Seorang reporter radio Khut Sokun mengatakan, dia melakukan lebih sedikit aktivitas liputan tahun ini. Alasannya, rasa takut terhadap sistem gerbang internet nasional Kamboja, yang memungkinkan pemerintah memantau semua kegiatan daring.
Penyedia layanan internet di Kamboja diberi waktu sampai Februari 2022 untuk mengalihkan semua lalu-lintas dunia maya melalui sebuah badan regulasi, atau gerbang, yang dikenal sebagai National Internet Gateway atau NIG.
Tetapi sejak pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen menerbitkan peraturan itu awal tahun ini, ia “lebih berhati-hati” dalam menulis berita dan komentar di dunia maya.
Sokun tidak sendirian, jurnalis lain dan kelompok-kelompok HAM yang berbicara dengan VOA mengatakan, regulasi yang memungkinkan dijatuhkannya hukuman yang “sesuai dengan peraturan yang relevan” telah meningkatkan kekhawatiran ancaman penangkapan di kalangan media, kritikus, dan masyarakat umum.
Di negara dengan kebebasan media yang terbatas, wewenang luas yang diuraikan dalam NIG, termasuk wewenang untuk memantau kegiatan dan memblokir atau memutus sambungan internet, dinilai banyak kalangan merupakan alat untuk melakukan pembungkaman dan memperbesar rasa takut.
Beberapa pihak menyoroti masalah privasi dan kemungkinan pengintaian. Berdasarkan dekrit pemerintah, operator harus menyimpan data, berbagi laporan status, dan meminta semua pengguna memverifikasi identitas mereka.
Bagi Sokun, yang bekerja untuk Voice of Democracy, salah satu badan penyiaran independen Kamboja yang masih tersisa, regulasi itu punya dampak langsung terhadap caranya bekerja.
Dia menghindari liputan aksi unjuk rasa dan lainnya. Katanya, “NIG tidak membantu kerja profesional saya; sebaliknya, hal itu mempersulit saya liputan.”
Jurnalis itu mengatakan, kegiatan dan komunikasinya secara online berisiko dipantau dan liputannya membuat marah pihak berwenang.
Pejabat lokal mengancamnya saat liputan, kata Sokun, dan pihak otoritas telah menyita peralatan dan merampas fotonya ketika ia di lapangan.
“Saya khawatir dengan keselamatan saya prbadi dan takut,” kata Sokun kepada VOA dalam sebuah wawancara telepon. “Kalau kita mengungkapkan sesuatu (secara online), pemerintah tahu semuanya.” [jm/rd]