Tautan-tautan Akses

Penyintas Bom Bali Khawatir Bantuan LPSK Terhenti Akibat Efisiensi Anggaran


Chusnul Chotimah, 55 tahun, seorang penyintas bom Bali 2002, yang selama ini mengandalkan dana LPSK untuk pengobatan dan bantuan psikiatris, di Sidoarjo, Jawa Timur, 21 Februari 2025. (Foto: Prasto Wardoyo/Reuetrs)
Chusnul Chotimah, 55 tahun, seorang penyintas bom Bali 2002, yang selama ini mengandalkan dana LPSK untuk pengobatan dan bantuan psikiatris, di Sidoarjo, Jawa Timur, 21 Februari 2025. (Foto: Prasto Wardoyo/Reuetrs)

Bom Bali 2002 yang menyasar klub malam di Pantai Kuta diduga dilakukan oleh jaringan Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan al Qaeda. Serangan itu menewaskan 38 warga Indonesia, 88 warga Australia, serta korban dari 20 negara lainnya.

Lebih dari 20 tahun berlalu dan 37 operasi dijalani, Chusnul Chotimah masih merasakan trauma setiap kali mengingat malam saat ia lolos dari ledakan bom di Bali. Serangan itu menewaskan 202 orang dan menjadi salah satu aksi teror paling mematikan di dunia.

Di sekujur tubuh perempuan berusia 55 tahun itu masih tampak bekas-bekas luka bakar dari peristiwa tragis itu. Kini, ia justru cemas kehilangan akses perawatan gratis yang membantunya bertahan. Kekhawatiran itu muncul setelah Presiden Prabowo Subianto mengumumkan pemangkasan anggaran Rp311 triliun demi mendanai program prioritas pemerintah, termasuk Makan Siang Bergizi (MBG). Para analis khawatir langkah ini bisa mengganggu layanan publik dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Bom Bali 2002 yang menyasar klub malam di Pantai Kuta diduga dilakukan oleh jaringan Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan al Qaeda. Serangan itu menewaskan 38 warga Indonesia, 88 warga Australia, serta korban dari 20 negara lainnya.

Di tengah masa pemulihan yang menyakitkan dan usahanya mempertahankan warung kecil di Sidoarjo, Jawa Timur, Chusnul masih mengandalkan bantuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk biaya pengobatan dan konsultasi psikiater.

Polisi dan tim forensik Australia melakukan pemeriksaan di lokasi ledakan di Kuta, Bali (17/10/2002). Setelah Bom Bali 2002, jaringan teroris Indonesia kini dalam keadaan kocar-kacir.
Polisi dan tim forensik Australia melakukan pemeriksaan di lokasi ledakan di Kuta, Bali (17/10/2002). Setelah Bom Bali 2002, jaringan teroris Indonesia kini dalam keadaan kocar-kacir.

"Saya menelepon Bu Susi, wakil kepala LPSK, dan bertanya, 'Bu Susi, benarkah pemerintah akan memotong anggaran LPSK?' Ia menjawab ya. Lalu saya tanyakan, bagaimana dampaknya terhadap bantuan medis bagi para korban? Ia berkata, 'Sepertinya bantuan Anda tidak akan terjamin'," kenang Chusnul.

Kepala LPSK, Achmadi, mengatakan kepada Reuters bahwa anggaran lembaganya memang merasakan dampak efisiensi. Namun mereka tetap berkomitmen mengakomodasi hak-hak saksi dan korban sembari berupaya meningkatkan efisiensi.

Achmadi mengatakan kepada DPR pada minggu lalu bahwa anggaran LPSK tahun ini dipangkas lebih dari setengahnya menjadi hanya Rp108 miliar.

Kantor Staf Presiden belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar Reuters pada Sabtu. Sebelumnya Kantor Staf Presiden menyatakan bahwa efisieni anggaran hanya menyasar pada pengeluaran yang tidak perlu, bukan layanan publik yang esensial.

Namun, para menteri menindaklanjuti arahan presiden itu dengan memangkas anggaran, mulai dari pemeliharaan jalan dan jembatan hingga pengurangan biaya listrik untuk lampu kantor.

Ribuan mahasiswa turun ke jalan di berbagai kota pada minggu ini, memprotes pemotongan anggaran yang dikhawatirkan dapat merusak sistem dukungan sosial.

Dengan penghasilan tak seberapa, sekitar Rp65.400 per hari dari warung makannya, Chusnul harus memutar otak untuk menanggung biaya pengobatannya sendiri sekaligus perawatan mahal bagi putranya yang menderita penyakit von Willebrand, kelainan langka yang memengaruhi pembekuan darah.

Korban bom Bali lainnya mengatakan kepada Reuters bahwa mereka sudah melayangkan surat ke DPR dan Prabowo, menuntut LPSK mendapatkan dispensasi dari kebijakan pemotongan anggaran.

"Saya bisa mencoba mendapatkan penghasilan dari bekerja, saya akan berjuang untuk makanan dan sekolah anak-anak saya, tetapi perawatan saya tidak akan berjalan tanpa bantuan LPSK," kata Chusnul. "Saya tidak akan bisa menjalani hidup normal lagi." [ah/ft]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG