Partai Rakyat Eropa (EPP) yang konservatif, Kamis (7/3) secara resmi mendukung pencalonan Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen untuk masa jabatan kedua.
Sekitar 1.500 perwakilan dari kekuatan terbesar di parlemen Uni Eropa itu, termasuk anggota parlemen, pemimpin partai dan 12 kepala negara dan pemerintahan akan mendukung pencalonan perempuan Jerman berusia 65 tahun itu pada kongres partai tersebut di Bukares.
Setelah menghadapi berbagai krisis saat memimpin Komisi Eropa mulai dari COVID hingga perang Ukraina, mantan menteri pertahanan ini berupaya untuk diangkat kembali untuk masa jabatan baru hingga tahun 2029.
Pada hari pembukaan konferensi, Rabu, pemimpin EPP Manfred Weber memuji von der Leyen sebagai “pemimpin yang solid”, yang dapat mengandalkan dukungan dari sebagian besar anggota, dan menambahkan bahwa Eropa akan “berada di tangan yang tepat” jika dia memimpin.
Von der Leyen diperkirakan akan berpidato di kongres partai itu di ibu kota Rumania sebelum pemungutan suara rahasia. Hasilnya diperkirakan akan diumumkan sekitar pukul 12:30 siang waktu setempat.
Dukungan luas
Sebagai kelompok terbesar di parlemen, EPP ingin menunjukkan kekuatan menjelang pemilu Eropa.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Presiden Rumania Klaus Iohannis. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk, Perdana Menteri Yunani dan Swedia Kyriakos Mitsotakis dan Ulf Kristersson, serta Presiden Parlemen Eropa Roberta Metsola termasuk di antara mereka yang berkumpul di Bukares.
Dijadwalkan berlangsung pada tanggal 6-9 Juni, pemilu ini akan mengubah keseimbangan politik di Brussel, termasuk di Komisi Eropa.
Di dalam EPP, von der Leyen "mendapat dukungan luas dan catatan (kebijakannya) memberinya citra positif," kata Thierry Chopin, penasihat khusus di Jacques Delors Institute, Paris.
Sebagai perempuan pertama yang memegang jabatan penting di Uni Eropa, von der Leyen telah berhasil melakukan manuver "dalam menghadapi krisis pandemi, krisis energi, perang di Ukraina, meskipun terkadang mengambil sikap yang memecah-belah" dalam kebijakan luar negeri, terutama mengenai China dan Timur Tengah, katanya kepada AFP.
Namun ia mendapat kecaman dalam beberapa tahun terakhir, terutama dari kelompok konservatif liberal Perancis yang mengecam "suatu bentuk penyimpangan teknokratis yang merugikan petani kita".
Pencapaian andalan Von der Leyen pada masa jabatan pertamanya, “Kesepakatan Hijau” Eropa berubah menjadi racun politik, dengan adanya mobilisasi petani di seluruh Eropa dalam beberapa minggu terakhir.
Hadapi ketidakpuasan yang semakin besar
Dihadapkan dengan meningkatnya ketidakpuasan dan partai-partai sayap kanan yang memperoleh suara tinggi dalam jajak-jajak pendapat, von der Leyen telah mengesampingkan kekhawatiran mengenai perubahan iklim sejak mengumumkan pencalonannya beberapa minggu yang lalu.
Dalam perubahan lainnya, EPP menyerukan agar para pencari suaka dipindahkan ke “negara ketiga yang aman” untuk dievaluasi klaim mereka dalam manifesto yang diadopsi kongres pada hari Rabu.
Von der Leyen tampaknya berusaha memperoleh dukungan sayap kanan, kata Chopin, khususnya dengan mendekati Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, yang baru-baru ini melakukan perjalanan bersamanya ke Kyiv.
Setelah mendapatkan dukungan tipis, yaitu hanya sembilan suara tambahan di Parlemen Eropa pada tahun 2019, “dia tahu bahwa dia harus mengumpulkan suara sebanyak mungkin untuk memastikan meraih mayoritas,” tegasnya.
Pada pertemuan mereka di Roma akhir pekan lalu, Partai Sosialis Eropa (PES), kekuatan terbesar kedua di Parlemen Eropa, menggarisbawahi “pentingnya” pemilu bulan Juni mendatang menjelang meningkatnya dukungan terhadap kelompok sayap kanan.
"Jiwa Eropa sedang dalam bahaya. Hantu masa lalu kembali menghantui institusi kita: kebencian, keserakahan, kepalsuan, penolakan iklim, otoritarianisme," kata Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez memperingatkan para delegasi kongres. [ab/uh]
Forum