Isu Iklim
Negara Berkembang Kecam Kesepakatan Iklim COP29 Senilai $300 Miliar
Kepala iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, mengakui alotnya negosiasi untuk dapat mencapai kesepakatan tersebut.
Negara-negara peserta konferensi tingkat tinggi (KTT) Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, pada Minggu (24/11), sepakat untuk mengalokasikan dana sebesar $300 miliar per tahun guna membantu negara miskin mengatasi dampak perubahan iklim. Namun, sejumlah negara penerima donor mengkritik kesepakatan tersebut karena angka tersebut dinilai tidak mencukupi kebutuhan.
Kesepakatan itu, yang dicapai selama konferensi yang berlangsung dua pekan, bertujuan untuk memberikan momentum bagi upaya internasional dalam mengekang pemanasan global di tahun yang diperkirakan akan menjadi yang terpanas yang pernah tercatat.
Beberapa delegasi dari negara-negara memberikan tepuk tangan meriah di aula pleno COP29, sementara yang lain mengecam negara-negara kaya yang dinilai tidak berbuat lebih banyak. Negara-negara penerima bantuan juga mengkritik tuan rumah Azerbaijan, yang dianggap tergesa-gesa meloloskan rencana kontroversial tersebut.
"Dengan sangat menyesal saya sampaikan bahwa dokumen ini tidak lebih dari sekadar ilusi optik," kata perwakilan delegasi India, Chandni Raina, pada sesi penutupan pertemuan puncak, beberapa menit setelah kesepakatan itu disahkan.
"Menurut kami, ini tidak akan menjawab besarnya tantangan yang kita semua hadapi. Oleh karena itu, kami menentang penerapan dokumen ini,” katanya.
Kepala iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Simon Stiell, mengakui alotnya negosiasi untuk dapat mencapai kesepakatan tersebut. Namun, ia memuji hasilnya dan menyebutnya sebagai polis asuransi bagi umat manusia terhadap pemanasan global.
"Ini merupakan perjalanan yang sulit, tetapi kami berhasil mencapai kesepakatan," kata Stiell. "Kesepakatan ini akan terus menumbuhkan ledakan energi bersih dan melindungi miliaran jiwa."
"Namun seperti polis asuransi lainnya, hal ini hanya akan berhasil jika premi dibayarkan penuh dan tepat waktu."
Berdasarkan perjanjian tersebut, negara-negara kaya akan menggelontorkan $300 miliar per tahun hingga 2035, meningkat dari komitmen sebelumnya sebesar $100 miliar per tahun untuk pendanaan iklim pada 2020. Sasaran $100 miliar ini tercapai dua tahun kemudian, pada 2022, dan akan berakhir pada 2025.
Kesepakatan tersebut juga menjadi dasar bagi pertemuan puncak iklim tahun depan, yang akan diadakan di hutan hujan Amazon, Brazil, di mana negara-negara akan memetakan aksi iklim untuk dekade mendatang.
Pertemuan puncak tersebut langsung menyentuh inti perdebatan mengenai tanggung jawab finansial negara-negara industri. Negara-negara ini, yang penggunaan bahan bakar fosilnya secara historis telah menyebabkan sebagian besar emisi gas rumah kaca, diharapkan memberikan kompensasi kepada negara lain atas kerusakan yang semakin parah akibat perubahan iklim.
Pertemuan tersebut juga mengungkap perpecahan antara negara-negara kaya, yang terbatas oleh anggaran domestik yang ketat, dan negara-negara berkembang yang berjibaku dalam membiayai bencana alam seperti badai, banjir, dan kekeringan.
Sejumlah negara mencari bantuan pendanaan untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris, yaitu membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, yang jika terlampaui dapat menimbulkan dampak iklim yang dahsyat.
Dunia saat ini berada di jalur yang tepat untuk pemanasan hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini, menurut laporan Kesenjangan Emisi PBB 2024, seiring dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca global dan penggunaan bahan bakar fosil.
Kesepakatan tersebut gagal menetapkan langkah-langkah terperinci tentang bagaimana negara-negara akan memenuhi janji KTT iklim PBB tahun lalu. Janji tersebut mencakup peralihan dari bahan bakar fosil dan melipatgandakan kapasitas energi terbarukan dalam dekade ini. Beberapa negosiator mengungkapkan bahwa Arab Saudi berupaya menghalangi rencana tersebut selama perundingan.
