Pemerintah sedang merencanakan pembentukan badan investasi negara yang akan mengelola saham pemerintah di sejumlah perusahaan besar. Pembentukan badan ini disetujui oleh DPR pada Selasa (4/2) dan diharapkan dapat beroperasi mirip dengan Temasek, cabang investasi milik Singapura.
Pembentukan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara, diumumkan setelah Presiden Prabowo Subianto menjabat pada Oktober. Badan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan pengembalian dari investasi negara.
Modal awal Danantara diperkirakan mencapai minimal Rp1.000 triliun. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan kepada wartawan bahwa badan tersebut akan mengelola seluruh kepemilikan pemerintah di perusahaan-perusahaan negara yang sebelumnya berada di bawah Kementerian BUMN.
Pada 2023, perusahaan-perusahaan pelat merah yang memiliki total aset gabungan mencapai Rp11.684,3 triliun memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Mereka juga menyetor dividen sebesar Rp82,1 triliun kepada Kementerian Keuangan, berdasarkan data resmi.
"Danantara resmi didirikan dan dibentuk dalam rangka mengonsolidasikan pengelolaan perusahaan milik negara dan mengoptimalkan pengelolaan dividen dan investasi," kata Menteri BUMN Erick Thohir kepada DPR.
Perusahaan-perusahaan negara tersebut mencakup bank-bank besar seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, dan Bank Negara Indonesia, serta perusahaan-perusahaan besar lainnya seperti PLN, MIND ID, Pertamina, Telkom Indonesia, dan Semen Indonesia.
Tujuan utama pembentukan Danantara adalah untuk meniru keberhasilan Temasek Singapura, yang pada Maret lalu memiliki portofolio investasi global senilai $284 miliar dan telah memberikan pengembalian total pemegang saham sebesar 14 persen sejak didirikan pada 1974, menurut situs web resmi Temasek.
Para anggota DPR dan pejabat pemerintah belum menjelaskan lebih lanjut mengenai rencana masa depan Danantara. Sementara itu, kantor Danantara juga tidak memberikan tanggapan terhadap permintaan komentar.
Toto Pranoto, dosen Universitas Indonesia yang juga menjadi konsultan untuk RUU tersebut, menjelaskan kepada Reuters bahwa Danantara akan membentuk dua entitas: sebuah "superholding" yang bertugas mengelola perusahaan-perusahaan milik negara dan sebuah perusahaan investasi yang akan mengelola dividen serta aset-aset dengan menggunakan dana pinjaman (leverage).
CreditSights, firma riset utang milik Fitch Group, mencatat dalam laporan Januari bahwa jika Danantara berhasil mengonsolidasi BUMN secara efisien dan efektif, hal ini dapat memberikan akses pendanaan yang lebih baik, perbaikan operasional, serta peluang yang lebih luas untuk memasuki pasar global.
Namun, lembaga CreditSights juga memperingatkan bahwa lembaga itu dapat rentan terhadap campur tangan politik.
"Kami melihat beberapa risiko terkait pendirian Danantara, termasuk potensi pengaruh politik dalam pengelolaan dana, proses integrasi, dan dampaknya terhadap arah strategis BUMN, yang bisa memengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan dalam portofolio," katanya.
Ia menambahkan bahwa Danantara tetap dipandang sebagai langkah kredit positif yang sederhana bagi BUMN yang terlibat.
Wakil Ketua DPR Dasco menyatakan bahwa fokus pemerintah dalam menciptakan kerangka hukum yang solid untuk Danantara akan membantu meredakan kekhawatiran investor. [ah/rs]
Forum