Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengancam akan memutuskan hubungan dengan Israel jika Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Seperti dilaporkan wartawan VOA Dorian Jones dari Istanbul, hubungan diplomatik penuh antara Israel dan Turki baru saja pulih, setelah lobi yang gencar oleh Washington.
Presiden Erdogan mengatakan setiap langkah Donald Trump, untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan menjadi "pukulan besar bagi hati nurani manusia."
Dalam pidatonya Selasa (5/12) di parlemen Turki, Erdogan memperingatkan konsekuensi diplomatik serius jika Washington melanjutkan langkah itu.
"Tuan Trump, Yerusalem adalah garis merah bagi umat Islam. Turki bisa saja memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel karena masalah ini," tegas Erdogan.
Erdogan selama ini adalah pendukung kuat Palestina dan telah berbicara dengan para pemimpin Palestina dalam beberapa hari terakhir. Trump melewatkan tenggat waktu hari Senin untuk menandatangani surat perintah yang akan menunda pemindahan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sejak 1995, setiap presiden AS telah menandatangani penundaan tersebut.
Pejabat Washington mengatakan keputusan akhir belum dibuat mengenai masalah ini.
Menteri Kabinet Israel Naftali Bennett meremehkan komentar presiden Turki tersebut, dengan mengatakan, "Akan selalu ada orang-orang yang mengkritik, namun pada akhirnya, lebih baik memiliki Yerusalem yang bersatu daripada simpati Erdogan."
Hubungan diplomatik penuh antara Israel dan Turki dipulihkan tahun lalu, setelah Washington melakukan upaya diplomatik yang gencar. Hubungan kedua negara itu ambruk pada tahun 2010 setelah pasukan komando Israel membunuh 10 aktivis Turki yang berusaha menerobos blokade ekonomi Israel di Gaza.
Meskipun hubungan diplomatik sudah pulih, kedua negara itu semakin sering berada pada sisi yang berlawanan di kawasan tersebut. Turki marah karena Israel mendukung referendum kemerdekaan warga Kurdi Irak pada bulan September, sementara kerjasama Turki yang meningkat dengan Iran telah memperkeruh hubungan dengan Israel.
Analis mengatakan Erdogan memilih Israel, daripada Washington, sebagai tempat melampiaskan kemarahannya merupakan pertanda bahwa presiden Turki mungkin enggan menyerang Trump secara pribadi.
Walaupun sejumlah perbedaan telah mencemari hubungan AS dan Turki, yang merupakan sekutu NATO, Erdogan menghindari konfrontasi dengan Trump. Presiden AS juga telah menahan diri untuk tidak secara terbuka mengkritik Erdogan.
Pada bulan September, terakhir kali kedua pemimpin bertemu, Trump menggambarkan Erdogan sebagai "teman" dan hubungan mereka tetap dekat. [as/ii]