Beberapa mantan pegawai Twitter diperkirakan akan bersaksi di hadapan Komite Pengawas DPR Amerika Serikat minggu depan terkait penanganan platform media sosial itu terhadap laporan tentang putra Presiden AS Joe Biden, Hunter Biden.
Sidang dengar pendapat itu dikonfirmasi oleh komite tersebut pada Senin (30/1). Sidang itu akan menjadi yang pertama bagi ketiga mantan pejabat Twitter itu untuk hadir di hadapan Kongres untuk membahas keputusan perusahaan itu yang awalnya memblokir artikel New York Post tentang laptop Hunter Biden beberapa minggu menjelang pemilihan umum AS 2020.
Politisi Partai Republik mengatakan laporan berita itu dirahasiakan karena alasan politik, meskipun tidak ada bukti yang diberikan untuk mendukung klaim tersebut. Ketiga saksi dalam sidang yang dijadwalkan pada 8 Februari itu antara lain Vijaya Gadde, mantan kepala bidang hukum Twitter; James Baker, mantan wakil penasihat umum Twitter; dan Yoel Roth, mantan kepala bidang keamanan dan integritas Twitter.
Sidang itu menjadi salah satu sidang pertama yang digelar DPR AS di bawah kendali Partai Republik yang akan memfokuskan diri pada Biden dan keluarganya.
Pada Oktober 2020, New York Post pertama kali melaporkan berita bahwa pihaknya telah menerima dari pengacara pribadi mantan Presiden Donald Trump, Rudy Giuliani, sebuah salinan hard drive laptop milik Hunter Biden yang ia berikan ke sebuah toko perbaikan komputer di Delaware 18 bulan sebelumnya namun tak pernah ia ambil kembali. Twitter awalnya memblokir fungsi membagikan laporan berita itu dari para pengguna selama beberapa hari.
Beberapa bulan kemudian, mantan CEO Twitter Jack Dorsey menyebut komunikasi perusahaan itu saat menangani artikel New York Post “tidak bagus.” Ia menambahkan, pemblokiran URL artikel tanpa memberikan konteks alasan pemblokiran merupakan hal yang “tidak dapat diterima.”
Artikel New York Post itu sendiri, pada saat itu, disambut skeptis karena pertanyaan mengenai asal-usul laptop, termasuk keterlibatan Giuliani, dan karena para pejabat pemerintahan Trump telah lebih dulu memperingatkan bahwa Rusia mencoba menyerang Joe Biden sebelum pemilu 2020. Kremlin juga telah ikut campur dalam pilpres AS 2016 dengan meretas email Partai Demokrat yang kemudian bocor, dan kekhawatiran bahwa Rusia akan kembali ikut campur dalam pemilu 2020 menyebar luas di seluruh Washington.
“Ini sebabnya kami menyelidiki keluarga Biden karena menawar-nawarkan pengaruh,” kata James Comer, ketua komite pengawasan DPR AS, dalam keterangan pers pada Senin pagi. “Kami ingin memastikan keamanan nasional kita tidak terganggu.”
Gedung Putih sendiri sudah mencoba mendiskreditkan penyelidikan Partai Republik terhadap Hunter Biden dengan menyebutnya “aksi politik yang tidak berdasar kenyataan.”
Meski demikian, Partai Republik kini memegang kendali untuk mengeluarkan surat panggilan di DPR AS, memberi mereka wewenang untuk meminta keterangan dan melakukan penyelidikan secara agresif. Staf Partai Republik telah menghabiskan setahun terakhir untuk menganalisis pesan-pesan dan transaksi keuangan yang ditemukan di laptop milik putra sang presiden. Comer sebelumnya mengatakan bahwa bukti yang telah mereka kumpulkan “sangat luar biasa,” tanpa menjelaskan lebih rinci.
Comer berjanji tidak akan menggelar sidang dengar pendapat tentang keluarga Biden hingga komite memiliki bukti untuk mendukung klaim dugaan pelanggaran. Ia juga mengakui bahwa pertaruhan penyelidikan yang berpusat pada pemimpin partai politik amat tinggi.
Pada Senin, politisi Partai Republik dari Kentucky itu mengatakan bahwa ia tidak bisa menjamin dapat memanggil Hunter Biden untuk dimintai keterangan pada masa jabatannya. [rd/lt]
Forum