Skor Indeks Keselamatan Jurnalis Indonesia pada 2024 mencapai 60,5 atau masuk kategori "Agak Terlindungi”. Skor ini meningkat 0,7 poin dari tahun sebelumnya. Meski indeks keselamatan jurnalis meningkat, namun mayoritas jurnalis merasa cemas terhadap masa depan kebebasan pers, khususnya di tengah transisi pemerintahan baru.
Manajer Riset Sosial Populix, Nazmi Haddyat, mengungkapkan studi itu dilakukan dengan melakukan survei terhadap 760 jurnalis aktif yang mencakup 38 provinsi di Indonesia pada 30 Oktober hingga 6 Desember 2024. Indeks disusun berdasarkan tiga pilar utama yang mencakup individu, pemaku pekepentingan media, serta peran negara dan regulasi.
Studi itu menemukan mencatat 167 jurnalis mengalami kekerasan dengan total 321 kejadian, di mana bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah pelarangan liputan (56 persen) dan larangan pemberitaan (51 persen). Aktor utama dalam kasus kekerasan terhadap jurnalis adalah organisasi masyarakat (23 persen), buzzer (17 persen), dan polisi (13 persen).
“Secara aktor disini berbeda-beda dari setiap jenis pelarangan liputan namun yang paling banyak diakui bahwa aktor yang melakukan kekerasan adalah organisasi masyarakat, polisi dan individu dengan kelompok atau individu dengan motif pribadi,” kata Nazmi dalam acara peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 di Jakarta, pekan lalu.
Studi itu juga mengungkap sebanyak 39 persen responden mengaku pernah mengalami masalah penyensoran. Mereka termasuk jurnalis penuh waktu, kontrak maupun kontributor. Aktor yang memerintahkan penyensoran mayoritas dari redaksi sebanyak 45 persen, ormas sebanyak 28 persen dan pemilik media sebanyak 14 persen. Meskipun demikian, sebanyak 56 persen responden mengaku pernah melakukan penyensoran mandiri, dengan mayoritas satu kali.
“Alasan mereka melakukan self cencorship ini keinginan untuk menghindari konflik atau kontroversi yang berlebihan. Jadi ada ketakutan bahwa produk jurnalistik mereka akan menghasilkan kontroversi dan akhirnya mereka melakukan penyensoran secara mandiri,” jelas Nazmi.
Ia juga mengatakan, ancaman terhadap jurnalis di Indonesia tidak hanya berupa kekerasan fisik tetapi juga dari regulasi yang berpotensi membatasi kebebasan pers. Sebanyak 15 persen responden dalam studi itu menyatakan pernah menghadapi masalah hukum dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, katanya.
Undang-Undang yang paling sering digunakan untuk memproses hukum jurnalis adalah Undang-Undang Pers sebanyak 68 persen, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebanyak 36 persen, dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebanyak 22 persen.
Masih menurut Nazmi, beberapa pasal dalam UU Pers, seperti Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang mengatur tentang kewajiban pers untuk memberitahukan informasi yang benar, bisa ditafsirkan secara subjektif. Pasal ini juga, katanya, bisa digunakan untuk menyerang jurnalis yang memberitakan isu-isu sensitif, terutama jika ada kepentingan politik atau ekonomi pihak tertentu yang terganggu.
Kualitas Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat di 2024
Data Aktual Kekerasan terhadap Jurnalis yang dilaporkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyebutkan, jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2024 sebanyak 73, menurun dibanding pada tahun 2023 sebanyak 87.
Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardhana, menegaskan meskipun angka kekerasan terhadap jurnalis menurun pada tahun 2024 tetapi kualitas kekerasannya meningkat.
“Karena tahun 2024 ada jurnalis yang tewas dibunuh. Dibandingkan 2023, 2022, tidak ada kasus yang mati terbunuh. Jadi menurut saya secara angka turun atau indeks naik tetapi ada beberapa kasus yang kualitas kekerasannya naik yang di Kabupaten Karo itu ya, Rico Sempurna,” kata Bayu dalam kegiatan yang sama.
Rico Sempurna yang dimaksud Bayu, adalah wartawan yang tewas dalam kebakaran rumahnya pada Juni 2024, yang diduga terkait pemberitaannya soal judi.
Serangan Kepada Perusahaan Pers
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wahyu Dhyatmika mengungkapkan kekerasan tidak hanya dialami oleh jurnalis sebagai individu tetapi juga dialami oleh perusahaan pers sebagai entitas media.
“Website media ini sebetulnya adalah outlet kunci dari distribusi informasi yang hendak dihalang-halangi tersebut. Jadi ketika outlet websitenya media ini diserang, dilumpuhkan, tidak bisa diakses maka itu adalah juga sebuah bentuk censorship, sebuah bentuk menghalang-halangi kebebasan pers, sebuah bentuk kekerasan,” jelas Wahyu.
Cerminan Kondisi Jurnalis di Indonesia
Dewan Pengawas Yayasan TIFA, Natalia Soebagjo mengatakan Laporan Indeks Keselamatan Jurnalis merupakan hasil kerja sama Yayasan TIFA bersama Populix dalam program Jurnalisme Aman. Jurnalisme Aman merupakan konsorsium Yayasan TIFA, Perhimpungan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) dan Human Right Working Group (HRWG) dengan dukungan dari Keduaan Besar Belanda.
“Program ini hadir untuk menanggapi beragam bentuk risiko dan ancaman yang dialami para jurnalis di berbagai platform baik digital maupun fisik, buah dari proses transformasi teknologi dan perubahan geopolitik. Sebagai bagian dari monitoring dan kajian mengenai situasi keamanan jurnalis, Yayasan TIFA memfasilitasi penyusunan indeks keselamatan jurnalis sejak tahun 2023,” kata Natalia.
Indeks Keselamatan Jurnalis 2024, menurut Natalia, hadir sebagai cerminan dari kondisi nyata yang dihadapi para jurnalis di Indonesia.
Laporan itu diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemerintah, organisasi media dan masyarakat sipil dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan baik bagi jurnalis di Indonesia.
Dalam pernyataanya pada hari Pers Nasional 9 Februari lalau, Presiden Prabowo Subianto, menyatakan, pemerintahannya mendukung kebebasan pers, namun mengingatkan para wartawan dan awak media untuk tetap waspada terhadap penyebaran berita bohong yang dapat mengganggu makna sesungguhnya dari kebebasan pers.
“Walaupun kita menjunjung tinggi kebebasan pers, kita harus waspada terhadap penyebaran berita-berita yang tidak benar, berita-berita hoaks, penyebaran kebencian, penyebaran ketidakpercayaan terhadap sesama warga negara, upaya-upaya pecah belah ini harus selalu kita waspadai," kata Prabowo dalam pernyataan tertulisnya. [yl/ab]
Forum