"Jelas ada tantangan dalam mendapatkan ambisi yang lebih besar saat Anda bernegosiasi dengan Saudi," kata penasihat iklim Amerika Serikat John Podesta. [ah/ft]
See all News Updates of the Day
LSM: Deforestasi di Indonesia Meningkat untuk 3 Tahun Berturut-turut Pada 2024
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Deforestasi di Tanah Air disebabkan antara lain oleh pembukaan lahan untuk perkebunan kayu, budidaya kelapa sawit, dan pertambangan mineral penting.
Deforestasi di Indonesia meningkat pada 2024 selama tiga tahun berturut-turut, menurut laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan hidup, Jumat (31/1). Laporan tersebut berdasarkan analisis citra satelit dan penelitian lapangan.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Sejumlah penyebab deforestasi adalah perkebunan kayu, budidaya kelapa sawit, dan pertambangan mineral penting.
Hutan hujan Indonesia merupakan salah satu hutan dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia dan menyediakan habitat penting bagi spesies terancam dan hampir punah, serta merupakan penyerap karbon utama.
Laporan dari Auriga Nusantara menyebutkan 261.575 hektare (646.366 hektar) hutan primer dan sekunder di seluruh Indonesia hilang pada 2024, naik sebesar 4.000 hektare dibandingkan tahun sebelumnya.
LSM tersebut mengatakan sebagian besar pembabatan hutan terjadi di wilayah yang dibuka untuk pembangunan oleh pemerintah.
“Ini mengkhawatirkan karena menunjukkan peningkatan deforestasi legal,” kata Ketua Auriga Nusantara, Timer Manurung.
Ia menyerukan perlindungan hutan yang “mendesak” di Kalimantan, di mana angka hilangnya hutan tercatat paling tiggi terjadi di Ibu Kota Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang sedang dibangun, dan di Sulawesi.
Laporan tersebut diterbitkan ketika para pemerhati lingkungan hidup memperingatkan atas rencana pemerintah untuk mengkonversi jutaan hektar hutan untuk keperluan pangan dan energi.
Presiden Prabowo Subianto, yang mulai menjabat pada Oktober, bertekad untuk meningkatkan swasembada pangan dan energi, termasuk dengan memperluas bahan bakar nabati untuk menurunkan impor bahan bakar.
Sejumlah kelompok lingkungan hidup memperingatkan rencana tersebut akan menimbulkan bencana bagi hutan di Indonesia.
"We ask President Prabowo to issue a presidential regulation to protect all remaining natural forest," Timer told AFP.
“Kami meminta Presiden Prabowo mengeluarkan peraturan presiden untuk melindungi seluruh hutan alam yang tersisa,” kata Timer kepada AFP.
Auriga Nusantara mengatakan laporan tersebut didasarkan pada citra satelit, yang dianalisis untuk memastikan deforestasi, dan ditindaklanjuti dengan kunjungan lapangan ke wilayah yang mewakili hilangnya hutan seluas puluhan ribu hektar.
Terumbu Karang Terancam
Meskipun deforestasi terjadi di seluruh provinsi di Indonesia kecuali wilayah sekitar Jakarta, angka deforestasi terbesar tercatat di Kalimantan.
Salah satu pemicu deforestasi di Kalimatan adalah penetapan wilayah untuk IKN, kata laporan itu.
Dua pemerintah daerah di IKN tersebut telah mengusulkan pembukaan ratusan ribu hektar hutan untuk potensi pembangunan, LSM itu memperingatkan.
Namun sebagian besar deforestasi didorong oleh permitaan komoditas, termasuk kayu, pertambangan, dan kelapa sawit.
Para pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak segera menanggapi permintaan komentar dari AFP.
Pemerintah sebelumnya telah membantah klaim penggundulan hutan yang dibuat oleh para pemerhati lingkungan. Pemerintah mengatakan perkiraan terkait deforestasi tersebut berlebihan dengan salah menghitung perubahan di perkebunan sebagai penggundulan hutan.
Auriga Nusantara mengatakan perhitungannya tidak memperhitungkan hilangnya hutan tanaman dan hutan tanaman, tetapi mencakup hutan primer dan hutan “sekunder” yang telah diregenerasi.
Laporan ini juga memperingatkan adanya deforestasi untuk produksi biomassa, yang menyebabkan hutan dibabat untuk menanam spesies tanaman yang tumbuh cepat yang akan menghasilkan biomassa kayu.
