Pemerintah Afghanistan di Kabul akan kesulitan bertahan dan bisa saja jatuh ke tangan Taliban setelah Amerika Serikat (AS) selesai menarik militernya dari negara itu pada Agustus. Hal itu diungkapkan oleh pengawas pemerintah AS yang ditugaskan untuk memantau peristiwa di lapangan.
Terlepas dari rangkaian penilaian optimistis yang hati-hati oleh pejabat tinggi militer AS dan pemimpin Afghanistan, sebuah laporan baru dari Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR) menggambarkan situasinya "suram." Mereka menggarisbawahi kekhawatiran bahwa pasukan keamanan Afghanistan tidak siap untuk melakukan pertahanan yang berarti.
"Tren keseluruhan jelas tidak menguntungkan bagi pemerintah Afghanistan, yang bisa menghadapi krisis eksistensi jika situasi itu tidak diatasi dan tidak berbalik," tulis Inspektur Jenderal Khusus John Sopko dalam laporan yang dirilis Rabu (28/7).
“ANDSF (Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afghanistan) telah merebut kembali beberapa distrik dan pemerintah Afghanistan masih menguasai 34 ibu kota provinsi, termasuk Kabul,” tambahnya. “Namun, dari pelaporan publik, ANDSF tampak terkejut dan tidak siap, dan sekarang mundur.”
Sejak Presiden AS Joe Biden pada bulan April mengumumkan bahwa pasukan tempur Amerika akan meninggalkan Afghanistan, para pejabat AS secara berhati-hati untuk tidak mengecilkan tantangan yang dihadapi pemerintah Afghanistan.
Baru Minggu lalu, komandan Komando Pusat AS, Jenderal Kenneth “Frank” McKenzie, mengatakan kepada wartawan di Kabul bahwa pemerintah Afghanistan “menghadapi ujian berat.”
Namun ia menambahkan meskipun ada upaya oleh Taliban untuk menciptakan rasa tidak terelakkan, “tidak ada kesimpulan yang sudah dipastikan sebelumnya pada pertempuran ini.”
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani juga menjanjikan hasil yang lebih baik, dengan mengatakan militer Afghanistan akan bisa merebut kembali momentum dengan memfokuskan upayanya untuk mempertahankan daerah perkotaan. [my/ka]