Para pemimpin Korea Selatan dan Arab Saudi, Kamis (17/11), sepakat meningkatkan hubungan dalam sektor-sektor utama seperti energi dan pertahanan, dengan kerajaan kaya minyak itu menandatangani banyak kesepakatan termasuk perjanjian petrokimia $6,7 miliar.
Presiden Yoon Suk-yeol bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di ibu kota Korea Selatan, Kamis (17/11). Mereka mengumumkan rencana untuk mengubah hubungan bilateral menjadi "kemitraan strategis".
Bin Salman (37), sering disebut MBS, penguasa de facto kerajaan, tiba di Seoul, Rabu malam (16/11) setelah menghadiri KTT G20 di Bali. Dia sedang melakukan tur Asia dalam upaya yang mungkin untuk mendongkrak hubungan negara Teluk itu dengan pasar energi terbesarnya.
Perjalanan itu berlangsung ketika Riyadh berselisih dengan Washington atas keputusan kartel minyak OPEC+ Oktober lalu untuk memangkas produksi sebesar dua juta barel per hari.
Yoon dan bin Salman setuju meningkatkan hubungan menjadi "kemitraan strategis berorientasi masa depan," kata kantor Yoon dalam pernyataan. Presiden Korea Selatan itu ingin melihat perusahaan-perusahaan lokal bergabung dengan proyek-proyek utama Saudi seperti proyek kota pintar NEOM, dan meningkatkan kerja sama dalam sektor pertahanan dan energi. Bin Salman "secara khusus menyatakan keinginannya meningkatkan kerja sama yang signifikan dalam industri energi, pertahanan dan konstruksi," kata kantor Yoon.
Dalam kunjungan itu, kedua pemerintah dan perusahaan-perusahaan dari kedua negara, termasuk beberapa konglomerat top Seoul, menandatangani sekitar 20 kesepakatan dalam berbagai bidang mulai dari pertanian hingga perkeretaapian.
Di antara perjanjian tersebut adalah investasi Saudi untuk proyek kilang Korea Selatan, Shaheen S-OIL, yang akan membangun fasilitas produksi petrokimia di Korea Selatan senilai $6,7 miliar, kata kantor Yoon.
Bin Salman, yang secara resmi diangkat menjadi Perdana Menteri pada September, telah merombak negara kaya minyak yang ultrakonservatif itu dengan reformasi ekonomi, sosial dan agama sejak naik ke tampuk kekuasaan. Ia menjadi sangat terkenal sehubungan dengan pembunuhan jurnalis pembangkang Saudi, Jamal Khashoggi, tahun 2018 di konsulat Saudi di Istanbul.
Tahun lalu, Presiden AS Joe Biden mendeklasifikasi laporan intelijen yang menemukan bahwa Pangeran Mohammed telah menyetujui operasi terhadap Khashoggi. Pernyataan itu dibantah oleh otoritas Saudi. [ab/ka]
Presiden Yoon Suk-yeol bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman di ibu kota Korea Selatan, Kamis (17/11). Mereka mengumumkan rencana untuk mengubah hubungan bilateral menjadi "kemitraan strategis".
Bin Salman (37), sering disebut MBS, penguasa de facto kerajaan, tiba di Seoul, Rabu malam (16/11) setelah menghadiri KTT G20 di Bali. Dia sedang melakukan tur Asia dalam upaya yang mungkin untuk mendongkrak hubungan negara Teluk itu dengan pasar energi terbesarnya.
Perjalanan itu berlangsung ketika Riyadh berselisih dengan Washington atas keputusan kartel minyak OPEC+ Oktober lalu untuk memangkas produksi sebesar dua juta barel per hari.
Yoon dan bin Salman setuju meningkatkan hubungan menjadi "kemitraan strategis berorientasi masa depan," kata kantor Yoon dalam pernyataan. Presiden Korea Selatan itu ingin melihat perusahaan-perusahaan lokal bergabung dengan proyek-proyek utama Saudi seperti proyek kota pintar NEOM, dan meningkatkan kerja sama dalam sektor pertahanan dan energi. Bin Salman "secara khusus menyatakan keinginannya meningkatkan kerja sama yang signifikan dalam industri energi, pertahanan dan konstruksi," kata kantor Yoon.
Dalam kunjungan itu, kedua pemerintah dan perusahaan-perusahaan dari kedua negara, termasuk beberapa konglomerat top Seoul, menandatangani sekitar 20 kesepakatan dalam berbagai bidang mulai dari pertanian hingga perkeretaapian.
Di antara perjanjian tersebut adalah investasi Saudi untuk proyek kilang Korea Selatan, Shaheen S-OIL, yang akan membangun fasilitas produksi petrokimia di Korea Selatan senilai $6,7 miliar, kata kantor Yoon.
Bin Salman, yang secara resmi diangkat menjadi Perdana Menteri pada September, telah merombak negara kaya minyak yang ultrakonservatif itu dengan reformasi ekonomi, sosial dan agama sejak naik ke tampuk kekuasaan. Ia menjadi sangat terkenal sehubungan dengan pembunuhan jurnalis pembangkang Saudi, Jamal Khashoggi, tahun 2018 di konsulat Saudi di Istanbul.
Tahun lalu, Presiden AS Joe Biden mendeklasifikasi laporan intelijen yang menemukan bahwa Pangeran Mohammed telah menyetujui operasi terhadap Khashoggi. Pernyataan itu dibantah oleh otoritas Saudi. [ab/ka]
Forum