Tautan-tautan Akses

Trump akan Umumkan Pengakuan AS Soal Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel


Presiden Donald Trump didampingi oleh Senator Joni Ernst (partai Republik dari Iowa, kiri) dan Senator Jeff Flake (partai Republik dari Arizona, kanan), sebelum jamuan makan siang di Ruang Roosevelt Gedung Putih, Selasa, 5 Desember 2017, di Washington, D.C.
Presiden Donald Trump didampingi oleh Senator Joni Ernst (partai Republik dari Iowa, kiri) dan Senator Jeff Flake (partai Republik dari Arizona, kanan), sebelum jamuan makan siang di Ruang Roosevelt Gedung Putih, Selasa, 5 Desember 2017, di Washington, D.C.

Presiden Donald Trump, Rabu (6/12) ini berencana mengumumkan bahwa Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan besar Amerika dari Tel Aviv.

Keputusan tersebut kemungkinan akan menimbulkan kegemparan di seluruh dunia Arab. Namun Gedung Putih mengatakan bahwa Trump hanya mengakui apa yang disebutnya realitas modern dan bersejarah.

Untuk melunakkan apa yang bisa menjadi pukulan keras, Presiden Amerika Donald Trump hari Selasa (5/12) menelpon lima pemimpin negara di Timur Tengah untuk memberitahu mereka mengenai keputusannya. Kelima pemimpin itu adalah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Raja Yordania Abdullah, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi dan Raja Arab Saudi Salman Bin Abdulaziz Al Saud.

Sebuah pernyataan Gedung Putih hanya memberikan sedikit rincian percakapan tersebut, kecuali dikatakan “para pemimpin juga mendiskusikan potensi keputusan mengenai Yerusalem.” Ditambahkan bahwa Trump menegaskan kembali komitmennya untuk memajukan perundingan perdamaian Israel-Palestina dan pentingnya mendukung perundingan tersebut.

Para pejabat Gedung Putih Selasa malam mengatakan bahwa Trump mengakui Yerusalem bukan hanya sebagai ibu kota bersejarah bagi bangsa Yahudi, tetapi telah menjadi pusat pemerintahan Israel sejak berdirinya Israel modern pada tahun 1948.

Mereka mengatakan bahwa presiden akan memerintahkan Departemen Luar Negeri untuk mulai membuat rencana memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv. Mereka menambahkan proses itu akan memakan waktu bertahun-tahun untuk mencari lokasi yang tepat, mendapatkan dana, dan membangun gedung baru. Sampai gedung baru itu siap ditempati, Trump akan menandatangani surat dispensasi yang menunda relokasi tersebut.

Berdasarkan undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Bill Clinton pada tahun 1995, kedutaan harus dipindahkan ke Yerusalem kecuali jika presiden menandatangani surat dispensasi setiap enam bulan yang menyatakan bahwa memindahkan kedutaan akan mengancam keamanan nasional Amerika. Setiap presiden sejak Presiden Clinton, termasuk Presiden Trump, telah menandatangani surat dispensasi itu.

Dennis Ross, wakil Amerika dalam proses perdamaian Timur Tengah di bawah tiga presiden dan bekerja dengan para perunding Israel dan Palestina untuk mencapai Persetujuan Interim 1995. Hari Selasa dia mengatakan bahwa Trump tampaknya meninggalkan banyak ruang bagi Israel maupun dunia Arab untuk bermanuver di lingkungan yang baru saja berubah.

Dalam jumpa pers hari Selasa, Dennis Ross mengatakan kepada para wartawan, "Sangat penting bagi presiden untuk meyakinkan teman-teman kita dan mengatakan bahwa pada dasarnya kebijakan baru ini tidak mengubah kemampuan Palestina dan dunia Arab yang cenderung melihat Yerusalem bukan hanya sebagai isu Palestina tapi juga sebagai isu regional, bahwa posisi mereka, kekhawatiran mereka, klaim mereka tidak dilupakan dan masih harus menjadi bagian dari proses negosiasi.”

Sebagian pejabat di Washington telah menyatakan kekhawatiran tentang potensi timbulnya reaksi keras terhadap kepentingan Israel dan Amerika di wilayah tersebut.

Ketika ditanya apakah Menteri Luar Negeri Rex Tillerson sepakat dengan keputusan yang dapat membuat warga dan tentara Amerika di Timur Tengah terancam itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Heather Nauert mengatakan Menlu Tillerson “telah membuat posisinya jelas bagi Gedung Putih. Saya kira Departemen Pertahanan juga demikian, tapi pada akhirnya ini adalah keputusan yang dibuat oleh presiden. Dia bertanggung jawab.”

Konsulat Jenderal Amerika di Yerusalem melarang para karyawan pemerintah Amerika dan keluarga mereka untuk melakukan perjalanan pribadi hari Rabu beberapa bagian kota itu, yakni di Kota Tua dan Tepi Barat, termasuk Bethlehem dan Jericho, di tengah-tengah ramainya seruan demonstrasi.

Kedutaan besar Amerika di seluruh dunia juga telah diperintahkan untuk meningkatkan keamanan.

Suasana di kota tua yerusalem, 5 Desember 2017. (Foto: dok).
Suasana di kota tua yerusalem, 5 Desember 2017. (Foto: dok).

Menjelang pengumuman Trump, para pemrotes Palestina di Betlehem menyatakan kemarahan mereka atas rencana Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

“Kami membakar gambar Trump di sini untuk mengirimkan pesan kepada rakyat Amerika, kepada Trump sendiri, kepada semua orang di seluruh dunia bahwa kami tidak akan menerima Perpindahan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem. Yerusalem adalah ibu kota Palestina. Dengan memindahkan kedutaan, Trump melewati semua garis merah dalam politik. Kami sebagai orang Palestinaakan terus berjuang untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota kami sendiri,” kata Munther Amira, salah seorang aktivis Palestina.

Israel menguasai Yerusalem dalam Perang Enam Hari 1967. Israel kemudian mencaplok Yerusalem Timur. Israel selalu mengatakan bahwa Yerusalem yang terbagi adalah ibu kota abadinya. Sementara itu, rakyat Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara mereka kelak.

Di Yerusalem terdapat Masjid Al Aqsa, tempat tersuci ketiga dalam Islam, atau oleh bangsa Yahudi disebut "Temple Mount", yang merupakan tempat tersuci dari semuanya.

Negara-negara Arab dan Muslim telah memperingatkan bahwa setiap keputusan untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika dapat mempengaruhi ketegangan di kawasan itu dan menghancurkan upaya Amerika untuk mencapai kesepakatan damai Arab-Israel. [lt/uh]

XS
SM
MD
LG