Tautan-tautan Akses

Laporan HRW: China Gunakan Pembatasan Perjalanan yang Ketat untuk Kendalikan Uighur


Seorang demonstran Uighur membawa poster yang bersisi seruan untuk menghentikan China dalam aksi protes di Istanbul, Turki, pada 5 Juli 2023. Aksi itu digelar untuk menandai peringatan 14 tahun kerusuhan Urumqi. (Foto: Reuters/Murad Sezer)
Seorang demonstran Uighur membawa poster yang bersisi seruan untuk menghentikan China dalam aksi protes di Istanbul, Turki, pada 5 Juli 2023. Aksi itu digelar untuk menandai peringatan 14 tahun kerusuhan Urumqi. (Foto: Reuters/Murad Sezer)

Menurut laporan Human Rights Watch, warga Uighur di China perlu memberikan informasi rinci, termasuk tujuan perjalanan mereka, atau informasi pribadi anggota keluarga di luar negeri, kepada pihak berwenang di Xinjiang.

Dalam sebuah laporan baru yang dirilis pada Senin (3/2), Human Rights Watch mengatakan pemerintah China terus memberlakukan kontrol ketat terhadap warga minoritas Muslim Uighur yang ingin bepergian ke luar negeri, atau mengunjungi anggota keluarga yang tinggal di Xinjiang. Menurut organisasi hak asasi manusia yang berbasis di New York itu, tindakan China tersebut melanggar kebebasan bergerak warga Uighur.

Peneliti isu China di Human Rights Watch, Yalkun Uluyol, mengatakan meskipun warga Uighur telah diizinkan untuk mengajukan permohonan paspor dan bertemu kembali dengan anggota keluarga mereka, sebuah kemajuan dibandingkan dengan penyitaan paspor Uighur yang meluas sejak tahun 2016, “pemerintah China tetap menolak hak warga Uighur untuk meninggalkan negara itu, membatasi kebebasan berbicara dan bergaul ketika berada di luar negeri, serta menghukum mereka karena memiliki hubungan dengan pihak luar negeri.”

Uluyol mengatakan kepada VOA bahwa Beijing menggunakan pembatasan perjalanan untuk mempertahankan kontrol atas komunitas Uighur di dalam dan luar negeri, serta berusaha menciptakan “citra publik tentang normalitas” di Xinjiang.

Menurut Amnesty Internasional, sejak tahun 2017 China telah memasukkan lebih dari satu juta warga Uighur ke kamp-kamp interniran. Pada tahun 2022, Komisaris Tinggi Hak Asasi manusia PBB mengatakan perlakuan Beijing terhadap etnis minoritas di Xinjiang tersebut dapat dikategorikan sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Baik pemerintahan Trump sebelumnya, maupun pemerintahan mantan Presiden Joe Biden telah menyuarakan keprihatinan tentang perlakuan China terhadap Uighur dan menyebut apa yang terjadi di Xinjiang sebagai genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio adalah salah satu tokoh terkemuka yang memfasilitasi pengesahan dan penegakan Undang-undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur ketika ia menjabat sebagai senator.

Menurut laporan Human Rights Watch, warga Uighur di China perlu memberikan informasi rinci, termasuk tujuan perjalanan mereka, atau informasi pribadi anggota keluarga di luar negeri, kepada pihak berwenang di Xinjiang.

Mereka yang diizinkan bepergian ke luar negeri harus menghindari keterlibatan dalam aktivisme dan harus kembali ke China dalam waktu yang ditentukan, biasanya antara beberapa hari hingga beberapa bulan.

Dalam laporannya Human Rights Watch menyebutkan sebagian warga Uighur mengatakan “pihak berwenang setempat telah memberi tahu mereka bahwa hanya 'satu orang dari setiap keluarga' yang dapat melakukan perjalanan pada waktu yang sama, (sementara yang lain) mengatakan pihak berwenang juga mengharuskan mereka untuk memberikan 'penjamin' sebelum memberi mereka izin untuk melakukan perjalanan.” Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa kegagalan untuk mematuhi pembatasan yang diberlakukan dapat mengakibatkan hukuman berat terhadap anggota keluarga atau penjamin mereka.

Orang-orang tampak mengunjungi area wisata Old Kashgar di Xinjiang, China, pada 20 Juli 2023. (Foto: AFP/Pedro Pardo)
Orang-orang tampak mengunjungi area wisata Old Kashgar di Xinjiang, China, pada 20 Juli 2023. (Foto: AFP/Pedro Pardo)

Selama perjalanan, warga Uighur harus melapor masuk ke pejabat yang ditunjuk di China secara rutin, dan setelah mereka kembali, pihak berwenang akan menyita paspor mereka.

