Para demonstran di Thailand mengatakan, Kamis (22/10), aksi-aksi protes akan berlanjut menyusul keputusan pemerintah membatalkan keadaan darurat yang diberlakukan di Bangkok sejak pekan lalu.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengambil langkah tersebut untuk meredakan aksi-aksi protes yang dipimpin para pelajar, yang menuntut reformasi demokrasi.
Keputusan pencabutan dekrit keadaan darurat itu dipublikasikan di surat kabar pemerintah, dan mulai berlaku Kamis (21/10) siang.
Setelah mendengar keputusan itu, Sugreeya Wannayuwat, demonstran yang memimpin gugatan atas dekrit itu di Pengadilan Sipil, mengatakan, satu-satunya yang diinginkan rakyat dari Prayuth adalah pengunduran dirinya.
Menurut Sugreeya, Prayuth menjelaskan bahwa keputusan membatalkan dekrit itu sebagai sikap pemerintah untuk menenangkan suasana. Namun, menurut Sugreeya, itu bukan kenyataan sesungguhnya. “Ini lebih karena tindakannya tidak memiliki legitimasi sejak awal," katanya.
Partai oposisi utama, Pheu Thai, juga tidak terkesan dengan langkah yang diambil perdana menteri. Ketua partai itu, Cholanan Srikaew, mengatakan, apa yang dilakukan Prayuth adalah untuk melindungi dirinya sendiri.
“Kalau ia tidak mencabut dekrit itu, dan pengadilan mengeluarkan perintah perlindungan sementara terhadap para pemrotes, berarti semua perintah dan pengumuman Prayuth terkait hal ini adalah ilegal,” katanya.
Demonstran menuntut konstitusi yang lebih demokratis dan reformasi kerajaan. Kritik implisit terhadap kerajaan telah menimbulkan kontroversi karena secara tradisional kerajaan dianggap institusi keramat dan pilar identitas nasional. [ab/ka]