Sidang Paripurna DPR hari Rabu (29/10) melakukan pemilihan dan menetapkan pimpinan seluruh komisi dan alat kelengkapan DPR. Hasilnya, hampir semua kursi pimpinan dijabat oleh fraksi dari partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih.
Dari 65 kursi alat kelengkapan DPR dan komisi yang ada, Partai-partai pendukung jokowi-JK yang menamakan Koalisi Indonesia Hebat hanya memperoleh 5 kursi.
Koalisi Indonesia Hebat yang terdiri dari PDIP, PKB, Nasdem, Hanura dan PPP pimpinan Romahurmuzy mengajukan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang telah menetapkan seluruh pimpinan komisi dan alat kelengkapan DPR.
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo, Rabu di gedung DPR mengatakan pimpinan DPR tetap menetapkan pimpinan komisi dan alat kelengkapan DPR meskipun tidak dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah fraksi dan itu melanggar Undang-undang yang ada.
Penetapan pimpinan tersebut lanjutnya hanya dihadiri oleh Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PA dan PKS.
Dalam sidang tersebut Koalisi Indonesia Hebat tidak menghadiri sidang paripurna karena suara mereka tidak didengar.
Arif menilai ada proses kediktatoran yang dilakukan pimpinan DPR yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih dan ini akan tidak baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang.
Mosi tidak percaya ini kata Arif merupakan langkah yang terpaksa dilakukan oleh Koalisi Indonesia Hebat. Dia sebetulnya sangat berharap musyawarah dan mufakat dikedepankan dalam masalah ini.
Selain mengajukan mosi tidak percaya, Koalisi Indonesia Hebat juga tidak akan menghadiri rapat apapun yang digelar oleh DPR, baik rapat tingkat komisi sampai rapat paripurna DPR.
Koalisi Indonesia Hebat bahkan membentuk pimpinan komisi tandingan.
Arif Wibowo menjelaskan, "Jadi bukan soal kedudukan atau kekuasaan tetapi menjaga palu itu agar tegak lurus untuk menjaga demokrasi kita. Nah, kami tidak melihat segala proses politik yang menurut kami sebagai preseden yang buruk bagi demokrasi , itu kemudian dikembalikan ke jalan yang seharusnya. Yang terjadi justru kebablasan lama-lama."
Di tempat yang sama, Politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto mengungkapkan langkah partai koalisi Indonesia hebat justru akan menghambat kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya sudah satu bulan anggota DPR dilantik tetapi hingga kini belum kunjung bekerja.
Menurutnya, banyak pekerjaan DPR yang harus segera diselesaikan.
"Saya rasa tidak berpengaruh, karena apa yang dilakukan mereka sebenarnya mereka sudah mengakui dengan menghadiri rapat konsultasi. Alasan mosi tidak percaya adalah hak mereka," ujar Yandri.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Refly Harun menilai kedua koalisi masih belum bisa menghentikan persaingan politik mereka. Dia khawatir kondisi yang terjadi di DPR ini akan mempengaruhi kinerja Presiden Joko Widodo.
Dengan adanya pimpinan komisi tandingan, maka Refly mengkhawatirkan akan menyebabkan kinerja DPR terkait fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran tidak berjalan secara baik.
"Saya melihatnya kelemahan di tatib (tata tertib DPR, red.) ini, tidak mengatur apa yang harus dilakukan (jika terjadi kemacetan politik). Seharusnya kalau langkah politik tidak menemukan titik temu, kan seharusnya ada 'deadlock mechanism'-nya tapi di sini (tatib DPR) kan tidak ada," demikian papar Refly Harun.