Indonesia mengincar upaya meningkatkan penggunaan energi biomassa dalam negeri dan mengekspornya, khususnya ke Jepang dan Korea Selatan.
Laporan ini juga menyoroti penggundulan hutan di pulau-pulau di Raja Ampat, Papua, yang terkenal dengan terumbu karangnya yang melimpah, seiring dengan kian maraknya pertambangan nikel.
“Wilayah yang mendapat pengakuan nasional dan internasional ini tidak mampu menahan serangan yang gencar,” kata laporan itu.
Hampir 200 hektar di empat pulau di wilayah tersebut telah mengalami deforestasi, kata kelompok tersebut, dan izin pertambangan nikel baru telah diterbitkan untuk beberapa pulau lainnya.
Auriga Nusantara mengatakan hilangnya hutan juga terjadi di kawasan konservasi, meski ada perlindungan hukum.
Hampir 200 hektar di empat pulau di wilayah tersebut telah mengalami deforestasi, kata kelompok tersebut, dan izin pertambangan nikel baru telah diterbitkan untuk beberapa pulau lainnya.
Auriga Nusantara mengatakan hilangnya hutan juga terjadi di kawasan konservasi, meski ada perlindungan hukum.
LSM itu mengatakan sekitar 42 juta hektar hutan alam di Indonesia tidak dilindungi undang-undang, termasuk jutaan hektar yang sudah berada dalam konsesi.
Meskipun jumlah kehilangan hutan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, angka tersebut masih menurun tajam dari puncaknya pada 2016. [ft]
Ratusan Aktivis Iklim Blokade Jalan di Depan Pengadilan Tinggi London
Ratusan aktivis lingkungan Kamis (30/1) melakukan aksi duduk di luar Royal Courts of Justice atau Kompleks Pengadilan Tinggi sehingga menutup lalu lintas di pusat kota London.
Enam belas aktivis lingkungan yang dihukum penjara karena tindakan antara lain menghentikan lalu lintas, memblokir sebuah fasilitas minyak dan menyiram sebuah lukisan van Gogh dengan sup, maju ke pengadilan di London itu selama dua hari untuk banding atas hukuman mereka.
Para demonstran dari gerakan Just Stop Oil atau Hentikan Saja Minyak hari Rabu mengatakan para aktivis itu menerima hukuman penjara yang sangat berat – antara 15 bulan dan lima tahun – karena tindakan mereka yang mengganggu namun berlangsung damai.
Salah seorang demonstran, Paddy Friend, mengatakan, "Saya hadir hari ini, duduk di depan Royal Court of Justice di London, karena hukum dan demokrasi kita telah dirusak oleh industri minyak, industri senjata. Orang-orang yang baik, bersikap damai dan tidak melakukan kekerasan, yang berunjuk rasa, yang menentang hal ini, dipenjarakan. Mereka telah dipenjarakan selama bertahun-tahun.”
Kelompok itu berpendapat bahwa para demonstran yang dipenjarakan adalah “tahanan politik” yang “bertindak untuk membela diri serta untuk melindungi keluarga dan komunitas kita.”
Danny Friedman, pengacara para penggugat, mengatakan, jika dibiarkan berlaku, hukuman itu akan menandai “pergeseran paradigma” dalam penjatuhan hukuman pidana untuk protes damai yang terkait dengan hati nurani.
Lima penggugat dipenjarakan karena unjuk rasa November 2022 di mana para demonstran memanjat kerangka penopang (gantry) di atas jalan raya yang ramai. Yang lainnya dijatuhi hukuman karena menggali dan menduduki terowongan-terowongan di bawah jalan yang menuju ke sebuah terminal minyak di Inggris tenggara dan menyiramkan sup ke kaca pelindung lukisan Sunflower karya van Gogh di Galeri Nasional London.
Pemerintah pimpinan partai Konservatif yang kehilangan kekuasaan pada Juli 2024 memperketat UU antiprotes sebagai tanggapan atas aksi aktivis lingkungan yang memblokir jalan dan jembatan, melekatkan diri ke kereta, menyirami karya seni dengan cat, menyemprotkan darah imitasi ke bangunan-bangunan dan menyiramkan bubuk oranye ke para atlet untuk meningkatkan kesadaran mengenai perubahan iklim.
