Konflik antar masyarakat terkait pendirian rumah ibadah, dan penolakan pemakaman jenazah warga yang berbeda agama, menjadi peristiwa yang mengusik kerukunan umat beragama di Indonesia beberapa waktu terakhir. Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Haidar Adam, hingga pertengahan tahun 2019 masih ditemukan pelanggaran HAM terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Memang ada beberapa permasalahan, termasuk kemarin itu di penghujung 2018 dan di awal 2019 terkait misalkan makam yang berbeda keyakinan. Kemudian juga yang spesifik ini misalkan terkait dengan di Surabaya, perpanjangan izin untuk pemakaian tanah untuk tempat ibadah masjid bagi teman-teman Ahmadiyah, itu juga bermasalah. Artinya, meskipun secara normatif banyak sekali aturan-aturan yang menegaskan bahwa hak kebebasan beragama dan berkeyakinan itu harus dijamin, harus dilindungi dan harus dihormati, tetapi pada prakteknya pelanggaran itu masih terus terjadi,” ungkap Haidar Adam.
Kepala Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Mirajudin Sahid mengatakan, penolakan pendirian rumah ibadah di sejumlah daerah, serta pembatasan aktivitas keagamaan seperti yang dialami jemaat Ahmadiyah merupakan ketidakpahaman sebagian masyarakat mengenai pentingnya toleransi. Pemerintah dan tokoh masyarakat harus mampu memberikan pemahaman mengenai pentingnya toleransi, serta hak yang sama bagi setiap warga negara di hadapan hukum.
“Itu sebetulnya sih kekhilafan mereka, barangkali mereka belum paham betul bahwa damai semua sisi agama itu toleransi sangat dianjurkan. Oleh karena itu sangat penting kepada pejabat terkait yang berwenang untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan, kesadaran mengenai toleransi, mengenai kebersamaan bangsa, kebersamaan bernegara. Kalau kepala negara kita berpegang teguh kepada UUD 1945, kepada Pancasila, kebhinnekaan, saya rasa isya Allah kita punya harapan besar untuk menjamin (kebebasan) itu,” kata Mirajudin Sahid kepada VOA.
Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Aan Anshori mengungkapkan, pemerintahan baru hasil Pemilu 2019 diharapkan memberikan kesetaraan bagi setiap warga negara, tanpa memandang mayoritas dan minoritas. Pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai toleransi diharapkan dapat menjadi prioritas dalam membangun sumber daya manusia Indonesia.
“Jokowi relatif punya kesempatan besar bersama dengan pak Kyai Ma’ruf Amin untuk memastikan terutama di sektor pendidikan, untuk mengimplementasikan pendidikan yang lebih toleran. Dan kini juga momentum kuat bagi Presiden Jokowi dan juga Ma’ruf Amin untuk mau mengevaluasi Perda-perda bermasalah, Perda-perda Syariat, dan juga memastikan kelompok-kelompok minoritas agama, minoritas gender, dan minoritas identitas yang lain itu untuk bisa hidup secara sejajar, dan bisa diterima oleh sebagian besar warga di Indonesia ini. Saya sekali lagi cukup optimis, Jokowi akan mampu melakukan itu karena Jokowi tidak lagi punya beban,” tutur Aan Anshori.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Ahmad Zainul Hamdi menegaskan, catatan HAM terkait kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia menjadi pekerjaan serius yang harus ditangani pemerintah terpilih. Pemerintah bersama masyarakat, kata Ahmad Zainul Hamdi, harus memastikan bahwa pada masa depan tidak ada lagi penindasan dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia yang berakar dari pembiaran terhadap kelompok intoleran dan radikal di Indonesia.
“Tentu saja ada beberapa kasus di mana kita bisa mencatat adanya pelanggaran HAM, tapi saya sendiri optimis bahwa ke depan kita akan menjadi baik, setidak-tidaknya bahwa sekarang ini kelompok-kelompok yang selama ini, misalkan yang sering kali melakukan persekusi, itu kan tidak menjadi bagian pemenang politik saat ini," ungkapnya.
"Nah, kita berharap justru kelompoknya Jokowi-KMA, atau pendukung-pendukungnya itu memastikan, ke bawah tidak boleh lagi ada kasus-kasus pelanggaran atau persekusi hanya karena misalkan, aparat keamanan atau aparatur negara yang semestinya melakukan perlindungan itu kalah terhadap kelompok-kelompok kekerasan yang suka memaksakan kehendaknya,” tambah Ahmad Zainul Hamdi.
Pegiat keberagaman, yang juga wakil rakyat Kota Surabaya terpilih dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Alfian Limardi mengatakan, mulai banyaknya masyarakat yang berani menyerukan keberagaman dan toleransi, membuatnya optimistis bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dapat menjadi lebih baik pada masa depan.
“Saya masih berkeyakinan bahwa ke depan itu kita masih bisa untuk kembali lagi lebih baik seperti yang dulu. Karena kalau kita melihat sekarang juga banyak tokoh-tokoh yang mendengungkan tentang toleransi, bahkan banyak juga yang mungkin orang-orang yang dulunya diam dan sekarang berani berbicara, bahwa kita membutuhkan toleransi,” ujar Alfian. (pr/ab)