Jaringan Gusdurian Nasional bersama sejumlah pihak menyerahkan secara simbolis sumbangan tanda kasih dari masyarakat seluruh Indonesia, kepada para penyintas dan keluarga korban teror bom bunuh diri di 3 gereja di Surabaya, pertengahan Mei lalu.
Lebih dari 300 juta rupiah berhasil dihimpun dari masyarakat dari berbagai daerah, yang selanjutnya didonasikan kepada keluarga korban bom Surabaya.
Koordinator Jaringan Gusdurian Nasional, Alissa Wahid mengatakan sumbangan yang terkumpul dan telah diserahkan, merupakan bentuk solidaritas dan tanda kasih masyarakat yang turut merasakan duka dan kesedihan korban bom gereja di Surabaya. Tanda kasih yang terus mengalir itu, menurut Alissa, adalah bukti bahwa aksi teror tidak berhasil memecah belah dan menakuti masyarakat.
“Untuk korban bom Surabaya, ada beberapa inisiatif. Ada beberapa masyarakat yang mencoba mengumpulkan bantuan dana. Ada dari alumni Boston University, ada dari Jaringan Gusdurian, ada dari Youtubers. Dan itu semua dititipkan melalui Jaringan Gusdurian Surabaya untuk diserahkan kepada korban,” kata Alissa Wahid.
“Tujuan kami adalah menyampaikan bahwa, masyarakat Indonesia berbela rasa, ikut merasakan apa yang menjadi duka warga Surabaya, terutama korban bom. Dan yang kedua, kami ingin menunjukkan bahwa aksi teror itu gagal memporak-poranda semangat kebangsaan bangsa Indonesia,” kata Alissa menambahkan.
Keluarga korban bom di tiga gereja di Surabaya menghargai sumbangan dana yang diberikan masyarakat.
Suyatmi, istri almarhum Warsiman, juru parkir di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, berterima kasih atas kepedulian dan perhatian masyarakat. Dia berharap Surabaya kembali aman dan terbebas dari gangguan keamanan.
“Mudah-mudahan Surabaya ini aman, tenteram, dan tidak ada kerusuhan apa-apa lagi, semua kompak, semua gotong royong. Masyarakat Surabaya orangnya baik-baik. Sebelumnya kan tidak ada apa-apa kan baik-baik saja, semua peduli pada sesama manusia,” ujar Suyatmi.
“Suami saya kan Muslim. Suami saya kan tukang parkir di situ, itu kan melindungi jemaah. Mobil masuk mau ngebom itu, kan, suami saya yang melindungi, yang mencegah masuk ke gereja itu. Mau bubar itu kan, terus suami saya tidak membolehkan masuk.Setengah meter itu suami saya, langsung mobilnya dor gitu, dua kali kan mbledosnya (meledak) itu.”
Fransiska Ida, ibu dari Aloysius Bayu, korban meninggal di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, di Jalan Ngagel, mengatakan telah memaafkan pelaku dan berterima kasih atas perhatian masyarakat kepada anaknya.
“Dari Gereja kan kita diajari kasih, jadi ya kita harus tetap kasih pada sesama, walaupun kita jadi korban kita tetap kasih,” ujar Fransiska Ida.
Pendeta Lydia Laurina dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro mengatakan, bantuan dari masyarakat untuk petugas keamanan gereja yang terluka akibat serangan bom, menjadi bukti besarnya perhatian masyarakat dan cinta kasih yang melampaui sekat-sekat perbedaan. Teror bom kata Lydia, tidak lantas membuat masyarakat takut untuk saling menguatkan dan memberi dukungan.
“Justru, peristiwa yang kemarin itu mengingatkan kita untuk semakin kuat membangun tali persaudaraan. Kita tidak perlu terpecah belah oleh kebencian, kecurigaan satu sama lain, tapi justru harus mengingatkan kita untuk lebih banyak berdialog, lebih banyak bekerja sama dalam karya-karya yang baik untuk bangsa kita. Sehingga, kalau kita ikatan kuat itu kan kita jadi tidak mudah diadu, tidak mudah untuk dipecah belah satu sama lain,” kata Lydia.
“Kami berterima kasih, justru di tengah peristiwa yang kemarin, ya di satu sisi ada rasa duka, ada kesedihan, tapi di sisi lain support, solidaritas yang begitu besar, perhatian yang begitu besar dari banyak kalangan, banyak pihak,” ujar Lydia.
Alissa Wahid menegaskan tujuan teroris melalui aksinya dipastikan tidak berhasil membuat warga Surabaya saling curiga dan membenci. Justru aksi teror ini semakin menguatkan masyarakat untuk saling solider dan berempati kepada korban.
“Para teroris inginnya kita terpecah belah. Para teroris ingin kita saling membenci. Para teroris itu ingin kita saling curiga, dan ternyata dibuktikan oleh arek-arek Suroboyo, itu tidak terjadi. Justru bom Surabaya membuat arek-arek Suroboyo semakin kuat, semakin solid, semakin tangguh. Semua orang di seluruh Indonesia ikut bersolidaritas dan ikut menjalani prosesnya bersama-sama,” kata Alissa.