Pemerintah mengatakan UU itu mencegah aktivis ekstremis merugikan perekonomian dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Berbagai organisasi kebebasan sipil telah mendesak pemerintah Partai Buruh yang berhaluan kiri-tengah dan terpilih pada Juli lalu agar melonggarkan restriksi terhadap protes yang diberlakukan pendahulunya.
Tiga hakim kemungkinan besar akan menjatuhkan putusan mereka dalam beberapa hari atau pekan mendatang. [uh/ab]
- Patsy Widakuswara
Trump Tinggalkan Fokus Amerika pada Energi Terbarukan
Di antara banyak rencana yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump pada hari pertamanya kembali menjabat adalah arahan presiden bagi Amerika Serikat untuk menghentikan program peralihan ke energi bersih dan meningkatkan produksi minyak. Bagaimana tantangan yang dihadapi kebijakan Trump tersebut?
Menanggulangi perubahan iklim merupakan inti dari pemerintahan mantan Presiden Joe Biden, tetapi di bawah Presiden Donald Trump, Amerika Serikat bergerak ke arah yang berbeda.
“Hari ini saya juga akan mengumumkan keadaan darurat energi nasional. Kami akan (terus) mengebor, sayang, mengebor (minyak),” kata Trump.
Ketika seorang presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, ia memiliki lebih banyak kewenangan eksekutif untuk menyelesaikan berbagai hal, termasuk mencabut regulasi industri untuk mengebor minyak dan gas.
Pada hari Jumat, Trump menambahkan faktor geopolitik, dengan mengatakan bahwa menurunkan harga minyak adalah kunci untuk mengakhiri perang di Ukraina.
“OPEC harus segera bertindak dan menurunkan harga minyak sehingga perang itu akan segera berakhir,” imbuh Trump.
Para analis merasa skeptis bahwa tuntutan dan kebijakan Trump tersebut akan berdampak signifikan pada harga minyak, seperti diungkapkan oleh Sheila Olmstead, guru besar di Universitas Cornell yang berbicara dengan VOA melalui Skype. “Anda harus memikirkan hal-hal seperti pasokan minyak yang didorong oleh permintaan internasional dan hal-hal lain yang akan sangat berbeda dari berbagai jenis kebijakan yang mungkin dipikirkan oleh Presiden Trump, yang dapat, di antaranya, memengaruhi eksplorasi dan ekstraksi minyak dan gas.”
Analis mengatakan harga minyak yang rendah juga akan merugikan para donor Trump, yaitu industri bahan bakar fosil Amerika. Para pendukung energi terbarukan menunjukkan bahwa produksi minyak dan gas AS sudah mencapai puncaknya.
Heather O'Neill adalah presiden dan CEO Advanced Energy United, sebuah lembaga nirlaba di Washington, DC. Ia berbicara dengan VOA melalui Zoom. “Jadi, jika ini adalah keadaan darurat, mengapa kita tidak mencari semua sumber daya yang tersedia, khususnya yang menunjukkan nilai riil pada jaringan listrik? Mengapa kita tidak memanfaatkan semua sumberdaya yang kita miliki?,” tanyanya.
Trump, yang telah berulang kali menyebut perubahan iklim sebagai “tipuan,” ingin menghentikan upaya untuk meningkatkan kendaraan listrik di AS, dengan mencabut keringanan pajak untuk pembelian dan manufaktur kendaraan listrik yang disahkan oleh Kongres selama masa jabatan Biden.
“Kami akan mencabut mandat kendaraan listrik, menyelamatkan industri otomotif kami dan menepati janji suci saya kepada para pekerja otomotif Amerika yang hebat,” tandas Trump.
Namun, ia akan membutuhkan persetujuan Kongres untuk langkah tersebut.
Analis mengatakan hal itu kontraproduktif dengan tujuan yang dinyatakan oleh Trump sendiri untuk bersaing dengan China, yang sudah menjadi produsen kendaraan listrik terbesar di dunia.
Berbicara dengan VOA, Jun Chen, profesor di Universitas Oakland, mengatakan, “Ada konsensus di kalangan akademisi bahwa kendaraan listrik adalah jalan keluar. Kendaraan listrik adalah jalan keluar untuk mengatasi masalah lingkungan kita. Tidak ada jalan mundur dalam pengembangan kendaraan listrik.”
Tindakan Trump pada hari pelantikan juga mencakup perintah untuk menarik AS dari komitmen iklim internasional.
“Hal berikutnya, Bapak Presiden, adalah surat yang akan dikirimkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menjelaskan bahwa kami menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris.”
