Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KontraS menolak rencana Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang ingin mengajukan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Komjen Budi Gunawan merupakan calon tunggal Kapolri yang akan diajukan Presiden Jokowi ke DPR. Menurut Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho, Minggu (11/1) mengatakan penunjukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tunggal bisa menyadera pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ke depannya.
Menurutnya, Budi Gunawan merupakan salah satu jenderal yang diduga memiliki rekening gendut dan masalah itu hingga kini belum terselesaikan dengan jelas.
Emerson juga mempertanyakan langkah Presiden Jokowi yang tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menyeleksi calon kepala kepolisian.
Padahal, tambahnya, ketika era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, ia meminta KPK melakukan uji laporan harta dan kekayaan penyelenggaran negara calon kepala Polri sebagai bahan pertimbangan presiden nantinya.
Menurut Emerson, setidaknya KPK dan PPATK adalah lembaga yang dipercaya masyarakat untuk menelusuri rekam jejak calon Kapolri. ICW menginginkan Presiden Jokowi memilih Kapolri dengan memperhatikan integritas yang bersangkutan.
Dia juga menilai Jokowi telah melanggar janjinya pada saat kampanye bahwa ia akan memilih Kapolri dan Jaksa Agung yang bersih, berintegritas dan anti korupsi.
"Yang paling tepat untuk menilai wajar atau tidak wajar atau tidak mencurigakan adalah KPK dan PPATK. Nah, sayangnya itu tidak dilibatkan. Soal rekening gendut itu beredar termasuk Budi Gunawan. Sayangnya itu tidak digunakan Jokowi untuk meminta klarifikasi terhadap temuan-temuan PPATK," ujarnya.
Untuk itu, Emerson saat ini telah menggagas petisi melalui situs change.org untuk mendorong Presiden Jokowi melibatkan KPK dan PPATK dalam menyeleksi calon kepala kepolisian.
Dalam petisi tersebut, Emerson menyampaikan kerisauan masyarakat perihal nama calon Kapolri yang diduga memiliki rekening gendut.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri merupakan pertaruhan politik Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
"Karena sejak pertama orang sudah meragukan proses pemilihannya. Kemudian Budi Gunawan, nama ini adalah nama yang masuk dalam daftar 25 orang jenderal yang memiliki rekening gendut dan ini tidak terklarifikasi," ujarnya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2010 melaporkan transaksi mencurigakan milik Komjen Budi Gunawan. Kepala PPATK Yunus Husein mengatakan nilai transaksi mencurigakan milik mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri itu jumlahnya sangat besar dan mencapai puluhan milliar rupiah.
Sebelumnya Presiden Jokowi menjelaskan pemilihan Komjen Budi Gunawan sudah sesuai dengan prosedur, yakni mempertimbangkan usulan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Komisioner Kompolnas M. Naser mengakui bahwa Budi Gunawan merupakan salah satu calon kapolri yang diusulkan lembaganya. Kompolnas, tambahnya, sebelumnya menyodorkan lima calon Kapolri kepada presiden.
Kelima nama itu adalah Kabareskrim Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, dan Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno.
Hasil penyelidikan Bareskrim Polri tambahnya menyebutkan Budi tidak memiliki transaksi mencurigakan. Tentu Kompolnas harus mempercayai pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim terhadap petinggi Polri itu.
"Kompolnas sebetulnya ingin mendorong seseorang yang memiliki kemampuan ekstra dalam manajemen kepemimpinan sehingga mampu memimpin dan merubah, melakukan perubahan mendasar, kultural kepada Polri," ujarnya.