Abigail Kinoiki Kekaulike Kawānanakoa, yang disebut sebagai putri Hawaii terakhir karena garis keturunannya termasuk keluarga kerajaan yang pernah memerintah pulau-pulau di sana dan seorang pengusaha Irlandia yang menjadi salah satu pemilik tanah terbesar di Hawaii, meninggal dunia pada Minggu (11/12) dalam usia 96 tahun.
Kematiannya diumumkan pada Senin (12/12) pagi di Istana ‘Iolani, satu-satunya kediaman kerajaan di Amerika, di mana monarki Hawaii tinggal, namun kini sebagian besar berfungsi sebagai sebuah museum. Pengumuman itu disampaikan Paula Akana, direktur eksekutif Istana ‘Iolani, dan Hailama Farden dari Hale O Nā Aliʻi O Hawaiʻi, sebuah komunitas kerajaan Hawaii.
Sebab kematiannya tidak diberitahukan.
Kawānanakoa tidak memiliki gelar formal tetapi menjadi semacam pengingat akan adanya kerajaan Hawaii dan simbol identitas nasional Hawaii yang bertahan setelah kerajaan itu digulingkan oleh pengusaha Amerika tahun 1893.
“Ia selalu disebut sebagai putri di kalangan warga Hawaii karena mereka mengakui garis keturunan itu,” kata Kimo Alama Keaulana, lektor bahasa dan studi Hawaii di Honolulu Community College, dalam sebuah wawancara tahun 2018. “Penduduk Hawaii merangkul erat silsilah mereka. Dan secara silsilah, ia memiliki darah bangsawan yang tinggi.”
Kimo menyebutnya “yang terakhir dari alii kami,” yang berarti bangsawan dalam bahasa Hawaii: “Ia melambangkan apa itu bangsawan Hawaii – dengan segala martabat, kecerdasan dan seninya.”
James Campbell, kakek buyutnya, merupakan seorang pengusaha Irlandia yang kaya raya sebagai seorang pemilik perkebunan gula dan salah satu pemilik tanah terbesar di Hawaii.
Ia menikahi Abigail Kuaihelani Maipinepine Bright. Putri mereka, Abigail Campbell Kawānanakoa, menikahi Pangeran David Kawānanakoa, yang dinobatkan sebagai pewaris takhta.
Setelah sang pangeran meninggal, istrinya lantas mengadopasi Abigail muda, yang memperkuat klaimnya atas gelar putri. Ia mengakui dalam sebuah wawancara dengan majalah Honolulu pada tahun 2021 bahwa apabila monarki Hawaii masih bertahan, maka sepupunya, Edward Kawānanakoa, yang akan menjadi menjadi pewaris takhta, bukan dirinya.
“Tentu saja saya yang akan memegang kekuasaan di balik singgasana, tidak diragukan lagi,” candanya.
Sebagai anak satu-satunya dari seorang anak tunggal, Kawānanakoa menerima lebih banyak warisan Campbell daripada siapapun, di mana ia memiliki dana perwalian senilai sekitar $215 juta.
Ia mendanai berbagai program selama bertahun-tahun, termasuk beasiswa bagi pelajar asli Hawaii, menentang proyek kereta transit Honolulu, mendukung unjuk rasa menentang pembangunan teleskop raksasa, menyumbangkan barang-barang milik Raja Kalākaua dan Ratu Kapi’olani untuk dipajang di depan umum, termasuk berlian 14 karat pada cincin kelingking raja, serta merawat Istana ‘Iolani.
Kritikusnya mengatakan, karena masih ada keturunan keluarga kerajaan lainnya yang tidak mengklaim gelar apa pun, Kawānanakoa diangkat sebagai putri Hawaii terakhir hanya karena kekayaan dan gelar kehormatannya.
Aktivis Hawaii Walter Riite mengatakan banyak penduduk Hawaii tidak tertarik pada urusan apakah ia memang putri Hawaii atau bukan. Ia juga mengatakan bahwa dampaknya terhadap budaya asli Hawaii sangat minim.
“Kami tidak begitu mengerti apa perannya dan bagaimana ia bisa membantu kami,” kata Ritte.
Banyak warga Hawaii yang tidak merasa ada ikatan dengannya, ujarnya. “Kami menyebutnya maks-maks tinggi,” yang berarti kelas atas dalam istilah Pidgin Hawaii.
Lahir di Honolulu, Kawānanakoa bersekolah di Punahou, sebuah sekolah bergengsi. Ia juga bersekolah di sekolah Amerika di Shanghai dan lulus dari Sekolah Menengah Notre Dame khusus wanita di Belmont, California, di mana ia tinggal di asrama.
Ia sempat bertunangan dengan seorang pria, namun sebagian besar hubungan jangka panjangnya dijalani bersama perempuan. [rd/jm]
Forum