Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta pengertian media massa, agar menurunkan laporan yang berhati-hati mengenai kasus penyanderaan 20 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia, oleh perompak Somalia, sejak pertengahan Maret lalu.
Peringatan kepada media disampaikan, mengingat gencarnya publikasi dapat berpengaruh kepada keselamatan dan kelancaran proses penyelamatan ke-20 ABK tersebut. Demikian yang disampaikan Presiden Yudhoyono di Jakarta, Selasa.
“Dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infornmasi Publik telah diatur dengan gamblang bahwa ada informasi publik yang dikecualikan, ada di pasal 17, antara lain manakala berkaitan dengan operasi pertahanan dan keamanan atau operasi penegakan hukum termasuk menghadapi kejahatan transnasional," ujar Presiden. "Tetapi intinya adalah keperluan untuk tidak serta merta membuka semua itu ke arena publik.”
Presiden mengaku sejak awal pemerintah telah mengikuti kasus ini melalui Kementerian Politik, Hukum, dan HAM, Kementerian Luar Negeri, TNI, dan serta Badan Intelijen Negara. Ia sekaligus meminta dukungan masyarakat dan media massa agar pilihan-pilihan yang ditawarkan kepada pembajak diterima. Terakhir, kepala pembajak meminta tebusan sebesar 3,5 juta dolar AS (sekitar 30,3 miliar rupiah).
“Saya minta pengertian dari masyarakat, insan pers untuk benar-benar memberikan kesempatan, benar-benar mendukung upaya pemerintah mengemban tugas ini agar berhasil. Sebab banyak kejadian di banyak negara, karena terbukanya sesuatu ke masyarakat luas sehingga operasi khusus itu gagal dilaksanakan," tambah Presiden.
Untuk pertamakalinya, kawanan perompak Somalia menyandera kapal berbendera Indonesia, 16 Maret lalu. Kapal MV Sinar Kudus milik PT Samudera Indonesia itu ditahan dalam perjalanan menuju Laut Merah, dengan tujuan akhir ke Belanda, dengan membawa nikel milik PT Aneka Tambang sebanyak 8.300 ton senilai 1,5 triliun rupiah.
Sementara dalam sidang di Markas PBB New York, Senin, Dewan Keamanan PBB menyerukan terbentuknya pengadilan, penjara, dan perangkat hukum khusus untuk menindak para perompak Somalia. Usulan ini datang dari Rusia. Alasannya, aksi mereka dalam beberapa tahun terakhir semakin merajalela.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, menilai seruan ini sebaiknya diterima pula oleh Indonesia. “Itu satu-satunya celah hukum yang dimiliki, jika ada kasus yang sama di masa depan bisa dibentuk satu gugus tugas (task force) dari PBB untuk mengamankan (lepas pantai) Somalia-Teluk Aden," jelas Andi.
"Selama ini, inisiasinya dari negara-negara Eropa Barat atau dalam bentuk Operasi Atlanta, atau CTF 50-51 (pasukan khusus Angkatan Laut AS), bukan dari PBB meskipun mereka merujuk Resolusi PBB 1838 (Resolusi yang meminta partisipasi negara-negara anggotanya untuk membantu pengamanan di daerah lepas pantai Somalia),” tambahnya.
Pemerintahan Somalia tidak berfungsi dengan normal sejak 1991, akibat perang saudara yang berlangsung selama puluhan tahun. Perairan negara ini langsung berbatasan dengan Yaman, yang juga sedang dilanda konflik. DK PBB juga mendesak pihak negara maupun non negara, dalam hal ini para perusahaan pengapalan internasional, untuk mendukung proyek pengadilan dan penjara khusus, melalui mekanisme dana bersama.