Tautan-tautan Akses

Krisis Hong Kong: Senat Mahasiswa Akan Boikot Perkuliahan


Para siswa dan peserta unjuk rasa lainnya berdemonstrasi di Edinburgh Place di Hong Kong, Kamis, 22 Agustus 2019. (Foto: AP)
Para siswa dan peserta unjuk rasa lainnya berdemonstrasi di Edinburgh Place di Hong Kong, Kamis, 22 Agustus 2019. (Foto: AP)

Para pimpinan senat mahasiswa di Hong Kong menyerukan pemboikotan pada awal tahun ajaran untuk menekan pemerintah agar meresponse gerakan demonstrasi yang melanda kota tersebut sejak Juni, kantor berita Associated Press melaporkan, Kamis (22/8/2019).

Pimpinan senat mahasiswa dari 10 universitas mengatakan bahwa mereka ingin agar mahasiswa membolos selama dua minggu pertama perkuliahan pada September mendatang. Mereka bertekad akan meningkatka aksi mereka jika sang pemimpin yang condong ke Beijing, Carrie Lam, tidak meresponse hingga 13 September.

Anak muda telah menjadi garda terdepan gerakan demonstrasi di kota semiotonom tersebut. Gerakan itu dipicu seruan untuk membatalkan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang ditentang warga.

RUU tersebut, yang memperbolehkan seorang tersangka kejahatan untuk diekstradisi ke China karena pengadilan yang tidak independen, akhirnya telah dibatalkan. Namun, krisis terus berlanjut dan para demonstran kini menuntut empat hal lainnya, termasuk pelaksanaan demokrasi penuh.

“Dua minggu adalah waktu yang cukup bagi pemerintah untuk benar-benar berpikir bagaimana meresponse lima tuntutan ini,” tutur Davin Wong, Pelaksana Tugas Presiden Senat Mahasiswa Universitas Hong Kong. Para pimpinan mahasiswa tersebut belum memutuskan bagaimana memperbesar aksi mereka setelah dua minggu pertama, tetapi membuka kemungkinan akan adanya mogok massal.

Pada Kamis pula, pelajar SMA mengerumuni lapangan pusat kota untuk berdemonstrasi. Mengenakan pakaian bernuansa hitam dan berlindung di bawah payung saat teriknya panas, ratusan remaja berteriak, “Merdekakan Hong Kong” dan “Revolusi zaman kita” serta menyerukan Lam agar mundur, sebelum akhirnya terpecah-pecah ke dalam grup untuk berdiskusi mengenai masa depan politik kota tersebut.

Sementara itu, bank-bank besar Hong Kong mengutuk aksi kekerasan yang sebelumnya terjadi. Pusat perdagangan berlian dunia pun mendesak penundaan pelaksanaan pameran perhiasan yang akan diadakan di kota tersebut. Permintaan pembatalan itu menunjukkan bagaimana korporasi global khawatir akan dampak gerakan tersebut terhadap pusat bisnis Asia itu.

Bank-bank tersebut juga beriklan di sejumlah koran dan menghendaki krisis politik ini diakhiri. Permintaan tersebut memberi isyarat bahwa sektor keuangan mendukung Lam. [ga/ft]

XS
SM
MD
LG