Deputy Country Representative The Asia Foundation (TAF), Hana Satriyo, mengungkapkan keterlibatan perempuan dalam pengelolaan perhutanan sosial masih sangat rendah. Adapun faktor yang memengaruhi rendahnya keterlibatan perempuan dalam pengelolaan hutan karena pengaruh sosial budaya.
"Kalau kita lihat hanya lima persen dari yang memegang izin perhutanan yang memiliki anggota perempuan di dalamnya," katanya dalam diskusi daring bertema Praktik Baik Ibu Bumi Dalam Mengelola Hutan, Rabu (25/8).
Perhutanan sosial adalah program nasional di sektor kehutanan yang membuka akses kelola hutan bagi komunitas masyarakat. Terutama komunitas miskin yang hidupnya bergantung pada keberlanjutan hutan dengan segala keanekaragaman hayati.
Sejak diluncurkan pada tahun 2015, pemerintah telah menargetkan untuk pengelolaan perhutanan sosial sebesar 12,7 juta hektare. Kemudian, hingga Agustus 2021, perhutanan sosial telah mencapai 4,7 juta hektare. Namun, nyatanya keterlibatan perempuan dalam perhutanan sosial masih sangat minim.
Hana menjelaskan, dalam mendorong keterlibatan perempuan pada tata kelola hutan. Pihaknya telah memiliki program 'SETAPAK' yakni Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Tata Kelola Hutan dan Lahan yang Baik.
"Bekerja sama dengan kelompok masyarakat sipil di Indonesia untuk mendorong tata kelola hutan dan lahan yang mendorong keterlibatan perempuan melalui penguatan, keadilan, serta kesetaraan gender," jelasnya.
Kesetaraan Gender
Hana memaparkan ada empat strategi untuk memperkuat keadilan serta kesetaraan gender dalam tata kelola hutan dan lahan di Tanah Air. Pertama, mendukung program khusus untuk mendorong kepemimpinan perempuan. Kedua, mengintegrasikan gender di dalam program dan kebijakan.
Lalu, membangun aliansi dengan para organisasi masyarakat sipil dan institusi terkait. Terakhir, bagaimana penguatan ini bisa mendorong kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengelolaan hutan dan lahan.
"Strategi tersebut sudah menghasilkan banyak perubahan," ucapnya.
Keberpihakan pada Masyarakat
Sementara, Staf Ahli Menteri Bidang Energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Winarni Monoarfa, mengatakan program perhutanan sosial merupakan salah satu upaya untuk menegakkan keberpihakan bagi masyarakat khususnya di sekitar hutan.
"Ini adalah upaya bersama dalam rangka meningkatkan pemerataan ekonomi, pendapatan masyarakat. Lalu, menurunkan angka kemiskinan melalui menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru melalui pemberian akses legal terhadap pengelolaan hutan kepada masyarakat," ucapnya.
Menurutnya, KLHK telah berkomitmen mendorong partisipasi perempuan dalam mengelola perhutanan sosial. Salah satunya melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
"Dalam Peraturan Menteri tersebut secara jelas disebutkan bahwa KLHK memberikan kesempatan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan dalam akses untuk kelola hutan," ungkap Winarni.
Bukan hanya itu, kata Winarni, KLHK juga telah berkomitmen untuk mendorong partisipasi perempuan adat dalam pengelolaan hutan.
"Partisipasi perempuan adat dalam pengelolaan hutan untuk memberikan pemanfaatan dalam peningkatan life, live, dan hood. Dalam indikator pelaksanaan pengelolaan perhutanan sosial yakni keterwakilan perempuan serta kelompok marginal lainnya," pungkasnya. [aa/em]