Tautan-tautan Akses

Korea Utara Luncurkan Rudal Saat Blinken Ingatkan Ancaman Aliansi Rusia-Pyongyang


Seorang pria berjalan melewati sebuah TV yang menyiarkan berita tentang Korea Utara yang menembakkan rudal balistik ke laut lepas pantai timurnya, di Seoul, Korea Selatan, 6 Januari 2025. (Foto: Kim Hong-Ji/Reuters)
Seorang pria berjalan melewati sebuah TV yang menyiarkan berita tentang Korea Utara yang menembakkan rudal balistik ke laut lepas pantai timurnya, di Seoul, Korea Selatan, 6 Januari 2025. (Foto: Kim Hong-Ji/Reuters)

Blinken, yang berencana mendorong Korea Selatan untuk mempertahankan kebijakan Yoon dalam meningkatkan kerja sama dengan Jepang, sedang dalam pembicaraan di Seoul ketika Korea Utara menembakkan rudal balistik yang jatuh ke laut.

Korea Utara meluncurkan rudal pada Senin (6/1) saat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken berada di Korea Selatan. Dalam kunjungannya, Blinken memperingatkan mengenai kondisi Pyongyang yang semakin mempererat kerja sama dengan Rusia dalam teknologi luar angkasa canggih.

Kunjungan Blinken berlangsung saat penyelidik berusaha menangkap Presiden konservatif Yoon Suk Yeol. Yoon diketahui mengurung diri di kediamannya setelah dimakzulkan menyusul keputusannya untuk memberlakukan darurat militer pada 3 Desember 2024.

Blinken, yang berencana mendorong Korea Selatan untuk mempertahankan kebijakan Yoon dalam meningkatkan kerja sama dengan Jepang, sedang dalam pembicaraan di Seoul ketika Korea Utara menembakkan rudal balistik yang jatuh ke laut.

Rudal itu terbang sekitar 1.100 kilometer, kata militer Korea Selatan.

Penjabat Presiden Korea Selatan Choi Sang-mok, kanan, dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, kiri, menghadiri pertemuan di Seoul, Korea Selatan, Senin, 6 Januari 2025. (Foto: Lee Jin-man/Pool via REUTERS)
Penjabat Presiden Korea Selatan Choi Sang-mok, kanan, dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, kiri, menghadiri pertemuan di Seoul, Korea Selatan, Senin, 6 Januari 2025. (Foto: Lee Jin-man/Pool via REUTERS)

"Peluncuran hari ini hanyalah pengingat bagi kita semua tentang betapa pentingnya kerja sama kita," kata Blinken, sambil menyoroti peningkatan latihan trilateral dan pembagian informasi intelijen terkait Korea Utara.

Blinken dan mitranya dari Korea Selatan, Cho Tae-yul, mengecam peluncuran tersebut dalam konferensi pers bersama. Blinken juga memperingatkan bahwa Rusia semakin meningkatkan dukungannya untuk Korea Utara sebagai imbalan atas bantuan Pyongyang dalam berperang melawan Ukraina.

"Korea Utara sudah menerima peralatan dan pelatihan militer dari Rusia. Sekarang, kita memiliki alasan untuk percaya bahwa Moskow berniat berbagi teknologi satelit dan antariksa canggih dengan Pyongyang," kata Blinken.

Blinken kembali menyatakan kekhawatirannya bahwa Rusia, sebagai anggota Dewan Keamanan PBB dengan hak veto, akan secara resmi mengakui Korea Utara sebagai negara nuklir. Langkah itu akan menjadi pukulan besar bagi konsensus global yang mendesak Pyongyang mengakhiri program nuklirnya.

Menurut intelijen Amerika Serikat dan Korea Selatan, Korea Utara diperkirakan mengirim ribuan tentara untuk bertempur di Ukraina akhir tahun lalu yang berujung pada terenggutnya ratusan korban jiwa pasukan Pyongyang.

Di Tokyo, tempat Blinken tiba pada Senin, Perdana Menteri Shigeru Ishiba jufa menyuarakan kekhawatiran bahwa "teknologi Korea Utara berkembang lebih baik."

Perubahan di Bawah Trump

Ujian tersebut dilakukan dua minggu sebelum pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, yang selama masa jabatannya berusaha mendekati Korea Utara dengan diplomasi personal.

