Tautan-tautan Akses

Presiden Iran Melawat ke Irak dalam Lawatan Luar Negeri Pertama


Presiden Iran Masoud Pezeshkian dalam wawancara televisi yang disiarkan oleh TV pemerintah dari kantornya di Teheran, Iran, 31 Agustus 2024. (Foto: Kantor Kepresidenan Iran via AP)
Presiden Iran Masoud Pezeshkian dalam wawancara televisi yang disiarkan oleh TV pemerintah dari kantornya di Teheran, Iran, 31 Agustus 2024. (Foto: Kantor Kepresidenan Iran via AP)

Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, akan mengunjungi negara tetangganya, Irak, pada Rabu (11/9) untuk mempererat hubungan yang sudah erat pada kunjungan luar negeri pertamanya sejak menjabat.

Pezeshkian telah berjanji akan memprioritaskan hubungan dengan negara-negara tetangga ketika ia berupaya meringankan isolasi internasional terhadap Iran dan mengurangi dampak sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Iran.

Kunjungannya terjadi setelah negara-negara Barat pada Selasa (10/9) mengumumkan sanksi baru terhadap Iran karena memasok rudal jarak pendek ke Rusia untuk digunakan melawan Ukraina.

Kunjungan Pezeshkia juga berlangsung di tengah gejolak di Timur Tengah yang dipicu oleh perang di Gaza. Konflik di Gaza yang telah menarik kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Iran di seluruh wilayah tersebut dan memperumit hubungan Baghdad dengan Washington.

Pada Selasa malam, sebuah ledakan terdengar di pangkalan koalisi antimilitan pimpinan AS di bandara internasional Baghdad, menurut pejabat keamanan Irak.

Juru bicara untuk Ketaeb Hizbullah (Brigade Hizbullah) yang didukung Iran di Irak mengatakan serangan pada Selasa malam itu bertujuan untuk "mengganggu kunjungan Presiden Iran ke Bagdad."

Hubungan antara Iran dan Irak, keduanya negara dengan mayoritas penduduk adalah pemeluk Syiah, semakin erat sejak invasi pimpinan AS pada 2003 menggulingkan rezim diktator Irak Saddam Hussein yang didominasi Sunni.

Pezeshkian secara langsung menghubungkan penguatan hubungan dengan tekanan sanksi.

“Hubungan dengan negara-negara tetangga… dapat menetralisasi sejumlah besar tekanan sanksi,” katanya bulan lalu.

Iran telah menderita selama bertahun-tahun akibat sanksi Barat yang melumpuhkan. Apalagi, setelah musuh bebuyutannya, Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan presiden saat itu Donald Trump, secara sepihak meninggalkan perjanjian nuklir penting antara Iran dan negara-negara besar pada 2018.

Pezeshkian, yang menjabat sebagai presiden pada akhir Juli, telah mengangkat Mohammad Javad Zarif, diplomat tertinggi yang menegosiasikan kesepakatan 2015, sebagai wakil presiden urusan strategis sebagai bagian dari upayanya untuk Iran lebih terbuka. [ft/rs]

XS
SM
MD
LG