Setelah memulangkan terpidana Mary Jane Fiesta Veloso ke Filipina dan lima narapidana kasus narkotika yang dijuluki “Bali Nine” ke Australia pada Desember 2024, kini pemerintah akan memindahkan terpidana mati narkotika Serge Areski Atlaoui ke negara asalnya, Prancis. Proses pemindahan itu dijadwalkan akan berlangsung pada 4 Februari.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan jadwal pemindahan itu merujuk pada practical arrangement atau pengaturan praktis yang ditandatangani oleh kedua negara secara daring pada Jumat (24/1).
Pengaturan praktis pemindahan Serge itu ditandatangani oleh Yusril dan Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin melalui video telekonferensi, disaksikan langsung oleh Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Fabien Penone, di kantor Kemenkumham Imipas.
“Yang kita tandatangani hari ini adalah kesepakatan antara dua pemerintah untuk memindahkan terpidana warga negara Prancis bernama Serge Atlaoui, yang telah dipidana dengan pidana hukuman mati, tetapi sampai hari ini belum dieksekusi dan yang bersangkutan sudah 20 tahun berada dalam tahanan sejak tahun 2005 sampai tahun 2025 sekarang ini,” ujar Yusril.
Pengaturan Praktis
Pemerintah memutuskan tidak melakukan eksekusi terhadap Serge dan sepakat untuk memindahkannya ke Prancis, setelah Paris menyetujui pengaturan praktis.
Dengan pengaturan itu, kata Yusril, pemerintah Prancis sepakat menghormati kedaulatan Republik Indonesia untuk menjatuhkan pidana terhadap warga negaranya. Hal ini berarti, Prancis mengakui vonis mati yang dijatuhkan pengadilan Indonesia kepada Serge Atlaoui. Setelah dipindahkan, kewenangan pemindahan terhadap Serge beralih ke Prancis. Terkait hal ini, pemerintah akan menghormati keputusan Prancis, termasuk apabila nantinya mengubah vonis.
Berdasarkan hukum Prancis, kasus yang menjerat Serge dijatuhi hukuman pidana maksimal 30 tahun penjara. Ia dimungkinkan bebas jika pemerintah Prancis mengubah hukuman itu menjadi 20 tahun penjara, mengingat Serge telah menjalani pidana penjara selama 20 tahun di Indonesia.
“Apakah nanti presiden Prancis akan memberikan grasi, atau akan memberikan amnesti, atau apapun kebijakan untuk mengurangi, misalnya tidak sampai 30 tahun, atau tetap dengan keputusan pengadilan Indonesia, itu sepenuhnya kita serahkan kepada pemerintah Prancis,” ungkapnya.
Yusril menggarisbawahi bahwa pemindahan tersebut dilakukan dengan prinsip resiprokal. Artinya Prancis wajib mempertimbangkan jika suatu saat Indonesia meminta warga negaranya yang terkena pidana di negara itu ditransfer ke Indonesia.
Dijatuhi Hukuman Mati
Serge Areski Atlaoui merupakan terpidana mati dalam kasus pengoperasian pabrik ekstasi di Cikandem, Tangerang, Banten, pada 2005. Dia berkali-kali mengajukan pengampunan atau grasi kepada RI-1, tetapi tidak pernah membuahkan hasil.
Yusril menjelaskan Serge, yang pelaksanaan hukuman matinya pada 2015 ditangguhkan, kini dipindahkan sementara dari Nusakambangan ke Lapas Salemba karena mengidap kanker.
Fabien Penone mengatakan Menteri Kehakiman Prancis Gérald Darmanin berterima kasih atas keputusan pemindahan narapidana Serge ke Prancis tersebut.
“Kami sekarang sedang mengupayakan pelaksanaan pemindahan tahanan tersebut seperti yang kami sebutkan sebelumnya. Kami ingin membangun kerja sama hukum dalam segala hal. Kami sedang memperkuat hubungan dan kemitraan bilateral (dengan Indonesia),” ujarnya.
Aturan Hukum Pemindahan Tahanan Asing
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan sebenarnya Indonesia belum memiliki undang-undang yang mengatur tentang pemindahan narapidana asing seperti ini. Ia mengatakan pemindahan sekarang itu dilakukan berdasarkan diskresi atau keputusan presiden.
Dia menyerukan Dewan Perwakilan (DPR) untuk segera membuat undang-undang soal pengaturan pemindahan tahanan warga asing ke negara asalnya supaya dapat mengatur kasus-kasus apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pengaturan pemindahan.
Fickar menilai narapidana kasus terorisme tidak layak untuk dipindahkan ke negara asalnya karena tindakan tersebut sangat berbahaya. Demikian pula untuk narapidana yang merupakan bandar narkoba.
Pemindahan Tahanan di Amerika
Di Amerika, pemindahan tahanan asing diatur lewat “Program Pemindahan Tahanan Internasional” yang diberlakukan sejak 1977. Sejauh ini lebih dari 70 negara telah menjadi mitra dalam perjanjian pemindahan tahanan secara bilateral atau multilateral dengan Amerika.
Meskipun kebanyakan narapidana yang dipindahkan keluar dari Amerika ini adalah tahanan federal; seluruh 50 negara bagian bersama Puerto Riko dan Kepulauan Northern Mariana memiliki aturan hukum yang mengatur pemindahan tahanan asing ini lewat “Program Pemindahan Tahanan Internasional.”
Pemerintah Amerika Serikat pada pertengahan Januari lalu memindahkan 11 narapidana Yaman dari penjara militer di Teluk Guantanamo, Kuba, ke pemerintah Oman, yang siap membantu pemukiman kembali dan pemantauan kemanan terhadap mereka. Pemindahan ini merupakan hasil perundingan diplomatik yang panjang dan rumit selama beberapa tahun terakhir. Sebelumnya Oman juga telah menerima 30 tahanan dari Guantanamo.
Kesebelas narapidana itu ditangkap pasca serangan teroris 11 September 2001 setelah ditahan selama lebih dari dua dekade tanpa tuntutan hukum atau menjalani sidang pengadilan.
Mereka sedianya dijadwalkan untuk dipindahkan pada Oktober 2023, tetapi ditangguhkan karena keprihatinan Kongres dengan ketidakstabilan situasi di Timur Tengah pasca serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober, yang bergulir menjadi perang Israel-Hamas.
Pemindahan yang dilakukan hanya beberapa hari di akhir kepemimpinan Presiden Joe Biden itu disebut-sebut sebagai upaya terakhir pemerintahnya untuk mengurangi jumlah tahanan di Guantanamo, dengan tujuan menutup fasilitas militer tersebut.
Dalam beberapa minggu terakhir, Amerika juga telah memindahkan empat tahanan Guantanamo lainnya – yaitu seorang warga Kenya, seorang warga Tunisia, dan dua warga Malaysia – dan sedang mempersiapkan pemindahan setidaknya satu tahanan asal Irak. [fw/em]
Forum