Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi hari Minggu (2/4) menyampaikan protes terkait penahanan seorang warga negara Jepang di Beijing, dan sekaligus menyampaikan “keprihatinan mendalam” dengan peningkatan aktivitas militer China di dekat Taiwan dan di sekitar Jepang.
Hayashi, yang sedang melakukan lawatan dua hari ke China, menyampaikan hal itu ketika melangsungkan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri China Qin Gang. Hayashi merupakan diplomat tinggi pertama Jepang yang melakukan kunjungan ke China dalam lebih dari tiga tahun seiring meningkatknya perselisihan di antara kedua negara. Hayashi juga bertemu dengan Perdana Menteri China Li Qiang dan diplomat tinggi Wang Yi.
Dalam pertemuan dengan Qin Gang, Hayashi menuntut pembebasan segera seorang karyawan perusahaan farmasi Jepang Astellas Pharma, yang ditahan di Beijing bulan lalu karena apa yang digambarkan oleh Kementerian Luar Negeri China sebagai tuduhan mata-mata. Kedua pihak belum memberikan informasi lebih rinci tentang warga Jepang yang ditahan itu dan tuduhan yang dialamatkan terhadapnya.
Hayashi mengatakan kepada para wartawan bahwa ia menyampaikan “keprihatinan mendalam” tentang peningkatan aktivitias maritim di Laut China Timur dan Laut China Selatan, dan menegaskan pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Ia juga menunjukkan keprihatinan tentang meningkatnya aktivitas militer bersama China dengan Rusia di sekitar Jepang saat Rusia melancarkan perang di Ukraina, dan mendesak China untuk bertindak secara bertanggungjawab demi perdamaian dunia.
Di sisi lain Hayashi mengatakan kepada Qin bahwa kedua negara berkesempatan memulihkan kerjasama dalam bidang ekonomi, budaya dan saling tukar sumber daya manusia, meskipun saat ini tengah menghadapi “banyak masalah dan keprihatinan mendalam.” Ia menambahkan, “hubungan Jepang-China saat ini berada di tahap yang luar biasa penting.”
Kedua menteri sepakat untuk bekerja sama mencapai “hubungan yang konstruktif dan stabil” sebagaimana yang disepakati pemimpin kedua negara bulan November lalu.
Keduanya juga setuju untuk memperbaiki komunikasi dalam hal keamanan regional, dan menyambut pembentukan jalur khusus (hotline) pertahanan pekan lalu dan dimulainya kembali pembicaraan soal pertahanan.
Hayashi mengatakan ia dan Perdana Menteri Li menyetujui perlunya hubungan ekonomi bilateral, dan bahwa merupakan hal yang sangat penting bagi keduanya ketika warga dan perusahaan Jepang merasa aman beroperasi di China.
Alih-alih hubungan ekonomi dan bisnis yang erat di antara kedua kekuatan Asia itu, beberapa tahun terakhir ini Tokyo dan Beijing mulai kerap berselisih paham saat Jepang menilai peningkatan pengaruh China di kawasan itu menjadi ancaman terhadap keamanan dan ekonominya.
Di sisi lain, Qin memperingatkan Jepang atas keterlibatannya dalam isu-isu terkait Taiwan, sebuah pulau yang memiliki pemerintahan sendiri dan diklaim China sebagai bagian dari negaranya. Qin mengatakan Jepang seharusnya tidak melakukan campur tangan dan “merongrong kedaulatan China dengan cara apapun,” demikian petikan pernyataan dari Kementerian Luar Negeri China.
Dengan menggunakan kalimat yang tegas, Qin mengatakan “isu Taiwan merupakan inti dari kepentingan utama China dan keprihatinan atas landasan politik hubungan China-Jepang.”
Jepang tidak mengakui Taiwan secara resmi tetapi memiliki hubungan tidak resmi yang kuat dengan pulau itu. Jepang telah beberapa kali menyampaikan pernyataan keprihatinan tentang stabilitas di Selat Taiwan dan mengirim sejumlah delegasi parlemen berpengaruh ke Taipei. [em/jm]
Forum