Kondisi politik di Libya yang semakin memanas tidak memungkinkan Indonesia melakukan kegiatan ekspor impor. Menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia Komite Timur Tengah dan Organisasi Konferensi Islam atau OKI, Fachry Tayib, untuk sementara perdagangan antara Indonesia dan Libya dihentikan.
Meskipun volume perdagangan antara Indonesia dan Libya tidak terlampau besar, namun sebenarnya sejak tahun lalu justeru kedua negara sedang mengupayakan meningkatkan kerjasama perekonomian.
Menurut Fachry Tayib, jika selama ini perdagangan minyak berperan penting, kedepannya nanti komoditas lain akan diperbanyak. “Kita banyak kirim kesana ban, kemudian furniture, dan kertas. Delegasi Libya sudah beberapa kali datang kesini. Mereka mau bikin jalan 2.500 kilometer keliling dari Libya sampai ke Tunisia, kalau nggak salah sampai ke Maroko."
Ketua Kadin Komite Timur Tengah ini menambahkan, "Kita sudah announce kepada rekan-rekan kita supaya ikut berbisnis ke Libya, tahun lalu masih oke ya nggak ada masalah apa-apa, sempat ada teken kontrak 1,2 milyar dollar. Mereka mau membangun gedung, bangun jalan, membangun tangki air.”
Sejak bergejolaknya beberapa negara di kawasan Timur Tengah sepanjang tahun ini, FachryTayib mengakui Indonesia kehilangan peluang eskpor. Meksi tidak sebesar jika dibandingkan dengan ekspor produk asal Indonesia ke Amerika dan negara-negara Eropa, namun ditegaskannya perdagangan dengan Libya dan negara-negara lain di Timur Tengah berpotensi tumbuh.
“Saudi sangat menjadi andalan, Mesir juga bagus, Iran bagus, Irak mulai, tapi sentralnya kan umumnya di Dubai. Kadang-kadang kita hanya impor di Duba,i kita nggak tahu sasaran tujuannya kemana”, ungkap Fachry.
Sementara, menurut pengamat Timur Tengah dari The Indonesian Society for Midle East, Smith Alhadar, sebagai negara netral posisi Indonesia tetap berpeluang besar diterima termasuk sektor perdagangan jika akhirnya nanti Libya dipimpin oleh pemerintahan baru. “Cukup bagus bagi posisi Indonesia, karena kita tidak terlibat konflik secara langsung. Sehingga dengan adanya kemenangan oposisi membuka peluang bagi Indonesia. Karena bagaimanapun juga, rezim yang baru ini akan memerlukan mitra-mitra baru di bidang perdagangan”, ungkap Alhadar.
Pengamat Timur Tengah ini juga mengingatkan Indonesia agar tidak terburu-buru melakukan hubungan jika pemerintahan baru di Libya nanti terbentuk, termasuk dalam membangun hubungan dagang. "Musti dilihat dulu Libya yang bagaimana yang akan terbentuk nanti. Kalau Libya bisa berjalan dengan mulus kedepan, membentuk sebuah negara demokratis, maka peluang bagi Indonesia cukup besar untuk ikut masuk dalam urusan ekonomi”, demikian ungkap Smith Alhadar.
Menurut catatan Kadin Indonesia, ekspor produk Indonesia ke Libya hingga Mei 2011 mencapai 10 juta dollar Amerika dan realisasi ekspor tahun lalu sebesar 23 juta dolar Amerika.