Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kerangkeng manusia yang telah menewaskan sedikitnya enam orang. Kapolda Sumatera Utara (Sumut), Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak, mengatakan penetapan tersangka itu dilakukan usai polisi memeriksa Terbit dan ditambah dengan temuan dari Komnas HAM.
"Hari ini tim penyidik sudah melaksanakan gelar perkara dan menetapkan TRP (Terbit) selaku orang atau pihak yang memiliki dan bertanggung jawab terhadap tempat tersebut ditetapkan sebagai tersangka," kata Panca di Mapolda Sumut, Selasa (5/4).
Panca menjelaskan, Terbit dijerat dengan pasal berlapis terkait kasus kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah pribadinya. Dia jerat dengan pasal tindak pidana perdagangan orang (TPPO) hingga penganiayaan yang mengakibatkan adanya korban meninggal dunia.
"Dia dipersangkakan melanggar Pasal 2, Pasal 7, dan Pasal 10 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO atau Pasal 333 KUHP, Pasal 351, Pasal 352, serta Pasal 353 penganiayaan mengakibatkan korban meninggal dunia. Lalu, Pasal 170 KUHP. Ini semuanya diterapkan khususnya kepada TRP juncto dengan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 dan ke-2 KUHP," jelas Panca.
Menurut Panca dalam waktu dekat pihaknya akan menuntaskan perkara ini. Bukan hanya itu, polisi juga menyatakan tak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus kerangkeng manusia ini.
"Saat ini jumlah tersangka keseluruhannya sudah sembilan orang. Penyidik pasti akan membuka ruang terhadap adanya kemungkinan pelaku lain dari proses penyelidikan ini," ucapnya.
Delapan Orang Dijerat
Sebelumnya, Polda Sumut menjerat delapan tersangka kasus kerangkeng manusia milik mantan Bupati Langkat itu dengan pasal TPPO. Mereka adalah HS, IS, TS, RG, JS, HG, SP, dan DP. DP yang telah ditetapkan sebagai tersangka ternyata anak dari Terbit.
Sementara, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengapresiasi langkah polisi dalam menjadikan Terbit sebagai tersangka. "Kami mengapresiasi langkah polisi menjadikan TRP sebagai tersangka dengan beberapa pasal baik undang-undang TPPO maupun pasal-pasal KUHP tentang penyiksaan," katanya kepada VOA, Selasa (5/4) malam.
Kendati demikian, namun Komnas HAM masih terus mendorong kepolisian agar melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam terkait dugaan adanya keterlibatan oknum TNI dan Polri dalam kasus tersebut. "Untuk (oknum dari militer) kami sangat menunggu komitmen Panglima TNI memastikan penegakan hukum kepada aparat yang terlibat. Laporan sudah kami sampaikan ke Panglima TNI selain ke Puspom," tandas Taufan.
Temuan Kerangkeng Manusia Mengejutkan Publik
Komnas HAM beberapa waktu lalu telah memaparkan kondisi terakhir kapasitas kerangkeng itu diisi oleh 57 orang. Dengan rincian kerangkeng pertama berisi 30 orang penghuni. Sedangkan kerangkeng kedua diisi 27 orang. Mirisnya sebanyak enam orang telah meninggal di kerangkeng manusia milik mantan Bupati Langkat tersebut.
Kasus kerangkeng manusia ini mencuat saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan ke rumah pribadi milik Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumut. Penggeledahan itu terkait kasus suap yang menjerat Terbit.
Kemudian, ditemukan kerangkeng manusia di rumah Terbit. Bukan hanya itu, Terbit juga kedapatan memelihara satwa liar dilindungi di rumahnya. [aa/em]