Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan, ada dua kewajiban Indonesia yang terkait dengan krisis pangan. Pertama, bersama negara lain harus bekerjasama untuk menyelamatkan pangan dunia, dengan menyediakan makanan bagi 7 miliar penduduk dunia. Kedua, Indonesia harus dan wajib meningkatkan ketahanan pangan untuk 240 juta rakyatnya.
Menanggapi pernyataan Presiden tersebut, Menteri Pertanian, Suswono, memastikan bahwa stok pangan Indonesia saat ini cukup, meskipun lahan pertanian semakin sempit. Demikian yang disampaikan Suswono, Selasa di Istana Negara.
“Terus terang yang kami masih ada kendala itu lahan, sebab kalau kita genjot di satu komoditas pasti komoditas tanaman lain nanti turun, sebab ini ‘kan trade-off. Oleh sebab itu tambahan areal baru untuk ekstensifikasi itu penting untuk meningkatkan produktivitas. Beras bisa ditingkatkan dari 6 ton sampai 9 ton, bahkan ada yang di atas 10 ton. Tetapi kalau lahannya semakin kurang karena ada diversifikasi yang begitu massif khususnya di Jawa, itu kan tetap saja menjadi masalah,” ujar Suswono.
Suswono menambahkan, Indonesia juga terus berupaya untuk mengurangi ketergantungan kedelai dan gula impor. Sejauh ini, koordinasi terkait menyangkut ketersediaan lahan dilakukan dengan Kementerian Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ia mengutarakan, “Untuk gula minimal kita perlu tambahan lahan minimal 350 ribu hektar, demikian pula kedelai untuk mencapai swasembada. Itu total seluruh Indonesia. Kementerian Kehutanan sudah menjanjikan tapi belum jelas lahannya dimana. Saya masih berharap juga dari lahan terlantar yang dijanjikan oleh BPN, yang sudah disampaikan sejak 2 tahun lalu. Jumlahnya 7,3 hektar tapi kabarnya sekarang tinggal 6 hektar.”
Dengan berbagai kendala yang ada, Suswono masih optimis stok pangan cukup, termasuk di daerah kering seperti Nusa Tenggara Timur. Rencana pengembangan industri pariwisata Pulau Komodo yang disertai beragam kegiatan konservasi, ia tegaskan tidak menutup kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pangan.
“Jangan bicara pangan identik dengan beras, karena kalau beras ‘kan problemnya air sehingga produksi beras menurun (NTT daerah kering). Tapi sumber karbohidrat lain ‘kan banyak. Saya sudah pernah ke Pulau Rote, dan saya di sana bertanya pernah tanya kepada petani, pernah enggak krisis pangan, mereka bilang enggak ada,” demikian penjelasan Suswono.
Menteri Pertanian juga mengatakan, tidak benar ada batasan wilayah bagi penduduk setempat dalam mencari ikan dan bahan-bahan pangan, akibat penetapan kawasan konservasi. Suswono mengakui bahwa wilayah konservasi memang ada, tapi bukan berarti membatasi hak warga mendapatkan atau mencari pangan.
Sementara aktivis lingkungan hidup, Emmy Hafild, kepada VOA, Rabu menilai pemerintah harus melakukan pemetaan kebutuhan pangan masyarakat lokal.
Emmy Hafild, yang juga menjadi Ketua Tim Pendukung Pemenangan Komodo sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia baru (the New 7 Wonders), mengatakan:
“Konservasi di Indonesia itu belum melihat kepentingan masyarakat seperti apa, masih hanya komodo dan habitatnya. Tapi saya yakin taman nasional di sana sudah mulai, misalnya mengizinkan masyarakat berjualan, memberikan pendapatan dari turis-turis yang datang.”
Menurut Emmy Hafild, ada tujuh kabupaten di NTT yang masih dalam pemantauan timnya. Hal ini dilakukan bukan semata-mata karena kepentingan pariwisata, tetapi juga untuk mencegah wilayah itu semakin miskin dan rawan pangan.