Wakil menteri komoditas mengatakan Malaysia menindak tegas penipuan yang terjadi industri minyak goreng bekas. Sementara itu, pemerintah barat sedang menyelidiki apakah pengiriman bahan baku biofuel dari Asia benar-benar mengandung minyak murni.
Wakil Menteri Perkebunan dan Komoditas, Chan Foong Hin, mengatakan bahwa Dewan Minyak Sawit Malaysia (Malaysian Palm Oil Board/MPOB) sedang meninjau standar dan kebijakan terkait minyak goreng bekas (used cooking oil/UCO) serta limbah industri kelapa sawit yang dikenal sebagai minyak sawit sludge (sludge palm oil/SPO). Langkah tersebut bertujuan untuk membedakan keduanya dengan lebih jelas guna mencegah ketidaksesuaian dalam ekspor.
"Pemerintah juga memperkuat mekanisme penegakan hukum guna menjaga kredibilitas industri serta reputasi Malaysia sebagai eksportir yang bertanggung jawab," katanya dalam wawancara pada Kamis. Ia menambahkan bahwa keluhan dari pembeli dapat mengancam status Malaysia sebagai eksportir minyak goreng bekas yang terpercaya.
Ia mengatakan memastikan bahwa seluruh rantai pasokan dapat dilacak akan memerangi praktik penipuan.
"Pada dasarnya inti dari masalah ini adalah pelacakan. Bagaimana Anda membuat seluruh rantai pasokan dapat dilacak?," kata Chan.
Tahun lalu, industri biodiesel Eropa mengeluhkan lonjakan impor dari China yang diduga mencakup pasokan yang diklaim berasal dari minyak dan lemak daur ulang, tetapi sebenarnya dibuat dengan minyak murni yang lebih murah dan kurang berkelanjutan.
Indonesia, produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, bulan lalu mengambil langkah untuk membatasi ekspor minyak goreng bekas dan residu minyak kelapa sawit. Jakarta menyatakan bahwa volume pengiriman dalam beberapa tahun terakhir telah melebihi kapasitas produksi, mengindikasikan adanya pencampuran dengan minyak kelapa sawit mentah (CPO) murni.
Pada Agustus, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat mengumumkan penyelidikan terhadap rantai pasokan setidaknya dua produsen bahan bakar terbarukan. Meski tidak menyebutkan nama perusahaan, langkah ini diambil di tengah kekhawatiran industri bahwa beberapa produsen mungkin menggunakan bahan baku biodiesel palsu untuk memperoleh subsidi pemerintah yang menguntungkan.
Aturan Deforestasi
Industri kelapa sawit Malaysia, terbesar kedua di dunia, tidak seharusnya memandang negatif peraturan deforestasi Uni Eropa yang akan datang, kata Chan. Ia menegaskan bahwa Malaysia berkomitmen terhadap kebijakan anti-deforestasi.
Sekitar 87 persen perkebunan kelapa sawit di Malaysia telah tersertifikasi berkelanjutan melalui standar Minyak Sawit Berkelanjutan Malaysia (Malaysian Sustainable Palm Oil/MSPO), kata Chan.
“Faktanya, kami siap,” katanya.
Pada Desember, Uni Eropa menyetujui penundaan satu tahun untuk undang-undang deforestasi yang mewajibkan importir kedelai, daging sapi, kakao, kopi, minyak sawit, kayu, karet, dan produk terkait membuktikan bahwa rantai pasokan mereka tidak merusak hutan dunia, atau berisiko menghadapi denda besar.
Chan menilai penurunan pengiriman ke India, pembeli utama minyak sawit, yang mencapai level terendah dalam 14 tahun pada Januari, sebagai kondisi "jangka pendek," mengingat tingginya permintaan dari populasi yang mencapai 1,45 miliar jiwa.
India mengimpor 3,03 juta metrik ton minyak sawit dari Malaysia pada 2024, meningkat 6,5 persen.
"Faktor permanennya adalah populasi. Jadi ya, kami masih optimis," kata Chan. [ah/ft]
Forum