Banyak yang telah dikatakan dan ditulis tentang 'garis merah' setelah sebulan yang lalu Suriah diduga melanggar batas yang telah ditekankan Presiden Amerika Barack Obama setahun sebelumnya.
Serangan udara Amerika yang diantisipasi banyak pihak tidak juga dilancarkan, dan kini para pakar bertanya-tanya apakah 'garis merah' internasional lainnya akan dihormati, khususnya tentang Iran dan senjata nuklir.
Presiden baru Iran akan berkunjung ke New York minggu depan untuk menghadiri Majelis Umum PBB, di mana banyak pihak mengharapkan awal baru untuk memastikan bahwa negaranya tidak mengembangkan senjata nuklir.
Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Hassan Rouhani saling bertukar surat bernada damai dengan Presiden Obama, memerintahkan pembebasan 11 tahanan politik dan mengatakan Iran tidak akan pernah menjadi negara nuklir.
Tetapi masyarakat internasional ingin tetap menekan Iran, melalui sanksi dan ancaman kekerasan. Dan sejak Presiden Obama memutuskan untuk tidak membom Suriah setelah negara itu diduga menggunakan senjata kimia – sehingga melanggar apa yang dikenal sebagai 'Garis Merah Obama ' – kini muncul kekahawatiran bahwa Iran mungkin merasa lebih bebas untuk mengembangkan senjata nuklir.
Obama mengatakan, "Pertama-tama saya tidak menetapkan garis merah. Dunia yang menetapkan garis merah." Obama mengacu pada Protokol Jenewa tahun 1925 yang melarang senjata kimia di seluruh dunia.
Jika masyarakat internasional, khususnya Amerika, tidak akan menggunakan kekerasan untuk menegakkan larangan yang telah berlaku sejak lama itu, wartawan Iran Amir Taheri mengatakan akan lebih sulit untuk menekan Iran agar membatasi program nuklirnya.
"Posisinya sudah lemah. Tapi kemunduran soal Suriah telah melemahkan posisi Amerika lebih jauh," ujar Taheri.
Tapi tidak semua pakar sepakat bahwa isu senjata kimia Suriah secara langsung terkait dengan masalah nuklir Iran. Kepala Institut Internasional bagi Studi Strategis London, John Chipman , mengatakan serangan Suriah itu merupakan tantangan unik, dan responnya belum tentu akan menjadi preseden.
"Cara pemerintahan Obama dalam menangani krisis Suriah, terutama dalam beberapa minggu terakhir, belum tentu akan menentukan cara pemerintah Amerika mendatang dalam menghadapi krisis keamanan yang berbeda baik di Timur Tengah maupun Asia Pasifik," ulas Chipman.
Para pakar mencatat jika Iran berhasil mengembangkan senjata nuklir, potensi bahayanya jauh lebih besar daripada kekhawatiran akan senjata kimia Suriah.
Dan Amir Taheri mengatakan Iran sebaiknya tidak menguji apakah Presiden Obama akan menegakkan 'garis merah' pada program nuklirnya.
Dan beberapa ahli mengatakan rencana saat ini untuk mendorong Suriah menyerahkan senjata kimia melalui diplomasi, cukup memberi isyarat 'garis merah' ke Iran bahwa negara itu juga akan menghadapi konsekuensi yang besar jika menjadi kekuatan nuklir.
Serangan udara Amerika yang diantisipasi banyak pihak tidak juga dilancarkan, dan kini para pakar bertanya-tanya apakah 'garis merah' internasional lainnya akan dihormati, khususnya tentang Iran dan senjata nuklir.
Presiden baru Iran akan berkunjung ke New York minggu depan untuk menghadiri Majelis Umum PBB, di mana banyak pihak mengharapkan awal baru untuk memastikan bahwa negaranya tidak mengembangkan senjata nuklir.
Dalam beberapa hari terakhir, Presiden Hassan Rouhani saling bertukar surat bernada damai dengan Presiden Obama, memerintahkan pembebasan 11 tahanan politik dan mengatakan Iran tidak akan pernah menjadi negara nuklir.
Tetapi masyarakat internasional ingin tetap menekan Iran, melalui sanksi dan ancaman kekerasan. Dan sejak Presiden Obama memutuskan untuk tidak membom Suriah setelah negara itu diduga menggunakan senjata kimia – sehingga melanggar apa yang dikenal sebagai 'Garis Merah Obama ' – kini muncul kekahawatiran bahwa Iran mungkin merasa lebih bebas untuk mengembangkan senjata nuklir.
Obama mengatakan, "Pertama-tama saya tidak menetapkan garis merah. Dunia yang menetapkan garis merah." Obama mengacu pada Protokol Jenewa tahun 1925 yang melarang senjata kimia di seluruh dunia.
Jika masyarakat internasional, khususnya Amerika, tidak akan menggunakan kekerasan untuk menegakkan larangan yang telah berlaku sejak lama itu, wartawan Iran Amir Taheri mengatakan akan lebih sulit untuk menekan Iran agar membatasi program nuklirnya.
"Posisinya sudah lemah. Tapi kemunduran soal Suriah telah melemahkan posisi Amerika lebih jauh," ujar Taheri.
Tapi tidak semua pakar sepakat bahwa isu senjata kimia Suriah secara langsung terkait dengan masalah nuklir Iran. Kepala Institut Internasional bagi Studi Strategis London, John Chipman , mengatakan serangan Suriah itu merupakan tantangan unik, dan responnya belum tentu akan menjadi preseden.
"Cara pemerintahan Obama dalam menangani krisis Suriah, terutama dalam beberapa minggu terakhir, belum tentu akan menentukan cara pemerintah Amerika mendatang dalam menghadapi krisis keamanan yang berbeda baik di Timur Tengah maupun Asia Pasifik," ulas Chipman.
Para pakar mencatat jika Iran berhasil mengembangkan senjata nuklir, potensi bahayanya jauh lebih besar daripada kekhawatiran akan senjata kimia Suriah.
Dan Amir Taheri mengatakan Iran sebaiknya tidak menguji apakah Presiden Obama akan menegakkan 'garis merah' pada program nuklirnya.
Dan beberapa ahli mengatakan rencana saat ini untuk mendorong Suriah menyerahkan senjata kimia melalui diplomasi, cukup memberi isyarat 'garis merah' ke Iran bahwa negara itu juga akan menghadapi konsekuensi yang besar jika menjadi kekuatan nuklir.