“Petugas dari komite lingkungan, kantor polisi setempat, dan biro keamanan publik mengunjungi ayah saya setelah dia kembali. Mereka bertanya tentang siapa yang dia temui, ke mana dia pergi, dan apa yang dia ceritakan kepada orang-orang,” kata seorang warga Uighur yang tidak disebutkan namanya kepada Human Rights Watch.

Tur propaganda

Selain melakukan kontrol ketat terhadap warga Uighur yang ingin bepergian ke luar negeri, pemerintah China juga memberlakukan persyaratan ketat terhadap diaspora Uighur yang ingin berkumpul kembali dengan anggota keluarganya di Xinjiang.

Menurut laporan tersebut, warga Uighur yang memiliki paspor asing harus melalui proses pemeriksaan yang ketat untuk mendapatkan persetujuan dari otoritas lokal di Xinjiang. Begitu mereka tiba di China, orang-orang Uighur ini akan diinterogasi berulang kali dan hanya diperbolehkan menginap di hotel, bukan di rumah kerabat mereka.

Seorang warga Uighur menyiapkan minuman yogurt tradisional di kawasan wisata Old Kashgar di Xinjiang, pada 20 Juli 2023. (Foto: AFP/Pedro Pardo)
Seorang warga Uighur menyiapkan minuman yogurt tradisional di kawasan wisata Old Kashgar di Xinjiang, pada 20 Juli 2023. (Foto: AFP/Pedro Pardo)

Dalam beberapa kasus, kedutaan besar China akan memberitahu beberapa warga Uighur di luar negeri untuk bergabung dalam tur resmi ke Xinjiang, yang diselenggarakan oleh departemen propaganda Partai Komunis setempat.

Berbicara dalam bahasa Mandarin, seorang ahli bahasa dan aktivis Uighur yang tinggal di Norwegia, Abduweli Ayup, mengatakan kedutaan besar di negara-negara seperti Turki, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan telah menyelenggarakan tur kelompok ini melalui asosiasi imigran China di negara-negara tersebut sejak tahun 2019.

“Empat asosiasi imigran China berlomba-lomba mengatur tur propaganda ini di Turki,” katanya kepada VOA melalui telepon.

Warga Uighur yang turut serta dalam tur semacam itu "mengatakan mereka harus mendapatkan izin untuk mengunjungi keluarga mereka dan harus berbicara dalam bahasa Mandarin, bahkan di antara sesama mereka," ungkap Human Rights Watch dalam laporannya.

Selain ruang gerak yang terbatas, warga Uyghur yang berkunjung ke Xinjiang akan diminta oleh petugas berwenang setempat untuk "berpartisipasi dalam aktivitas propaganda," seperti memuji Partai Komunis atas kebijakannya terkait Xinjiang.

Dalam responsnya terhadap permintaan komentar yang diajukan VOA, Kedutaan Besar China di Washington, DC, mengatakan "Xinjiang tidak pernah membatasi kebebasan perjalanan orang-orang dari semua etnis, termasuk Uighur."

"Di Xinjiang, orang-orang dari beragam etnis bebas untuk keluar masuk wilayah tersebut, selama mereka tidak dilarang untuk meninggalkan wilayah itu karena diduga terlibat tindak kriminal," kata Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China.

Sejak tahun 2022, pemerintah China telah menyelenggarakan beberapa perjalanan ke Xinjiang untuk perwakilan dari negara-negara asing. Dalam sebuah perjalanan yang diikuti delegasi dari beberapa negara Islam pada Oktober 2024, surat kabar pemerintah China, China Daily, mengklaim bahwa para tamu asing tersebut menunjukkan “kekaguman mereka atas stabilitas sosial, keharmonisan, dan pembangunan kolaboratif” di antara kelompok-kelompok etnis di Xinjiang.

Uluyol mengatakan mengingat kemungkinan bahwa China akan mempertahankan pembatasan perjalanan terhadap warga Uighur, maka negara-negara asing harus “melindungi warga negara dan penduduknya” dari ancaman yang ditimbulkan oleh Beijing; sementara badan-badan internasional seperti PBB harus mencoba memprioritaskan tantangan-tantangan ini dan mengatasinya di tingkat internasional. [em/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG