Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. Pada peraturan itu terdapat syarat pemberian izin bagi ASN Jakarta yang hendak berpoligami.
Peraturan tersebut menyebutkan ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang wajib memperleh izin dari pejabat berwenang sebelum melangsungkan perkawinan lagi. Jika tidak melakukannya, ASN tersebut akan dikenai sanksi.
Dalam peraturan gubernur tersebut juga disebutkan beberapa syarat agar ASN bisa mendapatkan izin berpoligami, yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan, mendapat persetujuan istri mempunya penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan anak, sanggup berlaku adilizin putusan pengadilanuntuk beristri lebih dari satu.
Sementara pada pasal 5 juga menyeebutkan izin poligami tidak dapat diberikan jika bertentangan dengan ajaran atau peraturan agama yang dianut pegawai ASN yang bersangkutan.
Menanggapi hal itu, Komisioner Komnas Perempuan Andi Yentriyani mengatakan Pergub Jakarta Nomor 2 ini merupakan efek domino dari peraturan diskriminatif yang ada di tingkat nasional.
Ia menilai, sejumlah syarat agar ASN bisa mendapatkan izin berpoligami diskriminatif.
“Syarat inilah yang kerap dilihat sebagai diskriminatif karena misalnya dinyatakan bahwa alasan yang dapat menjadi kebolehan ketika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya tanpa lagi memeriksa, bahwa di dalam masyarakat yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan, menempatkan perempuan pada posisi subordinat. Ketidakmampuannya dalam menjalankan apa yang dimaknai kewajiban istri bisa jadi sebetulnya merugikan,” ungkap Andi.
Karena itu, kata Andi, kontroversi yang ada pada Pergub Nomor 2 Tahun 2025 itu menunjukkan adanya urgensi untuk memperbaiki peraturan yang ada di Indonesia.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pergub tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh peraturan-peraturan nasional dan internasional. Komite HAM Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertugas mengawasi pelaksanaan ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights), menurutnya, telah menegaskan bahwa poligami harus dihapuskan karena praktik tersebut merendahkan martabat perempuan dan melanggar prinsip kesetaraan dalam pernikahan.
Ia berpendapat, ketimbang membuat peraturan yang diskriminatif terhadap Perempuan, sebaiknya penjabat gubernur Jakarta maupun pemerintah secara umum membuat aturan yang memberikan akses yang setara bagi perempuan dalam hal mengajukan perceraian dan mendapatkan hak asuh anak.
Menurutnya, dalam banyak kasus, akses yang sulit bagi perempuan dalam mengajukan perceraian membuat perempuan terjebak dalam lingkaran kekerasan rumah tangga yang berkepanjangan.
Pasal 3 ICCPR, katanya, memerintahkan negara meratifikasi kovensi tersebut untuk memastikan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang setara, dan poligami bertentangan dengan prinsip tersebut karena bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Pasal 5(a) CEDAW juga memerintahkan negara pihak untuk menghapus segala bentuk praktik yang menunjukan inferioritas dan/atau superioritas antara laki-laki dan perempuan atau peran stereotip laki-laki dan perempuan.
Untuk itu, Usman mengatakan, penjabat gubernur harus merevisi aturan tersebut, memastikan bahwa kebijakan itu tidak melanggar hak-hak ataupun mendiskriminasi perempuan , serta mengutamakan kebijakan yang mendorong kesetaraan gender dan perlindungan HAM di lingkungan ASN.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian akan mengonfirmasi ke Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi ihwal aturan yang mengizinkan ASN DKi Jakarta untuk poligami. Tito mengaku belum bisa memberikan tanggapan soal aturan terkait poligami itu. Mernuutnya ia perlu menanyakan langsung hal tersebut ke Teguh.
“Senin (20 Januari) saya akan berkunjung ke DKI pukul 15.00 atau 15.30 dalam rangka mengecek persetujuan bangunan gedung. Di situ nanti saya akan tanyakan,”kata Tito.
Sebelumnya Teguh Setyabudi berdalih Pergub Nomor 2 Tahun 2025 bertujuan untuk melindungi keluarga ASN. Meski ada pasal yang mengatur perizinan poligami, Teguh menegaskan peraturan ini justru memperketat urusan perkawinan atau perceraian.
Teguh mengatakan, ada sejumlah kriteria ketat bagi ASN pria yang hendak melakukan pernikahan dengan lebih dari satu perempuan. Sehingga, menurutnya, pengawasan terhadap perkawinan bisa lebih ketat lagi. Dia menyatakan pergub tersebut memiliki banyak aturan yang justru membantu memastikan hak-hak keluarga terpenuhi. [fw/ab]
Forum