Andy McGraw, dosen musik di University of Richmond, Virginia yang juga pendiri grup musik keroncong “Rumput” yang dibentuk pada 2015 di Richmond, Virginia merasa tergugah oleh para pemusik keroncong di Surakarta, yang terimbas pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.
Salah seorang pemusik keroncong itu, Danis Sugianto adalah gurunya di Surakarta, tempat ia belajar musik keroncong. Sewaktu pentas di Maryland awal musim gugur, Andy mengatakan kepada VOA bahwa keinginannya untuk tampil semakin menggebu karena pandemi sempat menghentikan aksinya bersama sang kelompok di atas panggung.
“Pokoknya mau pentas, karena lama tidak bisa pentas karena COVID, mau main musik di depan orang, yang penting pentas. Sejak COVID, setiap kali pentas Rumput, kami kumpulkan uang dan dikirim ke para pemusik keroncong di Jawa Tengah, ya 100 persen.”
Hasil sumbangan melalui daring dari para penonton itu kini mencapai lebih dari dua ribu dolar. Semua dana yang terkumpul diperuntukkan bagi tiga Orkes Keroncong (OK) masing-masing OK Danis Sugiyanto, OK Indonesia Bersama Leluhur Indonesia Sukses, disingkat IBLIS dan OK Semar Mesem.
Andy memberi nama grupnya “Rumput”, mengambil istilah bahasa Inggris, “bluegrass music” dari pegunungan Appalachian yang membentang dari timur hingga timur laut Amerika Utara. Musik dari wilayah Appalachian itu berirama mirip keroncong.
“Main delapan lagu, ada lagu Pejuang Sejati, Keroncong Indonesia, ada Jenang Gulo, langgam Jawa itu. Sedikit dalam bahasa Indonesia dan sedikit dalam bahasa Jawa," tutur Hannah Standiford salah seorang pemusik dan penyanyi di grup “Rumput” mengenai lagu-lagu yang ditampilkan pada acar tersebut.
Selama COVID, grup Rumput latihan melalui aplikasi zoom, tetapi setelah semua personelnya divaksinasi, mereka bisa bertemu untuk latihan dan pentas bersama. Namun mereka berlatih tanpa pelatih mereka, yaitu Danis Sugianto, pemusik dan komposer keroncong yang tinggal di Solo.
“Karena dia yang bikin rekaman dan notasi, lalu mengirim ke grup Rumput, dan kami belajar sebaik-baiknya. Dia mendengarkan dan mencoba ini, dengan bagian ini. Karena COVID-19, dia masih tinggal di Jawa," kata Standiford.
Pertunjukkan wayang beber karya seniman Surakarta yang diiringi lagu dan musik keroncong juga dihadirkan dalam acara di Maryland tersebut. Meskipun sebagian besar penonton adalah warga Amerika Serikat yang tidak mengerti bahasa Indonesia, namun ada pula yang sudah pernah mendengar gamelan dan mereka dapat merasakan sesuatu di balik irama musik keroncong itu, seperti Deb Sydney yang hadir bersama dua temannya.
"Sangat indah, saya mengenal gamelan, jadi sangat menarik mendengar irama dan tangga nada gamelan serta melodi yang terasa sangat akrab, tetapi dengan alat musik gesek barat, saya pikir itu benar-benar perpaduan yang menarik dari dua budaya," kata Sydney
Sedangkan penonton Indonesia, Ita Kartomo yang khusus datang dari kota lain, mengagumi suara penyanyi Amerika dalam menyanyikan lagu keroncong.
“Wah, luar biasa suaranya, seperti mendengarkan orang Indonesia menyanyi. Musiknya juga bagus latar belakangnya, juga ada wayangnya, wayang beber, keren banget. Saya senang sekali bisa datang, bisa ikut nonton ini”.
Acara yang ditonton oleh para penggemar musik dan sebagian warga Indonesia itu, juga dilengkapi dengan hadirnya truk makanan Indonesia “Java Cove”.
Setelah ini, grup keroncong Rumput pentas lagi di Teater Black Cherry, Baltimore dan di Richmond, Virginia dengan maksud yang sama, menggalang dana untuk para pemusik keroncong di Surakarta yang terdampak COVID-19. [ps/em]