Gerakan pro-demokrasi yang dipimpin mahasiswa Thailand berubah menjadi konfrontasi dengan polisi, Rabu (10/2) ketika sebelumnya sepuluh aktivis ditangkap.
Para pemimpin protes mengarahkan massa menuju kantor polisi, tempat aktivis-aktivis itu ditahan.
Kekacauan berlangsung beberapa menit ketika gas air mata ditembakkan oleh sumber yang tidak diketahui sehingga membuat marah banyak orang.
Unjuk rasa itu berakhir setelah ke sepuluh aktivis itu dibebaskan.
Rapat umum yang dihadiri lebih dari 1.000 orang di pusat Bangkok itu disebut sebagai gerakan Ratsadorn. Mereka berkampanye tahun lalu, menuntut agar Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dan kabinet pemerintahannya mundur, konstitusi diamandemen supaya lebih demokratis dan monarki direformasi supaya lebih dapat dimintai pertanggungjawaban.
Unjuk rasa mereka serukan bersama kelompok aktivis buruh untuk menegaskan kembali permintaan agar Prayuth meletakkan jabatan. Mereka menilai pemerintahannya tidak becus menangani krisis COVID-19 dan masalah ekonomi.
Unjuk rasa itu terjadi menjelang debat mosi tidak percaya di parlemen yang akan berlangsung minggu depan terhadap Prayuth dan anggota pemerintahannya.
Akan tetapi setelah empat pemimpin teratas demonstran ditahan, Selasa (9/2) atas tuduhan lese majeste – upaya memfitnah monarki - fokus unjuk rasa itu beralih ke penderitaan yang mereka alami.
Gerakan itu mengupayakan penghapusan undang-undang, yang juga dikenal luas sebagai Pasal 112, yang menjatuhkan hukuman tiga hingga 15 tahun penjara. [mg/ka]