AS saat ini memproduksi lebih banyak minyak dan gas daripada negara mana pun dalam sejarah.
Sementara itu, meskipun mempertahankan sebagian besar produksi bahan bakar fosilnya, China adalah produsen panel surya dan turbin angin terkemuka di dunia. Negara itu juga merupakan pencemar iklim terbesar di planet Bumi. [lt/ab]
- Associated Press
Eropa Catat Rekor Penggunaan Energi Bersih; Trump Gencarkan Penggunaan Bahan Bakar Fosil di AS
Para ahli mengatakan mereka terdorong oleh pengurangan bahan bakar fosil di Eropa, khususnya karena AS tampaknya akan meningkatkan emisinya karena presiden barunya menjanjikan harga bahan bakar yang lebih murah.
Sebanyak 47% listrik Uni Eropa (UE) kini berasal dari tenaga surya dan sumber energi terbarukan lainnya, kata sebuah laporan hari Kamis (23/1). Kondisi tersebut menjadi tanda lain dari kesenjangan yang kian besar antara upaya blok itu untuk menggunakan energi bersih dan pemerintahan baru AS yang mendorong penggunaan lebih banyak bahan bakar fosil.
Hampir tiga per empat listrik UE tidak mengeluarkan gas penyebab pemanasan bumi ke udara — dengan 24% energi listrik lainnya di blok tersebut berasal dari tenaga nuklir, kata laporan yang dirilis oleh lembaga kajian energi iklim Ember. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi daripada di negara-negara seperti AS dan China, di mana hampir dua per tiga energi mereka masih diproduksi dari bahan bakar fosil penghasil karbon yang mencemari seperti batu bara, minyak, dan gas.
Para ahli mengatakan mereka terdorong oleh pengurangan bahan bakar fosil di Eropa, khususnya karena AS tampaknya akan meningkatkan emisinya karena presiden barunya menjanjikan harga bahan bakar yang lebih murah, menghentikan sewa untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin, dan berjanji untuk mencabut insentif era Biden untuk kendaraan listrik.
"Bahan bakar fosil kehilangan cengkeramannya pada energi UE," kata Chris Rosslowe, pakar energi di Ember. Pada tahun 2024, tenaga surya menghasilkan 11% listrik UE, menyalip batu bara yang turun di bawah 10% untuk pertama kalinya. Sumber energi bersih dari tenaga angin menghasilkan lebih banyak listrik daripada gas untuk tahun kedua berturut-turut.
Data tahun 2024 tidak tersedia untuk semua negara. Data Ember untuk pembangkit listrik terbesar di dunia untuk tahun 2023 menunjukkan Brazil dengan pangsa listrik terbesar dari sumber energi terbarukan, hampir mencapai 89%, di mana sebagian besar berasal dari tenaga hidroelektrik. Kanada sendiri memiliki sekitar 66,5%, China dengan 30,6%, dan Prancis dengan 26,5%. Sementara itu, jumlah cakupan energi terbarukan yang menghasilkan listrik di AS dan India masing-masing mencapai 22,7% dan 19,5%.
Salah satu alasan mengapa transisi energi bersih Eropa berjalan cepat adalah Kesepakatan Hijau Eropa, suatu kebijakan ambisius yang disahkan pada tahun 2019 yang membuka jalan bagi pemutakhiran Undang-undang iklim. Sebagai hasil dari kesepakatan tersebut, Uni Eropa membuat target mereka lebih ambisius, dengan tujuan untuk memangkas 55% emisi di kawasan tersebut pada akhir dekade ini. Kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menjadikan Eropa netral terhadap iklim — mengurangi jumlah emisi tambahan di udara hingga hampir nol — pada tahun 2050.
Ratusan peraturan dan arahan di negara-negara Eropa untuk memberi insentif investasi dalam energi bersih dan mengurangi polusi karbon telah disahkan atau sedang dalam proses diratifikasi di seluruh Eropa.
"Pada awal Kesepakatan, energi terbarukan merupakan sepertiga dan bahan bakar fosil menyumbang 39% listrik Eropa," kata Rosslowe. "Saat ini, bahan bakar fosil hanya menghasilkan 29% dan tenaga angin serta tenaga surya telah mendorong transisi energi bersih." Jumlah listrik yang dihasilkan oleh energi nuklir tetap relatif stabil di blok tersebut. [uh/ab]
- Utami Hussin
Forum