk subsidi dan nonsubsidi. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp25 triliun untuk subsidi pupuk pada 2023. Namun, karena harga bahan baku pupuk dunia melambung, dana itu menjadi sangat terbatas. Dari kebutuhan sekitar 20 juta ton pupuk, hanya sembilan juta ton yang bisa masuk skema subsidi.
Jalan keluarnya, seperti dipaparkan Syahrul, kini hanya dua dari enam jenis pupuk yang disubsidi, yaitu urea dan NPK. Sementara komoditas yang ditanam petani dan memperoleh subsidi pupuk juga dipangkas dari 69 menjadi hanya sembilan.
“Sembilan jenis itu terkait dengan pangan strategis. Yang kedua, pangan yang berkontribusi pada inflasi, dan pangan untuk memperkuat ekspor,” tambah Syahrul.
Karena anggarannya terbatas, Presiden meminta Kementerian Pertanian memastikan bahwa subsidi pupuk benar-benar sampai ke petani. Kementan akan menyusun daftar lebih detil terkait penerima subsidi pupuk untuk merealisasikan upaya ini. Syahrul meminta kerja sama BUMN produsen pupuk, dan pemerintah daerah dari provinsi hingga kecamatan agar program kementerian yang dipimpinnya berjalan baik.
“Bapak Presiden perintahkan dalam dua bulan tiga bulan ini harus selesai,” tegas Syahrul.
Dari data Kementerian Pertanian, alokasi pupuk subsidi 2023 ditetapkan sekitar sembilan juta ton. Rinciannya, pupuk urea 5,7 juta ton, NPK 3,2 juta ton, dan NPK formula khusus 211.003 ton. Sementara sembilan komoditas yang masih bisa menikmati pupuk subsidi adalah padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu, kopi dan kakao.
Perlu Desain Besar
Achmad Ya’kub, Deputi Asisten Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan yakin upaya mengatasi persoalan pupuk akan menemukan jalan keluar.
“Kalau secara waktu, harus yakin dengan Menteri Pertanian agar dia mampu melaksanakan yang ditugaskan Presiden,” ujarnya kepada VOA.
Catatannya, menteri pertanian harus memiliki grand design terkait strategi pupuk. Apa yang terjadi di zaman Orde Baru terkait bagaimana dampak pemakaian pupuk kimia dalam jangka panjang, harus menjadi pembelajaran.
“Kalau Pak Harto strateginya panca usaha tani. Masa dari zaman itu tidak ada perubahan sistem budidaya tanaman pangan. Kita kan sudah belajar, dengan pupuk kimia itu tanah jadi keras, jadi butuh asupan pupuk lebih banyak lagi dan anggaran yang besar,” ujar Achmad.
Langkah yang diambil Kementerian Pertanian sebenarnya cukup baik. Karena ketergantungan pupuk sangat tinggi, pengurangan subsidi menjadi salah satu strategi, dan menyisakan dua jenis pupuk, yaitu urea dan NPK. Sementara komoditas tanaman yang pupuknya memperoleh subsidi juga hanya sembilan, dari 69 yang dulu ada. Namun, harus dipikirkan, strategi yang akan diterapkan bagi jenis pupuk tanpa subsidi dan komoditas tanaman tanpa pupuk subsidi.
“Strategi itu mau enggak mau harus dilakukan dalam rangka memastikan harga pangan pokok, hortikultura dan perkebunan, yang banyak dibudidayakan rakyat, bisa terus berjalan. Baik di sisi petani maupun di sisi konsumennya,” tambah Achmad.
Dalam posisi inilah, sebuah grand design menjadi penting. Strategi jangka panjang untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan pemerintah, kesejahteraan petani dan harga yang terjangkau di tingkat konsumen.
Grand design itu misalnya mengambil jangka waktu 25 tahun, yang dibagi dalam strategi per lima tahun dan dirinci lagi menjadi strategi tahunan.
Salah satu bentuk yang bisa dipakai adalah pemakaian pupuk organik. Pilihannya adalah penyediaan pupuk organik oleh petani sendiri atau pemerintah. Namun terdapat hambatan untuk menerapkan hal ini karena pemerintah sudah mencabut subsidi dari pupuk organik sendiri. Selain itu, kata Achmad, pemakaian pupuk organik memiliki persoalan kultural.
“Selama ini petani sudah memakai pupuk pupuk karungan, yang sudah jadi kemudian tinggal disebar. Sudah jadi pelet maupun butiran,” jelas Achmad.
