Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara Jakarta dan juga depan Kantor Balaikota hari Rabu (10/12).
Para buruh menuntut agar Presiden Joko Widodo membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan juga meminta semua gubernur menaikan upah kerja dengan merevisi upah minimum provinsi dan kota.
Di Jakarta, saat ini upah minimum ditetapkan sebesar Rp 2,4 juta. Angka ini dianggap tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup para pekerja apalagi setelah kenaikan harga BBM.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal, Rabu mengatakan 60 komponen hidup layak (KHL) yang masih digunakan oleh seluruh Dewan Pengupahan seluruh Indonesia sudah sangat tidak memadai.
60 Komponen hidup layak tambahnya baik secara kualitas maupun kuantitas sudah tidak lagi menjamin dan memadai nilai kebutuhan hidup saat ini. Semua nilai upah minimum lanjutnya sudah di atas 60 item KHL.
Untuk itu, menurut Said, para buruh meminta 60 KHL itu ditingkatkan menjadi 84 item KHL. Hal ini sangat penting dilakukan lanjutnya mengingat tahun 2015, Indonesia akan memasuki ekonomi ASEAN atau pasar bebas ASEAN.
"Apa tujuan pasar bebas ASEAN adalah kesejahteraan, di samping perdagangan. Oleh karena itu, karena orientasinya kesejahteraan dari sisi buruh, sedangkan orientasi perdagangan dari sisi pemerintah dan pengusahan. Buruh berpandangan ketika masyarakat ekonomi ASEAN terjadi, berapa upah minimum di Manila, Kuala Lumpung, Bangkok dan berapa di Jakarta. Hari ini Jakarta baru Rp 2,4 juta. Manila sudah Rp 3,6 juta. Bangkok sudah Rp 3,2 juta, Kuala Lumpur sudah 2,94 juta," papar Said Iqbal.
Said Iqbal menambahkan, kondisi buruh sekarang ini sangat memprihatinkan ditambah dengan adanya kenaikan harga BBM.
Said Iqbal juga menyatakan bahwa aksi ini sebagai pemanasan. Nantinya akan ada mogok nasional jilid II yang akan dilakukan oleh sekitar dua juta buruh pada awal Januari 2015. Tuntutan para buruh tambahnya juga masih sama.
"(Upah) Rp 2,4 juta di Jakarta misalnya, untuk sewa rumah Rp700 ribu,untuk transportasi, sosial, ke pabrik mungkin Rp600 ribu, itu aja sudah Rp1,3 juta. Makan sehari tarolah di warteg satu kali Rp 10.000 sebulan sudah Rp900 ribu. Ini aja sudah Rp 2,2 juta. Sisa (cuma) 200 ribu. 200 ribu orang bertahan hidup di Jakarta untuk sebulan apakah realistis? Padahal daya beli kita sudah nomor 10 di dunia," ujar Said lagi.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Benny Sutrisno mengatakan kenaikan upah buruh juga harus dilihat dari kemampuan perusahaannya, karena apabila perusahaan tidak mampu menaikan upah sesuai tuntutan buruh, maka banyak perusahaan akan tutup.
Akibat yang dirugikan dari penutupan ini, menurutnya juga para buruh.
"Saya kira buruh butuh pengusaha. Pengusaha butuh buruh. Perjuangan buruh di mana-mana selalu minta upahnya naik, tetapi perhitungannya jangan hanya dari makro ekonomi. Sisi mikro juga kita harus hitung. Tidak semua sektor itu mampu bisa bertahan dengan upah minimum yang diminta buruh," ungkap Benny.
Dari pihak pemerintah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri menyatakan pemerintah akan mengkaji masalah pengupahan buruh ini.