Hak-hak perempuan mengalami kemunduran tahun lalu di seperempat negara di seluruh dunia, menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk isu perempuan, UN Women, pada Kamis (6/3). Laporan itu menyebut ada sejumlah faktor yang menyebabkan kemunduran hak-hak perempuan, mulai dari perubahan iklim hingga kemunduran demokrasi.
"Melemahnya lembaga-lembaga demokrasi berjalan seiring dengan reaksi keras terhadap kesetaraan gender," kata laporan itu, seraya menambahkan bahwa "aktor-aktor penentang hak secara aktif merusak konsensus yang telah lama ada mengenai isu-isu utama hak-hak perempuan."
"Hampir seperempat negara melaporkan bahwa reaksi keras terhadap kesetaraan gender menghambat implementasi Platform Aksi Beijing," lanjut laporan itu, merujuk pada dokumen dari Konferensi Dunia tentang Perempuan pada 1995.
Dalam 30 tahun sejak konferensi itu, PBB mengatakan bahwa kemajuannya beragam.
Di parlemen di seluruh dunia, keterwakilan perempuan meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1995, tetapi laki-laki masih mencakup sekitar tiga perempat dari jumlah anggota parlemen.
Jumlah perempuan dengan tunjangan perlindungan sosial meningkat sepertiga antara 2010 dan 2023, meskipun dua miliar perempuan dan anak perempuan masih tinggal di tempat-tempat tanpa perlindungan tersebut.
Kesenjangan pekerjaan berdasarkan gender "telah mandek selama beberapa dekade." Enam puluh tiga persen perempuan berusia antara 25 dan 54 tahun memiliki pekerjaan berbayar, dibandingkan dengan 92 persen laki-laki dalam demografi yang sama.
Laporan tersebut mengutip pandemi COVID-19, konflik global, perubahan iklim, dan teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (AI), sebagai semua ancaman potensial baru terhadap kesetaraan gender.
Data yang disajikan oleh laporan UN Women menemukan bahwa kekerasan seksual terkait konflik telah melonjak 50 persen dalam 10 tahun terakhir, dengan 95 persen korbannya adalah anak-anak atau perempuan muda.
Pada 2023, sebanyak 612 juta perempuan tinggal dalam jarak 50 kilometer dari konflik bersenjata, dan jumlah itu meningkat 54 persen sejak 2010.
Dan di 12 negara di Eropa dan Asia Tengah, setidaknya 53 persen perempuan telah mengalami satu atau lebih bentuk kekerasan berbasis gender secara daring.
"Secara global, kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan terus berlanjut pada tingkat yang mengkhawatirkan. Sepanjang hidup mereka, sekitar satu dari tiga perempuan menjadi korban kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan intim atau kekerasan seksual oleh orang yang bukan pasangan," kata laporan tersebut.
Laporan tersebut menetapkan peta jalan multi-bagian untuk mengatasi ketidaksetaraan gender, seperti mendorong akses yang adil terhadap teknologi baru seperti AI, langkah-langkah menuju keadilan iklim, investasi untuk memerangi kemiskinan, meningkatkan partisipasi dalam urusan publik dan memerangi kekerasan gender. [ft/rs]