Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan pemerintah desa masih menghadapi sejumlah persoalan mulai dari tata kelola keuangan hingga korupsi. Akibatnya, kata dia, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa belum optimal.
Karena itu, menurutnya pemerintah dan DPR semestinya fokus pada perbaikan regulasi dan sistem agar efektif memajukan desa. Bukan sebaliknya menyambut wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun yang akan memperburuk masalah di desa.
"Berdasarkan data ICW, perangkat desa atau aparat pemerintah desa selalu menempati peringkat tiga teratas dalam konteks tersangka kasus korupsi," jelas Kurnia kepada VOA, Minggu (29/1).
Kurnia menjelaskan sepanjang 2015-2021 terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp433,8 miliar. Korupsi tersebut meningkat seiring peningkatan alokasi dana yang digelontorkan untuk membangun desa hingga Rp400,1 triliun dalam kurun waktu tersebut.
Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak fokus pada peningkatan anggaran desa, melainkan juga terlibat dalam proses penganggaran, perencanaan, hingga pengawasan dana desa.
"Jadi anggaran terus digelontorkan besar, tapi tidak melibatkan masyarakat untuk mengawasi proses berjalannya pemerintahan desa," tambah Kurnia.
Di samping itu, ICW menilai perpanjangan masa jabatan kepala desa akan membuat iklim demokrasi dan pemerintahan desa tidak sehat. Apalagi, perpanjangan masa jabatan dapat berpotensi membuat sebuah desa dipimpin kelompok yang sama selama puluhan tahun.
ICW juga mencurigai wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa ini sebagai pintu masuk perpanjangan masa jabatan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif. Sebab, pada 2022, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP APDESI) yang dipimpin Surta Wijaya mendeklarasikan dukungan untuk Presiden Joko Widodo menjabat selama tiga periode.
Mendagri akan Kaji Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa
Mengutip kantor berita Antara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan akan mengkaji wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa. Kemendagri juga akan mengundang sejumlah tokoh dan para pegiat desa untuk mendengar persoalan ini.
"Kami kaji dulu positifnya apa, negatifnya apa. Kalau banyak positifnya, ya kenapa tidak? Tapi kalau banyak mudaratnya, ya mungkin tetap di posisi Undang-Undang Desa sekarang, enam tahun kali tiga, jadi 18 tahun, kan lama juga itu," ujar Tito dikutip dari Antara, Rabu (25/1).
Tidak jauh berbeda, Ketua DPR RI Puan Maharani menerima dan membuka ruang dialog atas tuntutan perangkat desa se-Indonesia untuk merevisi Undang-Undang tentang Desa. Menurut Puan, tuntutan tersebut akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan yang ada di DPR.
“Kami bisa memahami apa yang menjadi aspirasi dari teman-teman Kades. Jadi, kita akan melihat dahulu bagaimana hal tersebut untuk bisa dikaji dan dibahas kembali," ujar Puan dikutip dari laman dpr.go.id, Kamis (19/1).
Ia menambahkan tuntutan para kepala desa akan melewati kajian berdasarkan prinsip kehati-hatian seperti produk kebijakan lainnya.
Pada Selasa (17/1), perangkat desa dari berbagai wilayah menggelar aksi di depan Gedung DPR RI untuk menuntut revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Tuntutan tersebut antara lain meminta perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun. [sm/em]
Forum