Tautan-tautan Akses

Risiko Kekerasan Meningkat di Myanmar Saat Junta Umumkan akan Menggelar Pemilihan 


Seorang demonstran berteriak dalam aksi protes, yang menandai peringatan tahunan kudeta militer Myanmar, di luar kantor PBB di Bangkok, Thailand, pada 1 Februari 2024. (Foto: Reuters/Chalinee Thirasupa)
Seorang demonstran berteriak dalam aksi protes, yang menandai peringatan tahunan kudeta militer Myanmar, di luar kantor PBB di Bangkok, Thailand, pada 1 Februari 2024. (Foto: Reuters/Chalinee Thirasupa)

Dengan banyak kekuatan yang menentang junta dan pemilihan, ketegangan dipastikan meningkat menjelang pemilihan, yang berisiko akan menimbulkan lebih banyak kekerasan

Empat tahun setelah merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih, jenderal-jenderal yang berkuasa di Myanmar, yang kini semakin terdesak, tengah berusaha kembali meraih legitimasi kekuasaan mereka yaitu dengan menggelar pemilu.

Dalam dua bulan terakhir, pihak junta telah menguraikan rencana kepada tetangga-tetangganya tentang pemilihan pada 2025, merilis hasil sensus yang dilakukan untuk menyiapkan daftar pemilih, dan mengumumkan di media pemerintah bahwa mereka berusaha untuk memastikan “stabilitas” pemungutan suara.

Bersama-sama, langkah-langkah tersebut merupakan deklarasi paling serius dari niat junta Myanmar untuk menyelenggarakan pemilihan sejak menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. Namun langkah untuk menggelar kembali pemilihan kini berlangsung di tengah-tengah perang saudara dimana militer secara bertahap kehilangan teritori di negara itu.

Dengan banyak kekuatan yang menentang junta dan pemilihan, ketegangan dipastikan meningkat menjelang pemilihan, yang berisiko akan menimbulkan lebih banyak kekerasan di saat kedua pihak berusaha meningkatkan kendali mereka atas teritori, ungkap delapan sumber, termasuk di dalamnya analis, pemberontak dan sumber diplomatik.

Tanggal pemilihan sendiri belum diumumkan, namun dengan pemilihan yang hanya akan digelar di sekitar setengah dari total wilayah negara itu, serta pelarangan puluhan kelompok oposisi, dan hanya diikuti oleh partai-partai pro militer yang telah lulus verifikasi, para kritikus menganggap rencana pemilihan umum tersebut sebagai tipuan semata.

Junta yang berkuasa hanya berhasil melakukan sensus menyeluruh di 145 daerah pemukiman dari total 330 daerah di seluruh negara, menurut laporan yang dipublikasikan pada Desember lalu. Para jenderal merencanakan untuk menyelenggarakan pemilu hanya di 160 sampai 170 daerah pemukiman pada akhir tahun, demikian menurut sumber yang mengetahui pembahasan masalah tersebut di ibu kota Myanmar, Nyapyidaw.

"Mereka ingin tetap menggelar [pemilu," ujar seorang sumber yang berbicara dengan syarat anonim. Ia menambahkan pihak junta akan berupaya menstabilkan area-area tersebut menjelang pemilu.

Juru bicara junta tidak merespons panggilan telepon untuk permintaan komentar.

Piha oposisi bersenjata, yang terdiri dari kelompok tentara etnis dan kelompok perlawanan baru yang terbentuk sejak kudeta berlangsung, telah merebut sejumlah wilayah dari tangan junta. Mereka mengusir junta dari wilayah perbatasan dan semakin menguatkan wilayah yang mereka kontrol ke arah wilayah pusat dataran rendah.

"Hal ini akan meningkatkan konflik pada level yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Ye Myo Hein, analis isu Myanmar di lembaga United States Institute of Peace, terkait pemilu yang akan datang.

Myanmar saat ini berada dalam kondisi darurat yang akan kedaluwarsa pada akhir Januari, dan spekulasi kini menggunung terkait apakah junta akan mendeklarasikan kembali perpanjangan kondisi darurat selama enam bulan ke depan atau mengumumkan tanggal pemilu menjelang peringatan kudeta. [jm/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG