Tautan-tautan Akses

Israel Setuju Usulan AS untuk Gencatan Senjata Sementara di Gaza; Hamas Menolak


Orang-orang berdemonstrasi menuntut pembebasan segera sandera yang ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza, di Tel Aviv, Israel, 1 Maret 2025. (Foto: Leo Correa/AP Photo)
Orang-orang berdemonstrasi menuntut pembebasan segera sandera yang ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza, di Tel Aviv, Israel, 1 Maret 2025. (Foto: Leo Correa/AP Photo)

Israel akan menerima usulan utusan Presiden Donald Trump, Steve Witkoff, untuk melakukan gencatan senjata sementara di Gaza selama periode Ramadan dan Paskah.

Hal itu diumumkan oleh kantor perdana menteri pada Minggu (2/3) pagi, beberapa jam setelah tahap pertama gencatan senjata yang disepakati sebelumnya berakhir.

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari pertama usulan Witkoff, setengah dari sandera yang ditahan di Gaza, baik hidup maupun mati, akan dibebaskan dan sandera yang tersisa akan dibebaskan setelah gencatan senjata permanen disepakati.

Witkoff mengajukan proposal untuk memperpanjang gencatan senjata saat ini setelah menyadari diperlukan lebih banyak waktu untuk melakukan pembicaraan mengenai gencatan senjata permanen, kata kantor Netanyahu.

Hazem Qassem, juru bicara Hamas, yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat, mengatakan pada Sabtu (1/3) pagi bahwa pihaknya menolak perpanjangan gencatan senjata tahap pertama di Gaza. Namun Hamas tidak secara eksplisit menyebutkan rencana Witkoff.

Kantor Netanyahu mengatakan Israel akan segera melakukan negosiasi mengenai rencana Witkoff jika Hamas menyetujuinya.

“Sesuai perjanjian, Israel dapat kembali berperang setelah hari ke-42 jika dirasa perundingan tidak efektif,” kata kantor Netanyahu, menuduh Hamas melanggar perjanjian. Kedua belah pihak saling menuduh sebagai pihak yang melanggar kesepakatan.

Dua pejabat Palestina yang mengetahui perundingan tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa Israel menolak untuk memasuki tahap kedua perjanjian tersebut atau memulai perundingan mengenai hal itu.

Warga Palestinia menjalankan ibadah salat Tarawih di dekat puing-puing bangunan pada hari pertama puasa Ramadan di tengah gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 1 Maret 2025. (Foto: Hatem Khaled/Reuters)
Warga Palestinia menjalankan ibadah salat Tarawih di dekat puing-puing bangunan pada hari pertama puasa Ramadan di tengah gencatan senjata antara Hamas dan Israel, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 1 Maret 2025. (Foto: Hatem Khaled/Reuters)

Sebaliknya, Israel meminta perpanjangan tahap pertama, dengan syarat penyerahan sejumlah sandera dan jenazah untuk setiap minggu perpanjangan.

Namun Hamas menolak permintaan tersebut dan bersikeras untuk mematuhi perjanjian tersebut, memasuki fase kedua, dan mewajibkan Israel untuk melakukan apa yang telah disepakati.

Pada Sabtu, sayap bersenjata Hamas mengunggah video yang menunjukkan sandera Israel masih ditahan di Gaza dan menekankan bahwa sandera yang tersisa hanya dapat dibebaskan melalui perjanjian gencatan senjata bertahap yang dimulai pada 19 Januari.

Perjanjian gencatan senjata menghentikan pertempuran selama 15 bulan, memungkinkan pertukaran 33 sandera Israel dan lima warga Thailand dengan sekitar 2.000 tahanan dan tahanan Palestina. Hal ini dimaksudkan untuk mengarah pada pembicaraan selanjutnya guna mengembangkan kesepakatan gencatan senjata.

Pembicaraan mengenai gencatan senjata telah berlangsung, terakhir di Kairo, tetapi belum menghasilkan kesepakatan.

Perang dimulai ketika Hamas melancarkan serangan teror lintas batas terhadap komunitas Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera sekitar 251 orang, menurut Israel.

Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 48.000 orang, kata otoritas kesehatan Palestina, menyebabkan ratusan ribu orang berada di tempat penampungan sementara dan bergantung pada truk-truk yang mengirim bantuan.[ft/ah]

XS
SM
MD
LG