Tautan-tautan Akses

Kementan: Kematian Akibat PMK Tak Berdampak Signifikan pada Populasi Sapi  


Sejumlah petugas menyemprotkan desinfektan ke arah hewan ternak untuk mencegah penyakit kuku dan mulut (PMK). Para ahli menyebut, ternak terutama sapi yang terkena PMK bisa diobati, tetapi berpotensi membawa virus dan menularkan ke ternak lain. (Foto: Ditjen PKH Kementan)
Sejumlah petugas menyemprotkan desinfektan ke arah hewan ternak untuk mencegah penyakit kuku dan mulut (PMK). Para ahli menyebut, ternak terutama sapi yang terkena PMK bisa diobati, tetapi berpotensi membawa virus dan menularkan ke ternak lain. (Foto: Ditjen PKH Kementan)

Kementerian Pertanian menyatakan kematian hewan ternak akibat penyakit mulut dan kuku (PMK) tidak berdampak signifikan pada populasi sapi dan kerbau di Tanah air. Dari 24 provinsi yang terpapar, sembilan provinsi telah berstatus tidak ditemukan kasus PMK baru dalam 14 hari terakhir.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah menyatakan kematian ternak akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tidak berdampak signifikan terhadap jumlah populasi hewan ternak sapi di Tanah Air.

Nasrullah memaparkan secara nasional, jumlah ternak yang mati akibat PMK per 31 Agustus adalah 7.718 atau sekitar 0,04% dari total populasi ternak sekitar 18-19 juta sapi-kerbau. Kasus kematian ternak terbanyak akibat PMK terjadi di Jawa Barat dengan total kematian 3.340 ekor.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah memaparkan perkembangan PMK Nasional per 31 Agustus 2022 dalam Webinar Strategi Holistik Mengatasi Kekurangan Populasi Sapi Akibat PMK, Kamis (1 September 2022) (Foto: Yoanes Litha/Tangkapan Layar)
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah memaparkan perkembangan PMK Nasional per 31 Agustus 2022 dalam Webinar Strategi Holistik Mengatasi Kekurangan Populasi Sapi Akibat PMK, Kamis (1 September 2022) (Foto: Yoanes Litha/Tangkapan Layar)

“Artinya kalau kita berbicara soal antisipasi kekurangan populasi kayaknya kurang signifikan, karena hanya 0,04 persen, 7.700 yang mati dari 19 juta sapi kerbau,” kata Nasrullah saat berbicara dalam webinar ICMI Talk bertema Strategi Holistik Mengatasi Kekurangan Populasi Sapi Akibat PMK, Kamis (1/9).

Berdasarkan laporan Crisis Center PMK per 5 September 2022, dari total 517.213 hewan ternak yang sakit, 379.682 dinyatakan sembuh sehingga sisa hewan ternak yang belum sembuh sebanyak 118.237 ekor yang tersebar di 15 provinsi.

Kementan: Kematian Akibat PMK Tak Berdampak Signifikan pada Populasi Sapi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:00 0:00

Selain itu, sembilan provinsi sudah berstatus zero reported case atau tidak ditemukan kasus PMK baru dalam 14 hari terakhir yaitu Bali, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat.

Sebanyak dua juta hewan ternak di 24 provinsi telah mendapat vaksinasi PMK.

Dampak Traumatik Peternak Sapi Potong

Dalam webinar yang sama, Ketua Umum Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (GAPUSPINDO), Didiek Purwanto, mengungkapkan wabah PMK berdampak pada traumatik peternak utamanya dalam budi daya sapi potong.

“Karena pada saat kecepatan yang luar biasa penularannya itu dan tidak mudah dengan kondisi keterbatasan yang ada di petani, infrastruktur, sarana transportasi, kecepatan pemindahan –ternak- ke rumah potong, ini menjadi persoalan bagi kita pada waktu itu memang kita tidak siap,” kata Didiek Purwanto.

Peternak juga dihadapkan pada potensi kerugian ekonomi. Merujuk Andrew McFadden dalam Naipospos (2004), Didiek menjelaskan wabah PMK dapat menyebabkan kehilangan produktivitas diantaranya berupa penurunan tingkat pertumbuhan sapi potong yang 10-20 persen lebih lama mencapai dewasa. Penurunan fertilitas dan perlambatan kebuntingan serta kematian anak 20-40 persen untuk domba dan babi, juga terganggunya perdagangan domestik oleh pengendalian lalu lintas ternak dan besarnya biaya eradikasi PMK.

Empat Strategi Pengendalian PMK

Kakordalops Satuan Tugas PMK, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Brigjend TNI Lukmansyah mengungkapkan pemerintah Indonesia menerapkan empat strategi untuk menekan penyebaran penyakit mulut dan kuku yaitu dengan penerapan biosekuriti berupa kegiatan desinfeksi atau dekontaminasi terhadap kandang, hewan ternak, kendaraan pengangkut dan manusia.

“Kita menyemprot dengan desinfektan. Sapinya kita semprot kemudian produk hewannya disemprot juga, kemudian kendaraan yang mengangkutnya, orang yang menggiringnya, kandangnya,” kata Brigjend TNI Lukmansyah dalam PMK Talks di Youtube BNPB Indonesia, Minggu (4/9).

Strategi yang kedua dengan melakukan pengobatan kepada hewan yang sakit dan pemberian vitamin kepada hewan yang sehat. Strategi ketiga dilakukan dengan kegiatan vaksinasi terhadap hewan ternak yang berada di zona merah.

“Suatu kabupaten kita katakan 'zona merah' apabila ada satu kecamatan yang sudah terkena PMK. Nah, kecamatan-kecamatan tetangganya itu harus segera divaksinasi, sehingga apabila meluas mengenai kecamatan di sebelahnya tapi sudah divaksinasi kuat lah menghadapi itu semua,” jelas Lukmansyah.

Untuk strategi keempat adalah untuk hewan yang tidak dapat disembuhkan dilaksanakan potong bersyarat yang dapat diambil dagingnya untuk dikonsumsi kecuali bagian kepala, jeroan, kaki dan ekor yang sebaiknya dikuburkan untuk mencegah penularan PMK ke hewan ternak lainnya.

Pemerintah melalui BNPB menetapkan Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku sejak 29 Juni hingga 31 Desember 2022 mendatang. [yl/em/ft]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG