Presiden Guinea Bissau Umaro Sissoco Embalo telah membubarkan parlemen setelah apa yang dia sebut sebagai sebuah upaya perebutan kekuasaan pada pekan lalu.
Dalam sebuah dekrit yang terbit pada Senin (4/12), Embalo menuduh pemerintah bersikap pasif dalam menghadapi kekerasan, di mana bentrokan telah pecah pada Kamis (30/11) antara dua faksi tentara.
Langkah Embalo itu menjadikan negara di Afrika Barat yang tidak stabil tersebut tidak memiliki lembaga legislatif untuk kedua kalinya sejak dirinya berkuasa pada 2020.
Dan hal itu kemungkinan dapat meningkatkan kekacauan lebih lanjut.
Dia mengatakan bahwa pemilu akan segera diselenggarakan tetapi waktu pastinya belum ditentukan.
Pengumuman tersebut segera dianggap sebagai langkah tidak konstitusional oleh pesaing utama Embalo, Domingos Simoes Pereira.
Pereira adalah presiden parlemen dan ketua dari partai PAIGC yang memenangkan mayoritas kursi legislatif dalam pemilu bulan Juni lalu.
Hasil pemilu itu telah menggagalkan rencana Embalo untuk perubahan konstitusi yang akan memberikan kesempatan baginya untuk mengonsolidasikan kekuatan dengan menghapus sistem semi presidensial.
Kudata dan kerusuhan sudah menjadi hal biasa di Guinea Bissau sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Portugal pada 1974.
Setidaknya enam orang terbunuh dalam sebuah upaya untuk menggulingkan Embalo pada Februari 2022.
Dalam dekritnya pada Senin, Embalo mengatakan bahwa ada bukti-bukti yang kuat dari keterlibatan politik dalam sebuah percobaan kudeta.
Hal itu, kata dia, telah membuat fungsi-fungsi normal dari lembaga-lembaga republik menjadi tidak berkelanjutan.
Puluhan warga berkumpul di luar majelis nasional pada Senin untuk memprotes keputusan presiden, dan mengatakan bahwa mereka lelah untuk memberikan suara kembali dalam pemilihan anggota parlemen baru. [ns/lt]
Forum