Sementara mendorong petani membuat pupuk organik, berarti meminta mereka menyediakan bahan, usaha dan material.
Soal kendala kultural ini, diakui oleh Harjono, petani dari Klaten, Jawa Tengah.
“Soal pupuk organik, petani itu kadang-kadang perilakunya beda-beda. Ada yang rajin, ada yang tidak. Kadang-kadang petani itu malas, pakai petroganik saja malas, karena dirasa kualitasnya kurang bagus,” kata dia.
Skema Penyaluran Pupuk Subsidi
Pemerintah telah menunjuk PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai holding BUMN pupuk dalam kegiatan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi. Pupuk subsidi hanya diberikan kepada petani yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 10/2022.
Vice President Penjualan Wilayah 1 PT Pupuk Indonesia Wawan Arjuna dalam pernyataan tertulis mengatakan petani yang berhak atas pupuk subsidi harus memenuhi sejumlah syarat. Mereka wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (SIMLUHTAN), menggarap lahan maksimal dua hektare, dan menggunakan Kartu Tani untuk wilayah tertentu.
“Pada 2023, input data petani yang berhak mendapat pupuk bersubsidi juga diubah, dari yang sebelumnya berdasarkan e-RDKK kini menjadi e-Alokasi,” kata Wawan.
Perangkat e-Alokasi berfungsi menghimpun dan menetapkan data alokasi pupuk bersubsidi untuk setiap daerah.
PT Pupuk Indonesia juga berperan mengawasi distribusi pupuk subsidi hingga ke level pengecer atau kios. Pengawasan ini untuk memastikan bahwa hanya petani yang masuk kriteria yang berhak menerima dan dijual dengan harga yang sudah ditetapkan.
Krisis Pupuk Dunia
Distribusi pupuk dunia menghadapi persoalan serius sekitar akhir 2021. Pandemi COVID 19 dan perang Ukraina-Rusia menjadi faktor dominan. Data menyebutkan, harga urea misalnya mengalami kenaikan dari $265 per ton menjadi $890 per ton pada Desember 2021. Harganya terus melambung hingga hampir $1000 per ton pada Juli 2022.
Dalam KTT G20 di Bali, Presiden Joko Widodo bahkan memberikan perhatian khusus terhadap perdagangan pupuk dunia, yang bisa berdampak pada ketahanan pangan.
“Kelangkaan pupuk secara global bisa mengancam produksi pangan secara global,” kata Jokowi dalam pembukaan KTT G20, 15 November 2022.
Perang Ukraina-Rusia membuat harga bahan baku pupuk, seperti gas alam, batuan fosfat dan KCl melambung. Negara-negara produsen pupuk menerapkan pembatasan ekspor untuk mengamankan konsumsi dalam negerinya.
China menurunkan produksi urea karena gonjang-ganjing harga batu bara pada 2021. Sementara kenaikan harga gas alam di Eropa dan Asia akhir 2021 membuat produsen pupuk menekan kapasitas produksi amonia dan urea hingga sekitar separuhnya. Pandemi juga mengganggu distribusi pupuk dari Amerika yang berdampak global.
Rusia sebagai pemain gas alam, pengekspor hampir 20 persen pupuk nitrogen dunia, eksportir kedua terbesar kalium, pengekspor ketiga pospat dunia dan memegang 15 persen produksi NPK memanfaatkan posisinya dalam krisis Ukraina. Berbagai negara, termasuk Indonesia, bahkan secara khusus meminta Rusia untuk tidak menjadikan pupuk sebagai “senjata” dalam diplomasi terkait krisis di Ukraina.
Namun krisis itu masih berlangsung sampai saat ini.
Dalam pertemuan dengan petani di Blora, Jawa Tengah pada 10 Maret 2023 lalu, Presiden menyebut Indonesia masih mengimpor 6,3 juta ton pupuk per tahun. Impor pun terkendala, karena perang Ukraina-Rusia yang belum berhenti.
“Problemnya sekarang, supaya Bapak-Ibu tahu, kita banyak impor bahan atau pupuk itu dari Rusia dan Ukraina. Yang kekurangan pupuk itu bukan hanya Indonesia, negara-negara lain yang tidak mempunyai pabrik pupuk apalagi, tidak dapat apa-apa sama sekali,” papar Jokowi. [ns/ah]
Forum