Trump, yang pernah mengancam "api dan amarah" terhadap Korea Utara, akhirnya bertemu tiga kali dengan pemimpin Kim Jong Un dan mengatakan bahwa mereka akhirnya "jatuh cinta."

Presiden Joe Biden mengusulkan pendekatan yang lebih tradisional, dengan mengedepankan pembicaraan tingkat kerja yang fokus pada penghentian program nuklir Korea Utara.

Blinken membela pendekatan pemerintahan yang akan berakhir, menyatakan bahwa mereka telah berusaha berkomunikasi dengan Korea Utara. Namun, yang didapat justru "tindakan yang semakin provokatif, termasuk peluncuran rudal."

Ketegangan tersebut "bukan karena kurangnya keterlibatan dan upaya untuk menemukan jalan ke depan melalui diplomasi", katanya.

Presiden AS Donald Trump, kanan, bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pulau Sentosa di Singapura, 12 Juni 2018. (Foto: AP)
Presiden AS Donald Trump, kanan, bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Pulau Sentosa di Singapura, 12 Juni 2018. (Foto: AP)

Blinken berkunjung pada hari yang kebetulan bertepatan dengan peringatan kerusuhan 6 Januari, yang diwarnai kekerasan di Gedung Capitol oleh pendukung Trump. Kerusuhan tersebut terjadi setelah Trump menolak menerima kekalahannya dalam pemilihan presiden 2020.

Para pendukung Yoon mengibarkan bendera Amerika Serikat dan menunjukkan dukungan untuk Trump dengan melambaikan spanduk bertuliskan slogan "Hentikan Pencurian."

Blinken, yang hotelnya berada dalam jarak dengar dari protes gaduh oleh para pendukung dan penentang Yoon, berusaha menjauhkan diri dari keberpihakan di negara yang terpecah belah tersebut.

Ia mengulangi kekhawatiran Washington terkait penerapan darurat militer singkat oleh Yoon pada 3 Desember dan memuji "ketahanan demokrasi" Korea Selatan, tanpa memberikan komentar mengenai upaya untuk menangkap presiden.

"Amerika Serikat memiliki kepercayaan penuh pada lembaga-lembaga Korea Selatan, dan kami menegaskan kembali dukungan tak tergoyahkan kami bagi rakyat Korea saat mereka bekerja keras untuk menegakkan lembaga-lembaga tersebut," kata Blinken.

Presiden AS Joe Biden, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (kiri), dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (kanan) berfoto menjelang pertemuan trilateral di Pekan Pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di San Francisco, California, pada 16 November 2023. (Foto: AFP)
Presiden AS Joe Biden, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (kiri), dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (kanan) berfoto menjelang pertemuan trilateral di Pekan Pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di San Francisco, California, pada 16 November 2023. (Foto: AFP)

Keberlanjutan

Yoon sebelumnya merupakan tokoh favorit pemerintahan Biden. Ia dipilih untuk memimpin pertemuan puncak demokrasi global dan menyenangkan Washington dengan langkahnya untuk mengakhiri ketegangan puluhan tahun dengan Jepang, sesama sekutu Amerika Serikat yang juga menjadi tempat bagi ribuan tentara Amerika.

Yoon turut serta dengan Biden dan Perdana Menteri Jepang saat itu, Fumio Kishida, pada 2023 untuk pertemuan puncak tiga arah yang bersejarah di tempat peristirahatan presiden, Camp David.

"Arah kebijakan luar negeri Korea Selatan akan tetap tidak berubah. Saya telah menjelaskannya dengan jelas," kata Cho kepada Blinken.

Blinken juga bertemu dengan penjabat presiden Choi Sang-mok, seorang teknokrat yang telah menjabat lebih dari seminggu. Kantor Choi menyatakan bahwa Korea Selatan tetap berkomitmen pada "prinsip dan perjanjian dari pertemuan puncak Camp David" serta pada "aliansi Korea-Amerika Serikat yang kuat."

Oposisi progresif Korea Selatan, yang telah membuat hidup Yoon sengsara dari parlemen, menajdi semakin kuat sejak perebutan kekuasaan presiden. Secara historis, kelompok oposisi juga cenderung mengambil sikap yang lebih keras terhadap Jepang.

Korea Selatan juga lebih menyukai pendekatan yang lebih diplomatis dengan Korea Utara daripada Yoon yang agresif. [ah/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG