Puluhan ribu orang bergabung dalam protes yang memasuki hari ke-11 berturut-turut di Georgia pada Minggu (8/12) setelah partai yang berkuasa memutuskan menangguhkan perundingan untuk bergabung dengan Uni Eropa. Demonstrasi terpisah berlangsung pada hari yang sama mengecam kekerasan terhadap jurnalis Georgia yang meliput demonstrasi tersebut.
Polisi semakin meningkatkan kekerasan dalam upaya mereka untuk mengekang demonstrasi, yang berpusat di gedung parlemen di ibu kota, Tbilisi. Polisi antihuru-hara telah menggunakan meriam air dan gas air mata setiap hari untuk membubarkan demonstrasi, memukuli sejumlah besar pengunjuk rasa yang melemparkan kembang api ke petugas polisi dan membangun barikade di jalan raya utama ibu kota Georgia.
Pada demonstrasi yang berlangsung Sabtu (7/12) malam, reporter Maka Chikhladze dan rekannya dari saluran televisi independen Pirveli menjadi sasaran massa yang melakukan kekerasan, kata Chikhladze kepada kantor berita The Associated Press.
Chikladze mengatakan rekannya berhasil merekam pria berpakaian hitam yang memukuli demonstran sebelum mereka menyerang kedua wartawan itu, dengan kasar mendorong Chikhladze ke tanah. Ia kemudian memberi tahu Associated Press bahwa rekannya mengalami cedera kepala dan kameranya dicuri.
Chikhladze menuduh pemerintah Georgia menggunakan gerombolan preman untuk menghalangi orang menghadiri demonstrasi antipemerintah, tuduhan yang dibantah oleh perwakilan Partai Impian Warga Georgia (Georgian Dream).
Pada hari Minggu , beberapa ratus pekerja media berbaris di sepanjang Jalan Rustaveli di pusat kota Tbilisi sebelum memasang poster rekan kerja yang menurut mereka telah diserang saat melakukan pekerjaan mereka.
"Rekan kerja kami dipukuli, terluka, beberapa masih dirawat di rumah sakit dalam kondisi serius," kata pembawa acara televisi Pirveli Ekaterine Mishveladze kepada Associated Press.
Dalam insiden terpisah hari Sabtu, wartawan Associated Press melihat beberapa pria bertopeng dengan kasar menyerang seorang pengunjuk rasa yang mencoba memasuki kantor partai oposisi, Ahali. Pria itu, Koba Khabazi, tergeletak di tanah sementara para penyerangnya berulang kali menendanginya. Ia kemudian menunjukkan luka-luka di kepalanya kepada Associated Press.
Partai Georgian Dream mempertahankan kendali parlemen dalam pemilihan umum yang disengketakan pada 26 Oktober lalu, sebuah pemungutan suara yang secara luas dipandang sebagai referendum atas aspirasi Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa. Pihak oposisi dan presiden pro-Barat, Salome Zourabichvili, menuduh partai yang berkuasa mengatur pemungutan suara dengan bantuan negara tetangganya, Rusia dan telah memboikot sesi parlemen.
Protes oposisi memperoleh momentum baru setelah keputusan Partai Georgian Dream pada Kamis lalu untuk menunda perundingan aksesi Uni Eropa.
Polisi antihuru-hara telah menggunakan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi dan memukuli sejumlah pengunjuk rasa, yang melemparkan kembang api ke petugas polisi dan membangun barikade di Rustaveli Avenue.
Penindakan keras tersebut telah menuai kecaman keras dari pejabat Amerika Serikat dan Uni Eropa. Berbicara pada hari Kamis di sebuah konferensi tingkat menteri Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengecam apa yang ia gambarkan sebagai "penindasan brutal terhadap mereka yang menyerukan agar negara mereka tetap berada di jalur menuju hubungan yang lebih dekat dengan Eropa."
Mamuka Mdinanradze, pemimpin partai Georgian Dream, mengutuk kekerasan massa terhadap pengunjuk rasa dalam jumpa pers pada hari Minggu, dan membantah adanya hubungan dengan pemerintah.
Kantor ombudsman hak asasi manusia Georgia mengeluarkan pernyataan pada hari Minggu yang mengkritik polisi Georgia karena "gagal mengambil tindakan yang memadai" untuk memastikan keamanan selama demonstrasi.
Presiden Zourabichvili, yang perannya sebagian besar hanya seremonial, menolak untuk mengakui hasil resmi pemilu dan menentangnya di hadapan Mahkamah Konstitusi, yang menolak bandingnya awal minggu ini.
Uni Eropa memberikan status kandidat kepada Georgia pada bulan Desember 2023 dengan syarat negara tersebut memenuhi rekomendasi blok itu, tetapi menangguhkan aksesnya dan memotong dukungan finansial pada bulan Juni setelah disahkannya undang-undang "pengaruh asing" yang secara luas dianggap sebagai pukulan terhadap kebebasan demokrasi.
Undang-undang tersebut mengharuskan organisasi yang menerima lebih dari 20 persen pendanaannya dari luar negeri untuk mendaftar sebagai "mengupayakan kepentingan kekuatan asing", mirip dengan undang-undang Rusia yang digunakan untuk mendiskreditkan organisasi yang kritis terhadap pemerintah. [my/ka]
Forum