Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Berry Nahdian Furqan, menilai peranan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sangat penting, untuk membongkar semua kasus dan potensi konflik lahan di Indonesia. Selain itu, sistem pengamanan yang dilakukan Polri juga mendesak untuk dievaluasi. .
Persoalan di Mesuji sudah sangat terang benderang. Konflik lahan itu berawal dari ketidakberesan pemerintah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), dalam mengatur kepemilikan lahan antara perusahaan dan rakyat. Ditambah lagi dengan keterlibatan polisi Brimob yang melakukan pengamanan dengan cara-cara kekerasan kepada warga sekitar.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Berry Nahdian Furqan, dalam diskusi mengenai konflik Mesuji, di Jakarta, Senin.
“Saya kira ini tinggal mendokumentasikan apa yang sudah ada. Bahkan Komnas HAM sudah berkali-kali turun ke lapangan. Banyak fakta dan data yang sudah mereka miliki. Sekarang (Tim Gabungan Pencari Fakta - TGPF) tinggal menyusun dokumen-dokumen yang ada kemudian merumuskan persoalannya,” ujar Berry Nahdian Furqan.
Apabila kekerasan terus berlanjut, kata Berry, tugas TGPF bukan hanya mencari siapa pelaku kekerasan di Mesuji, tetapi sebagai pintu masuk membongkar sistem pengamanan yang dilakukan Polri di kawasan perkebunan selama ini. Berdasarkan data WALHI, kasus kekerasan terhadap warga sebelum di Mesuji antara lain terdapat di Jambi dan Sumatera Barat.
Berry menambahkan, “Aparat keamanan justru membuat situasi semakin runyam. Terjadi penembakan dan sebagainya. Sebelum di Mesuji ada di Tiaka, Sumatera Barat, dan Jambi yang seluruhnya melibatkan aparat keamanan. Ini titik krusial yang harus dilihat. Bukan cuma soal penegakan hukum, tetapi evaluasi ulang kewenangan Brimob. Kalau perlu dia (Polri) ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri, bukan di bawah Presiden.”
Menanggapi pernyataan Berry Furqan, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, menilai kejadian di Mesuji akan dijadikan bahan evaluasi semua peraturan yang menyangkut lahan.
Didi Irawadi mengatakan, “Ini menjadi momentum kami untuk memperbaiki berbagai peraturan yang dianggap kurang berpihak pada rakyat. Peraturan itu harus adil dan proporsional antara kepentingan rakyat dan investor. Peraturan harus memakmurkan rakyat di kawasan eksploitasi tambang dan perkebunan. Ya, pasal-pasal RUU Pertanahan belum selesai, karena masih harus kami kaji mendalam. Kami tidak mau terlalu pagi, sambil menunggu hasil penyelidikan TGPF (Mesuji).”
Di tempat yang sama, Ketua TGPF Mesuji, Denny Indrayana, mengatakan semua sumber data dan fakta akan dijadikan acuan. Dua hari setelah terbentuk, TGPF saat ini sedang menyusun langkah-langkah kerja.
“Mohon kami diberikan waktu, dan masyarakat bersabar. Tentu semua data harus diverifikasi dulu, sebab kami tidak mungkin selalu menyampaikan semua data. Seperti video misalnya, ternyata ada bagian-bagian yang terjadi di Pattani (Thailand Selatan). Di ujung masa kerja, kami akan sampaikan kesimpulan dan evaluasi,” kata Denny Indrayana.
Soal video yang sudah menyebar kemana-mana, Wakil Menteri Hukum dan HAM ini menegaskan, semua harus di-cek ulang kebenarannya.
Kasus Mesuji Ungkap Besarnya Potensi Konflik Agraria di Indonesia
- Wella Sherlita
Direktur WALHI menilai peranan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) sangat penting untuk membongkar semua kasus dan potensi konflik lahan di Indonesia.