Tautan-tautan Akses

Pemerintah Diminta Serius Tangani Kasus Kekerasan terhadap Perempuan


Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah (tengah) pada acara catatan tahunan tentang kekerasan terhadap perempuan tahun 2011, di Jakarta (7/3).
Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah (tengah) pada acara catatan tahunan tentang kekerasan terhadap perempuan tahun 2011, di Jakarta (7/3).

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan sepanjang tahun 2011 terdapat sekitar 119 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan.

Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh tanggal 8 Maret, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) hari Rabu meluncurkan catatan tahunan tentang kekerasan terhadap perempuan 2011.

Catatan tahunan Komnas Perempuan itu menunjukan bahwa terdapat sekitar 119 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga pengada layanan sepanjang tahun 2011.

Dari 119 ribu kasus kekerasan itu, sekitar 114 ribu kasus atau 95,61 persen adalah kekerasan yang terjadi di ranah domestik. Sementara 5.187 kasus terjadi di ranah publik dan sisanya 42 kasus terjadi di ranah negara.

Komnas Perempuan menyatakan perempuan dalam usia 25 hingga 40 tahun yang paling rentan terhadap kekerasan. Dalam jumpa pers, Ketua Komisi Pemantauan Komnas Perempuan Arimbi Heroeputri mengatakan tingkat kekerasan dalam rumah tangga atau kasus kekerasan terhadap istri di Indonesia yang paling tinggi terjadi.

Dari sekitar 114 ribu kasus di ranah domestik, 97 persen atau sekitar 110 ribu kasus adalah kekerasan terhadap istri.

Selain hal itu, kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik pada tahun 2011 seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan pencabulan juga banyak terjadi.

Menurut Arimbi, meskipun saat ini telah banyak terobosan hukum yang berpotensi melindungi hak-hak perempuan namun masalah pokok kekerasan terhadap perempuan masih belum tersentuh.

Hal ini disebabkan minimnya pemahaman dan penghargaan para pengambil kebijakan dan aparat penegak hukum terhadap pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan.

Arimbi Heroepoetri mengatakan, "Walaupun bayak terobosan hukum tetapi substansi yang utama belum tersentuh misalnya KUHP dan KUHAP belum pernuh berubah dan itu salah satu hambatan perempuan mencari keadilan. Misalnya dalam kasus kekerasan seksual, KUHP hanya mengenal pencabulan atau pemerkosaan itu pun definisi pemerkosaan sangat sempit, tetapi temuan Komnas Perempuan dalam catatan-catatan tahun seperti ini kekerasan seksual bukan hanya pencabulan dan pemerkosaan, ada 14 jenis artinya ada 12 jenis kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat tidak dimintai pertanggung jawabannya dari para pelaku."

Untuk itu Komnas Perempuan meminta pemerintah memperhatikan serius masalah kekerasan terhadap perempuan ini. Berikut Komisioner Komnas Perempuan Saur Timiur Situmorang.

"Menurut kami setidaknya ada 4 penting, yang pertama memberikan hukuman bagi pelaku yang bisa memberikan efek jera. Kemudian yang kedua, perlu membangun sistem hukum berperspektif HAM dan adil gender. Yang berikut perlu membangun sistem pemulihan yang makna luas bagi korban. Yang keempat menurut kami pemerintah perlu membangun pendidikan Ham berbasis gender terhadap aparat penegak hukum. Mereka tidak mempunyai perspektif korban sehingga mereka kerap mempersalahkan korban," papar Saur Timiur Situmorang.

Sementara itu, Asisten Deputi Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Retno Adji Prasetiaju menyatakan pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kapolri agar unit pelayanan perempuan dan anak dapat dilakukan pula oleh kepolisian di tingkat sektor atau polsek maupun Polres sehingga pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dapat maksimal.

"Unit Pelayanan Perempuan dan Anak akan tetap sampai kebawah sampai ke polres tidak sampai Polda A saja," demikian menurut Retno Adji Prasetiaju.

XS
SM
MD
LG